28.2 C
Jakarta
Array

Perdebatan Para Sarjana

Artikel Trending

Perdebatan Para Sarjana
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Perbedaan adalah sunnatulah yang tak mungkin bisa pungkiri, pertama karena perbedaan itu menunjukan kasih sayang tuhan yang tak terbatas kepada umatnya, akan tetapi tidak semua orang bisa merasakan kasih sayang ditengah perbedaan tersebut, hanya orang yang berpikirlah yang mampu merasakan kasih sayang di tengah perbedaan tersebut, hal ini dikarenakan bagi orang yang masih mengedepankan hawa nafsu dalam menyikapi perbedaan akan membawanya kepada jurang perpecahan dan pertikaian.

Kedua karena perbedaan itu pada dasarnya akan membuat manusia bisa mengerti dan menyadari betapa pentingnya arti persatuan. Gusdur pernah mengatakan yang di benci Islam adalah perpecahan bukan perbedaan. dengan demikian menjaga persatuan merupakan suatu kewajiban yang seharusnya dipikul oleh semua elemen bangsa tanpa terkecuali.

Ketiga karena perbedaan pulalah yang kemudian akan memunculkan ilmu-ilmu pengetahuan baru dalam dunia akademik, tanpa adanya perbedaan dalam berpikir tidak mungkinlah akan tercipta  budaya kritis terhadap suatu pengetahuan, kealpaan budaya kritis inilah yang akan menyebabkan kejumudan dalam berpikir sehingga pengetahuan berhenti berproduksi.

Munculnya perbebatan-perdebatan dalam hal apapun didunia ini muncul karena adanya perbedaan dalam berpikir, ketidaksetujuan seseorang terhadap pemikiran seseorang juga di awali dengan karena adanya perbedaan dalam berpikir.

Banyak perdebatan perdebatan yang telah di contohkan oleh sarjana kita, baik perdebatan secara langsung maupun tidak langsung, sebagai contoh perdebatan secara tidak langsung dalam hal filsafat dimulai ketika Alghazali mengkritik para filsuf yang telah dianggap keluar dari ajaran Islam melalui buku karanganya yang berjudul Tahafut Alfalasifah, kemudian Ibnu Rusyd menjawab kritikan Alghazali terhadap para para filsuf tersebut melalui karyanya yang berjudul Tahafut Attahafut. dan akhirnya kedua buku hasil perdebadatan kedua sarjana Islam tersebut memberikan sumbangan yang  cukup besar bagi khazanah keilmuan Islam.

Sedangkan perdebatan secara lansung dicontohkan oleh dua sarjana Islam yang ahli dalam bidang hukum islam (fikih), yaitu antara Imam Syafi’i dan Sufyan Assaury. Perdebaban kedua tokoh ini direkam secara baik oleh Muhammad Bin Ahmad Assyatiri dalam buku karangan yang berjudul Syarhul Yaqutin Nafis.

Kedua sarjana muslim ini mendebatkan tentang status kesucian kulit bangkai binatang dengan cara disamak, Imam Syafi’i berpendapat bahwa kulit bangkai binatang selamanya tidak bisa berubah menjadi suci walaupun telah berkali-kali disamak, hal ini didasarkan kepada hadist nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sedangkan Sufyan Assauri berpendapat bahwa kulit bangkai binatang bisa suci dengan cara disamak, hal ini juga berasal dari hadis yang telah disepakati para sarjana muslim. Argumen perdebatan yang digunakan kedua sarjana ini sama-sama kuat, akhirnya perdebatan di akhiri dengan pendapatnya masing-masing tanpa ada yang kalah dan yang menang.

Karena kekaguman dan penghormatan terhadap keluasan ilmunya Imam Syafi’i, akhirnya Sufyan Assaury menuliskan dalam bukunya dengan pendapat Imam Syafi’i bahwa kulit bangkai binatang tidak bisa suci selamanya walaupun telah disamak, sedangkan juga karena kekaguman dan penghormatan terhadap keluasan ilmunya Sufyan Assaury, akhirnya Imam Syafi’i menuliskan dalam bukunya dengan pendapatnya Sufyan Assaury bahwa kulitnya bangkai binatang bisa suci dengan cara disamak.

Dari perdebatan kedua sarjana ini lihatlah tidak adanya kekolotan dalam berpendapat, lihatlat pula bagaimana sarjana kita mengikuti suatu kebenaran setelah mereka mengetahui dalil dan sumbernya walaupun itu berasal dari orang lain, tidak ada saling mencela dan menyalahkan setelah mereka saling mengklarifikasi pendapatnya, bahkan mereka saling saling menukar pendapatnya, dengan mengakui pendapat lawannya sebagai pendapatnya.

Dengan demikian berdebatlah dengan baik terhadap sesuatunya jangan ada cela dan hujatan jika terjadi perbedaan, bukankah perbedaan itu merupakan kasih sayang tuhan. Pendapat kita benar tapi ada kemungkinan terjadi kesalahan, pendapat mereka salah tapi masih ada kemungkinan untuk benar.

[zombify_post]

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru