30.1 C
Jakarta

Perempuan Yang Bercerai Pada Pernikahan Dini, Apakah Harus Iddah?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamPerempuan Yang Bercerai Pada Pernikahan Dini, Apakah Harus Iddah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Menikah di usia muda merupakan yang lumrah terjadi di negara tercinta ini, entah karena alasan apa atau dorongan yang lain. Oleh karena itu, penting sekali bagi para remaja untuk memahami ilmu mengenai rumah tangga, selain tentang dampak apa saja yang akan terjadi ketika seseorang melakukan pernikahan dini, juga terkait usia berapa yang termasuk golongan dini, serta bagaimana dengan perempuan yang sudah menikah, akan tetapi belum mengalami haid. Pertanyaannya adalah, apakah ada masa iddah bagi perempuan yang bercerai dalam pernikahan dini?

Definisi Nikah dan Dalil Mengenai Pernikahan Dini dalam Al-Qur’an

Syaikh Zakaria Al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahab menyatakan bahwa perkawinan disebut juga pernikahan yang diambil dari kata “nikah” yang menurut bahasa artinya berkumpul, saling memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi’). Sedangkan secara bahasa makna “nikah” yaitu akad.

Sedangkan dalil mengenai pernikahan dini yaitu terdapat pada Al-Qur’an Surat At-Thalaq: 4,

وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka ialah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. At-Thalaq: 4)

Pertama, Menurut Imam At-Thabari lafadz “Wa al-Laa’i lam yahidn” merupakan lafadz umum (Aam), yang merujuk pada perempuan yang tidak haid. Akan tetapi, lafadz tersebut juga dapat dimaknai sebagai perempuan-perempuan yang belum baligh dikarenakan masih kecil. Secara tidak langsung, Imam At-Thabari mengatakan bahwa lafadz “Wa al-Laa’i lam yahidn” dapat menjadi indikasi adanya penyebutan pernikahan dini di dalam Al-Qur’an.

Masa Iddah untuk Pernikahan Dini

Penafsiran ini didasarkan pada penjelasan ayat yang menyebutkan perihal masa iddah seorang perempuan yang masih kecil atau belum mengalami haid, yang menandakan terjadinya perceraian oleh perempuan yang belum baligh tersebut. Penjelasan yang dilakukan oleh Imam At-Thabari ini senada dengan beberapa penafsiran lainnya seperti yang terdapat dalam kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim milik Ibnu Katsir, Tafsir Jalalain karya Jalaluddin Al-Mahalli dan As-Suyuti, serta Tafsir Ruh al-Ma’ani kepunyaan Imam Al-Alusi.

Kedua, Ibn ‘Ashur dalam kitab tafsirnya Al-Tahrir wa Al-Tanwir ketika menafsirkan QS. At-Thalaq ayat 4, beliau mengatakan bahwa yang dimaksud perempuan yang tidak mengalami haid ialah perempuan yang memang dalam hidupnya tidak mendapatkan balighnya atau haid, namun bisa juga diartikan sebagai perempuan-perempuan yang masih kecil atau belum baligh yang ketika bercerai, masa iddahnya disamakan dengan perempuan tua atau perempuan yang sudah tidak haid lagi (menopause).

BACA JUGA  Hukum Mewarnai Rambut dalam Islam Haram atau Sunnah, Simak Penjelasannya!

Terkait penafsiran yang telah disebutkan di atas, nyatanya memiliki pengaruh atau dampak bagi dua kalangan yakni ulama Fikih dan Sosial.

Pertama, dampak bagi ulama Fikih. Mengenai penafsiran yang telah disebutkan sebelumnya perihal iddah perempuan yang masih muda, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada batasan usia dalam sebuah pernikahan. Meskipun terdapat dalil yang mengatakan bahwa ada batasan usia ketika hendak menikah, misalnya hadis terkait pernikahan Sayyidah Aisyah yang pada saat itu berumur sembilan tahun dengan Nabi Muhammad.

Adapun menurut ulama Fikih, apabila terdapat batas usia dalam pernikahan, maka hal tersebut didasarkan pada apakah seseorang tersebut sudah baligh atau belum. Dimana batasan baligh bagi orang laki-laki ditandai dengan mimpi basah, sedangkan balighnya seorang perempuan ditandai dengan haid atau menstruasi. Namun, dalam Fikih terdapat penjelasan tambahan bahwa seorang perempuan baru bisa dikatakan haid jika telah mencapai usia lima belas tahun, jika ia mengalami haid sebelum masa usia tersebut maka dianggap belum baligh.

Kedua, dampak Sosial. Pernikahan dini dalam pandangan masyarakat sebenarnya tergantung pada kedewasaan individu-individu di dalamnya. Karena, meskipun banyak orang yang mengkhawatirkan pasangan yang menikah di usia dini karena berbagai faktor seperti mental, kesehatan, ekonomi, maupun pendidikan sang anak kelak. Buktinya, keberhasilan dari pernikahan itu sendiri bergantung pada pasangan suami-istri yang terlibat di dalamya.

Pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan di bawah umur. Adapun mengenai batasan usia dalam menikah masih berbeda-beda, ada yang mengatakan sembilan tahun, sembilan belas tahun untuk laki-laki dan enam belas tahun untuk perempuan. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa tidak ada batasan usia yang pasti selain orang tersebut telah dianggap dewasa.

Walhasil, pada saat ini pernikahan dini marak terjadi di kalangan remaja. Dalihnya pun berbeda-beda, mulai dari menghindari pergaulan bebas, married by accident (tak sengaja menikah), adat istiadat, sampai karena kurangnya pengetahuan terkait pernikahan.

Adapun di dalam Al-Qur’an Surat At-Thalaq ayat: 4 merupakan indikasi diperbolehkannya pernikahan dini dalam Islam. Hanya saja, perlu diingat kembali bahwa menikah bukan hanya untuk melampiaskan nafsu semata, karena di dalam pernikahan terdapat berbagai amanah baru yang harus dipertanggungjawabkan baik oleh suami maupun istri. Wallahua’lam bis shawab.

Ziadatul Widadz, Alumni Pondok Pesantren Salafiyah-Syafi’iyyah Situbondo Jawa Timur

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru