Harakatuna.com – Terdapat subordinat yang diartikan dengan “penomorduaan” perempuan. Hal tersebut mengarah pada pandangan bahwa perempuan dikatakan lemah, kedudukannya rendah daripada laki-laki, dari sini dianggap seakan-akan seorang perempuan dan laki-laki menjadi suatu bandingan.
Salah satu contoh yang sering dijumpai, dalam ranah fungsi dan peran yakni: perempuan/istri itu harus lemah-lembut, tidak kasar, cantik, penyayang, sabar, mencuci, memasak, dan lain sebagainya yang mencakup domestik rumah tangga.
Berbeda dengan seorang laki-laki/suami, ia harus relawan, tampan, gagah, bertanggung jawab, kepala keluarga, berwibawa, dan tentu banyak lagi. Hal ini tentu terbentuk oleh sosial-budaya yang terdapat di masyarakat.
Proses tersebut telah diajarkan oleh para orang tua, adat-istiadat, atau juga tafsir agama, atau peran tersebut mungkin kodrat dari Sang Kuasa yang harus kita jalankan. Hal ini memicu munculnya perbincangan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dengan “label” lemah dan laki-laki adalah kuat, menjadikan peran seorang perempuan terpinggirkan.
Perlu diketahui bahwa hakikatnya seorang manusia itu lemah, karena yang Maha Kuasa adalah Allah Swt. Maka dari itu Allah sangatlah adil, untuk menciptakan dengan dua jenis manusia yang memiliki peran yang berbeda. Salah satu fungsinya yakni untuk saling menguatkan dan saling melengkapi satu sama lain.
Hal itu termaktub dalam firman Allah Swt pada surah An-Nisa’ ayat 28 yakni sebagai berikut:
يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْۚ وَخُلِقَ الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا ٢٨
Artinya: “Allah Swt hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah”.
Kitab tafsir Al-Thabari menjelaskan kata dha’if (lemah). Lemah di sini artinya untuk menahan hasrat seksual. Menurut Imam Waqi’, ia menyebutkan bahwa seorang laki-laki ketika berhadapan dengan perempuan akan hilang moral/kesadarannya. Artinya, ya, sama-sama lemah.
Ketika para tafsir menyebutkan hal yang sama terkait laki-laki dan perempuan, tentu harusnya tidak ada kesetaraan gender. Perlu juga dirubah atau direvisi terkait statement bahwa “perempuan lemah”, karena pada dasarnya keduanya (laki-laki dan perempuan) memiliki kelebihan dan kekurangan dan ada waktunya bahwa seorang laki-laki akan mengalami titik kelemahannya.
Dari tulisan di atas dapat ditarik benang merah yakni bahwa manusia hakikatnya diciptakan dengan keadaan lemah. Tidak hanya perempuan saja yang dianggap lemah, namun laki-laki pun juga ada saatnya ia lemah. Tentu lemahnya laki-laki dan perempuan memiliki porsi masing-masing. Maka dari itu, laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi.
Sekian,
Wallahu a’lam bi ash-shawab