Harakatuna.com – Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP), yang dilaksanakan setiap tanggal 25 November hingga 10 Desember 2024, selalu menyimpan refleksi yang begitu mendalam terkait persoalan kekerasan yang dialami oleh perempuan dari tahun ke tahun. Tema kampanye 16 HAKTP tahun 2024 adalah: Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan Terhadap Perempuan.
Sebagai isu yang cukup kompleks, kekerasan terhadap perempuan beberapa kurun waktu terakhir, selalu menyisakan PR besar terhadap pemerintah, dalam upaya menegakkan hukum yang adil bagi pelaku kekerasan. Kebijakan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, misalnya.
Sampai hari ini, penegakan kebijakan tersebut masih terus membutuhkan kontrol dari masyarakat sipil supaya, korban kekerasan seksual bisa mendapatkan keadilan. Ada banyak sekali masalah yang terdapat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, termasuk aparat penegak hukum yang tidak/belum memiliki keberpihakan terhadap korban. Akibatnya, banyak kasus kekerasan seksual yang abai dan korban tidak berani melapor.
Sejauh ini, bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan bertransformasi cukup banyak, mulai dari kekerasan yang bersifat publik hingga ranah privat. Bahkan hari ini, kekerasan berbasis gender secara online, menjadi momok yang menakutkan bagi para perempuan, karena kebanyakan dari korbannya adalah perempuan.
Tahun 2023, Komnas Perempuan mencatat 5.638 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Berdasarkan jumlah tersebut, terdapat beberapa kategori kekerasan, di antaranya; kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pemerkosaan, pencabulan hingga pelecehan seksual. Tidak hanya itu, dalam ranah hubungan privat, kekerasan dalam pacaran atau dating violence, menjadi salah satu kekerasan seksual yang tidak terlihat karena korban merasa terjebak dengan jubah rasa ‘cinta’, sehingga kerapkali tidak melaporkan kekerasan yang dialami.
Selain jenis kekerasan tersebut, kasus femisida (pembunuhan terhadap perempuan), juga sangat besar di Indonesia. Dalam rentang tahun 2020-2023, terdapat 798 kasus femisida di Indonesia. Pembunuhan tersebut dilakukan karena adanya superioritas, dominasi, hegemoni, bahkan agresi laki-laki terhadap perempuan. Pelaku pembunuhan pun kebanyakan adalah orang terdekat, seperti suami, pacar, hingga anggota keluarga.
Perjuangan Perempuan Tidak Kunjung Selesai
Dari sekian banyak kekerasan yang dialami oleh perempuan dengan berbagai bentuk, kita memahami bahwa kasus tersebut membutuhkan perjuangan panjang dari seluruh aspek masyarakat untuk mencegah ataupun memberikan penanganan yang terbaik kepada para korban. Peringatan 16 HAKTP bukan hanya peringatan tahunan semata. Akan tetapi, refleksi mendalam tentang kekerasan yang semakin tahun semakin meningkat, membuat kita menyadari bahwa upaya memberikan edukasi kepada masyarakat, harus dilakukan sepanjang masa.
Memperjuangkan keadilan bagi perempuan dengan alasan kekerasan berlapis yang kerapkali dialami oleh perempuan, tidak sama dengan perjuangan melawan laki-laki. Persoalan penindasan dan kekerasan perempuan bukan datang dari laki-laki, melainkan persoalan sistem dan struktur ketidakadilan masyarakat, dan salah satunya ketidakadilan gender. Oleh karena itu, gerakan-gerakan perempuan yang sampai hari ini masih eksis dalam memperjuangan keadilan bagi perempuan, bukanlah sebuah momok yang menakutkan dan tidak boleh dianggap sebagai common enemy.
Stigma negatif yang selama ini disematkan kepada gerakan perempuan, perlu terus didobrak. Sebab perjuangan untuk melawan dan mendobrak struktur sosial, butuh waktu berabad-abad untuk merubahnya. Dari pihak perempuan itu sendiri, perlu keberpihakan bersama untuk melihat perempuan secara utuh, yang selama ini rentan mengalami kekerasan, sehingga gerakan-gerakan perempuan yang sudah lama terbentuk dan berdiri, bisa tetap kokoh untuk memperjuangkan keadilan.
Masyarakat perlu untuk terus diberikan edukasi, baik secara langsung ataupun tidak langsung agar memiliki sikap empati untuk terus berpihak kepada korban, tanpa memberikan stigma negatif. Alasan itu yang menjadi pijakan utama mengapa peringatan 16 HAKTP harus terus hidup. Wallahu a’lam.