Harakatuna.com. Banda Aceh. Pemuda dinilai sangat mudah digerogoti paham-paham radikalisme, pada 2010 Bukit Jalin pernah menjadi pusat pelatihannya, sehingga ada 71 orang terdeteksi menjadi perhatian pengikut paham tersebut, namun sekarang lokasi itu sudah menjadi tempat wisata di Aceh Besar.
Hal ini disampaikan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Aceh, Tuanku Muhammad pada diskusi Resolusi Penanganan Berkembangnya Gerakan Radikalisme, di Banda Aceh, Kamis (30/3/2017).
Menurutnya, hal tersebut sudah menyeret nama Aceh berkaitan dengan beberapa aksi teror yang terjadi di tanah air. Oleh karena itu, peran penting pemuda sangat dibutuhkan untuk menekan terjadi gerakan-gerakan radikalisme khususnya di Aceh.
“Terseretnya nama Aceh dalam serangkaian aksi teror menimbulkan rasa tidak nyaman di masyarakat, oleh karena itu peran pemuda dan mahasiswa sangat penting melalui organisasi-organisasi kemahasiswaan,” ulasnya.
Selain gerakan radikalisme, menurutnya Komunis Gaya Baru (KGB) merupakan ancaman terbesar yang saat ini sedang menyasar mahasiswa dan pemuda-pemuda, sehingga dia mengharapkan agar pemuda-pemuda senantiasa untuk menumbuhkan rasa cinta pada tanah air. Bertoleransi serta berdialog dalam menyelesaikan permasalahan antar umat beragama.
“Kita harus menjadi pemuda yang cerdas, selektif jangan menjadi penyebar kekerasan dan menjaga toleransi antar sesama umat beragama, serta malakukan dialog-dialog untuk penanganan gerakan radikalisme di Aceh,” pungkasnya
Dalam diskusi yang digagas Pengurus Wilayah, KAMMI Aceh yang bekerjasama dengan Institute For development of Acehnese society (IDeAS) ini ikut hadir sebagai narasumber dari Badan Kesbangpol Aceh yang diwakili oleh Dedy Andriansyah, Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Aceh, Kurniawan, Pakar Resolusi Konflik Unsyiah Effendi Hasan serta Ketua KAMMI Aceh Tuanku Muhammad.