26.8 C
Jakarta

Perca-Perca Teroris JI di Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamPerca-Perca Teroris JI di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Noor Huda Ismail, memberikan tesis baru tentang penjelmaan teroris Jamaah Islamiyah di Indonesia. Menurutnya, JI yang mempunyai dua wajah yang saling berlawanan. Wajah pertama adalah ”dakwah”. Anggota JI dalam wajah ini sangat mahir merangkul masyarakat secara luas. Wajah kedua adalah ”jihad”. Anggota dalam wajah ini berusaha membela umat ketika mereka tertindas.

Dengan wajah terakhir itulah, masyarakat terpana dengan pola gerak JI. Kemudian pelan-pelan masyarakat ikut bergabung dengan JI. Bergabungnya masyarakat bersama JI bukan karena alasan ideologi jihad terorisnya. Melainkan karena kultur sosialnya yang kuat.

Dari sini terlihat, JI pintar dalam mengelola dinamika masyarakat. Sebagaimana ia pintar mengolah emosional umat. Dengan demikian, tidak hanya masyarakat awam yang jatuh hati pada JI. Tetapi orang-orang pintar macam ZA, anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI); FAO, pendiri partai politik yang pernah diterima Presiden Jokowi di Istana; dan AA, yang dikenal sebagai ustaz yang aktif berdakwah di tengah masyarakat, ikut terlibat pada gerakan JI. Alhamdulillah hari ini mereka tertangkap.

Padahal sebelumnya, tiga orang tersebut punya jejak rekam yang baik. Tiga-tiganya orang-orang yang sangat cerdas. Namun JI tidak kalah akal. Karena pintar, mereka, seperti ZA, dibiayai oleh JI untuk kuliah ke Madinah dan Mesir. Setelah selesai, ZA tidak tinggal di Madinah-Mesir. Dia harus menebus balas budi ke JI. Akhirnya ia pulang dan menjadi pendidik-pendakwah serta masuk dalam jajaran strategis di pemerintahan seperti MUI. Di MUI semuanya berjalan di bawah kontrol ideologi JI.

Dengan kecerdasannya itu, ZA diharapkan mampu memoles JI agar bisa diterima masyarakat luas. Strategi itu sudah terjalankan sejak lama. Bahkan HTI juga menjalankannya. Menurut Ismail, strategi inilah yang disebut dengan ”tamkin”. Yakni ’penguasaan wilayah’ atau bisa juga ’penguasaan pengaruh’ dalam sebuah pranata sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan.

Penyebaran Ideologi JI di Pendidikan

JI memang terlihat loyal dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Ketika terjadi bencana alam Gunung Merapi, misalnya, anggota JI turun membantu masyarakat tanpa melihat latar belakang agama mereka. Termasuk kepada mereka yang tertindas di wilayah konflik di tingkat nasional, seperti Ambon dan Poso, atau di tingkat internasional, seperti di Afghanistan, Moro, Myanmar, Suriah, dan Irak. Namun, kata Ismail, semua itu bukan berarti JI organisasi moderat.

BACA JUGA  Maraknya Konten Ekstrem-Radikal di Media Digital yang Wajib Dimatikan

Termasuk juga pada keloyalan dalam menyebarkan pendidikan di Indonesia. Tinjauan Ismail, salah satu layanan JI yang sangat getol digarap adalah dunia pendidikan. Bahkan hari ini, JI memiliki sekitar 150 lembaga pendidikan. Semuanya dibangun atas kebutuhan masyarakat. Ada yang untuk kalangan menengah ke atas, ada yang khusus perempuan, dan ada yang untuk yatim piatu dan golongan kurang mampu (Noor Huda Ismail, Kompas, 25/11/2021).

Pendidikan yang ditawarkan mulai dari tingkat penitipan anak, TK, SD, SMP, SMA, hingga D-3 yang tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Ambon, NTB dan Bima. Dan ribuan orang ”menerima manfaat” dari layanan JI ini (Ismail, Kompas, 25/11/2021).

Meski dengan jalan itu sungguh sangat membutuhkan modal banyak, di bawah pimpinan JI baru, Parawijayanto, semuanya bisa diatur. Di bawah kendali eks manajer human resource development perusahaan top Jawa Tengah itu, manajemen JI terbilang rapi. JI mempunyai perusahan besar, seperti perkebunan sawit, perikanan, kotak amal, dan lain-lain (Ismail, Kompas, 25/11/2021). Maka sangat gampang mereka mengatrol orang, membiayai, kemudian mendandani.

Tak terpungkiri hari ini JI begitu lincah. Wajah orang-orang Jamaah Islamiyah ini tidak terlihat bringas seperti dulu. Wajah anggota JI hari ini sama seperti orang-orang biasa. Namun demikian, JI menyimpan aset-aset yang mematikan. Pertama, aset pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia dan mungkin sudah teresusupi ajaran dan ideologi jihad JI. Kedua, aset senjata dan bom yang setiap saat bisa meledak, dan karena itu membahayakan keamanan negara dan bangsa.

Menyadari hal di atas, sudah saatnya pemerintah bergerak cepat dengan strategi monumentalnya. Sebelum dua aset JI itu meledak. Sebelum semuanya terlambat.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru