32.7 C
Jakarta

Perangi Konten Radikalisme dengan Upgrade Dakwah Santri di Media Sosial

Artikel Trending

KhazanahPerspektifPerangi Konten Radikalisme dengan Upgrade Dakwah Santri di Media Sosial
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

ddakHarakatuna.com – Santri merupakan seorang pembelajar yang berusaha mendalami agama Islam. Santri lekat dengan identitas pemuda-pemudi yang senantiasa mengikuti guru di manapun menetap. Sehingga tempat tinggal mereka berada di dekat guru, yang kemudian disebut dengan pesantren.

Kata santri sendiri berasal dari kata ‘sastri’ yang berarti melek huruf. Pengertian itu sejalan dengan visi seorang santri yang ingin memperdalam keilmuan keagamaan dengan sungguh-sungguh. Berbekal niat dan tujuan itu lah, dalam kenyataanya pun seorang santri sering tampil menjadi seseorang yang dipercaya masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah keagamaan.

Sejak era revolusi industri 4.0, manusia dikenalkan dengan dunia baru, yaitu dunia maya. Dunia maya dengan media sosial sebagai perantaranya menjadikan manusia bisa bersosialisasi satu sama lain serta berinteraksi tanpa terbatas ruang dan waktu. Jangkauan yang luas ini tentu memberi dampak positif yaitu kemudahan mendapatkan informasi, termasuk seputar ilmu keagamaan.

Namun, di sisi lain kemudahan tersebut berdampak buruk bagi masyarakat yang asal menyomot informasi tanpa memilah mana yang sebaiknya dipercayai, dianut dan dilaksanakan. Sering kita temui orang berpendapat seputar keagamaan di media sosial. Bahkan seseorang tanpa bekal keagamaan serta background keilmuan yang memadai, berbicara seoalah-olah dia yang paling benar.

Hal tersebut memiliki dampak yaitu matinya kepakaran. Ini terlihat dari banyaknya ujaran kebencian yang banyak muncul di kolom komentar pada akun media sosial. Hanya karena penyataan yang tidak sesuai dengan pengetahuan sebelumnya, atau tidak sesuai kehendak diri, mereka berkomentar dengan ujaran kebencian, bahkan tuduhan kafir sangat mudah untuk dicapkan.

Sikap tidak menerima perbedaan, tidak menghargai keberagaman, mudah menilai salah orang lain, bahkan mudah mengkafirkan inilah yang menyebabkan kondisi keagamaan di Indonesia khususnya, sulit untuk sampai pada kata damai. Persoalan keagamaan menjadi hal yang sangat sensitif. Termasuk menjadi penyebab perpecahan bahkan di kalangan umat Isam sendiri.

Peran dan Urgensi Santri

Sebagaimana kondisi yang dijelaskan di atas, di sini lah pentingnya dakwah seorang santri. Sebagai seseorang yang terdidik dalam bidang agama, santri memiliki tugas menyebarkan ajaran Islam yang rahmatal lil ‘alamin. Didukung kebiasaan hidup berdampingan dengan para santri dari berbagai daerah di pesantren, sudah seharusnya menjadi triger kuatnya jiwa nasionalis dan cinta keberagaman, sehingga paham-paham yang ramah terhadap keberagaman bisa berkembang dengan baik.

Terlebih, pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang masih sangat eksis sampai saat ini. Hal itu menunjukan model pengajaran serta apa yang diajarkan sesuai dengan kondisi sosial kemasyarakatan negara Indonesia. Kultur yang melekat, model pengajaran yang mengedapankan nilai-nilai moral, sudah saatnya muncul ke permukan agar lebih dikenal masyarakat luas. Literatur-literatur kepesantrenan yang sarat akan nilai-nilai moral dan cinta perdamaian harus sebanyak mungkin di-up ke media sosial.

Hal tersebut juga sebagai upaya membendung paham-paham radikalisme dan intoleran yang sangat tidak ramah dalam konteks keindonesiaan. Santri harus aktif menjadi pihak kontra-radikalisme, khususnya di media sosial. Dengan salah satu jalan yang ditempuh ialah dengan aktif berdakwah di media sosial.

BACA JUGA  Filter Bubble: Penyebaran Radikalisme Dunia Maya yang Harus Diwaspadai

Road Map Dakwah Santri di Media Sosial

Kesuksesan dakwah santri di media sosial, harus dibarengi upaya oleh orang dari berbagai pihak seperti santri, pesantren dan para stakeholder seperti pemerintah. Untuk mewujudkan perdamaian global dan media sosial yang ramah terhadap keberagaman, dapat dimulai dengan mengembangkan potensi santri dalam berdakwah. Dengan bekal ilmu keagamaan serta semangat jiwa nasionalis, santri diharapkan mampu mewujudkan perdamaian di bangsa Indonesia yang multikultural ini.

Dimulai dari santri sebagai pelaku, yang dalam hal ini diharapkan memiliki kesadaran tentang pentingnya berdakwah dalam mensyiarkan Islam. Hadis Nabi: “Sampaikanlah dariku walau satu ayat”, seharusnya bisa menjadi trigger bagi santri dalam agar terus semangat dalam berdakwah.

Pesantren tentu menjadi komponen yang penting untuk terlibat. Harapannya, pesantren mengajarkan para santri tentang teknik-teknik berdakwah tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga dalam dunia maya. Program literasi digital ke pesantren yang telah dicanangkan pemerintah dapat terlaksana maksimal apabila pesantren tetap memberi kesempatan pada santri untuk mengenal dunia digital dan segala hal yang berkaitan.

Pesantren juga memberikan fasilitas seperti website pesantren, akun media sosial seperti instagram, facebook, youtube maupun twitter, sebagai tempat para santri belajar berdakwah di media sosial. Dengan begitu santri dapat berperan dan mengambangkan diri di dunia digital khususnya di media sosial.

Selain diajarkan kitab-kitab kuning, untuk memperkuat nasionalisme santri bisa diberi materi tentang Islam dengan konteks Indonesia. Seperti ketika belajar tentang fikih, santri diajak berdiskusi dan bermusyawarah tentang hukum manakah yang tepat diterapkan di Indonesia. Bisa juga dengan mengajak santri aktif berdiskusi menanggapi isu-isu aktual atau berdiskusi tentang wacana-wacana yang “tidak ramah” terhadap keberagaman Indonesia, untuk kemudian diposting sebagai dakwah di media sosial.

Misalkan ada 400 santri yang menulis hasil musyawarah tentang ajaran Islam moderat. Dan masing-masing dari 400 santri tersebut memiliki 500 followers aktif. Maka, saat 400 santri tersebut memposting tulisan tersebut, dengan waktu yang singkat akan ada 200.000 penduduk Indonesia yang membaca dan mengetahui tentang ajaran apa itu Islam moderat. Bisa dibayangkan apabila 4,3 juta santri aktif bermedsos dengan berdakwah, perdamaian global yang diharapkan akan sangat mudah terwujud.

Selain pihak santri dan pesantren pemerintah juga perlu berperan, yaitu dengan aktif mensosialisasikan dan mendiskusikan program-progam tentang keagamaan ke pesantren, seperti program Moderasi Beragama Kemenag misalnya. Sejauh ini, diskusi seminar atau workshop yang diselenggarakan hanya bisa diikuti oleh ‘kalangan tertentu’ saja. Terlibatnya pesantren dan santri dalam mengkampanyekan program, akan membantu pemerintah dalam merealisasikan program diseluruh kalangan masyarakat.

Dengan demikian, perdamaian global dengan suasana media sosial yang ramah terhadap keberagaman dapat benar-benar terwujud apabila seluruh pihak seperti santri, pesantren dan pemerintah saling bersinergi untuk mewujudkannya. Selain itu, Indonesia juga akan memiliki generasi-generasi produktif yang berkahlak santri dan berjiwa nasionalis tinggi.

Rofiqoh Nurul Ashfiya'
Rofiqoh Nurul Ashfiya'
Mahasiswi Ilmu Al-Qur'an Tafsir, STAI Al-Anwar Sarang Rembang

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru