29.8 C
Jakarta

Peran Masjid Sebagai Penggerak Perekonomian di Era New Normal

Artikel Trending

KhazanahEkonomi SyariahPeran Masjid Sebagai Penggerak Perekonomian di Era New Normal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pandemi Covid-19 belum bisa dikatakan berakhir. Namun, sebagai manusia yang butuh segala sesuatu untuk kelangsungan hidup, tidak bisa hanya dengan berdiam diri dirumah terus-terusan. Saat inilah yang dinamakan the new normal life atau kehidupan normal baru. Secara sederhana new normal adalah bagaimana kita bisa beraktivitas dengan berdampingan dengan Covid-19 dengan tetap menjaga kesehatan. Saat ini telah diketahui bahwa perekonomian Indonesa terus menurun hingga 5,32 persen di kuartal ke II tahun ini. Pemerintah telah menerapkan kebijakan-kebijakannya guna memperbaiki perekonomian bangsa. Saat inilah pemuda dibutuhkan untuk mengeluarkan inovasi-inovasinya untuk mempercepat pemulihan perekonomian.

Di Indonesia sendiri, jumlah penduduk beragama Islam menduduki peringkat ke-4 di dunia. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan masjid yang terus bertambah dan berkembang setiap waktu. Jika kita memperhatikan sirah Nabi Muhammad SAW maka dapat ditemukan fakta bahwa dahulu masjid memiliki peran vital dalam kelangsungan sebuah peradaban. Beliau menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan umat. Selain sebagai tempat ibadah, masjid digunakan sebagai pusat pendidikan, musyawarah, strategi perang, hingga bidang sosial, hukum, bahkan perekonomian. Di Indonesia sendiri ada lebih dari 800.000 masjid yang tersebar disemua wilayah. Apabila disetiap daerahnya ada realisasi badan perekonomian berbasis masjid yang bisa dikelola dengan maksimal, maka perekonomian Indonesia diharapkan bisa membaik saat pandemi ini.

Keberadaan masjid di Indonesia pada umumnya merupakan salah satu perwujudan aspirasi umat Islam sebagai tempat ibadah yang menduduki fungsi sentral. Selama ini masjid di Indonesia masih disakralkan hanya pada aspek ibadah semata. Fungsi masjid sebagai penggerak roda kegiatan sosial ekonomi kurang mendapat perhatian. Padahal di era new normal saat ini dengan merealisasikan peran masjid sebagai tonggak perekonomian sangat dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu penyebab hal tersebut terjadi, sehingga masjid-masjid di Indonesia yang megah sangat jauh dari aktivitas umat. Karena fungsi yang sebenarnya sangat strategis, maka diperlukan pemberdayaan manusia yang paham, terampil dan mengerti tentang hal tersebut.

Instrumen kesejahteraan yang dimiliki umat Islam sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an dan al-Hadist adalah zakat, infak dan sedekah. Ketiganya merupakan instrumen untuk menyelesaikan problematika ekonomi yang melanda Indonesia. Akan sangat disayangkan jika dana-dana dengan jumlah yang besar tersebut saat ini seolah-olah hanya menjadi sebuah pajangan di papan masjid. Padahal dengan memaksimalkan potensi dana tersebut sebagai dana pembiayaan, jamaah sekitar masjid dapat terbantu, bahkan bisa meluas lagi hingga masyarakat sekitar bisa terkena dampaknya.

Pembentukan lembaga-lembaga perekonomian berbasis masjid sebenarnya sudah mendapat payung hukum. Seperti pengelolaan zakat yang telah diatur oleh UU No. 23 tahun 2011. Pada undang-undang tersebut disebutkan di Pasal 53 PP No. 14 tahun 2014 bahwa BAZNAS (Badan Amil Zakat Naional) Pusat dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di masjid Ibu Kota Negara, pasal 53 BAZNAS Propinsi dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di Masjid Raya Propinsi, sedangkan BAZNAS Kabupaten/Kota dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di masjid/mushola/surau di wilayah Kabupaten/Kota. Dari hal tersebut bisa kita ketahui bahwa apabila BAZNAS aktif melakukan sosialisasi dan pelatihan, hingga dibentuknya UPZ dimasing-masing daerah, maka realisasi terhadap pertumbuhan perekonomian berbasis masjid akan terlaksana.

Pemberdayaan ekonomi yang dikembangakan oleh UPZ bisa bervariasi tergantung dengan kearifan lokal daerah masing-masing. BAZNAS di daerah agraris seperti BAZNAS Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara memiliki program unggulan yaitu Zakat Comunity Development (ZCD) bagi kelompok petani. Sedangkan BAZNAS yang berada di daerah industri/perkotaan akan lebih mengedepankan pada program yang bersifat permodalan, seperti BAZNAS Kabupaten Gresik dengan program modal usaha untuk sektor UKM. Dari hal tersebut dapat diketahui dana yang disalurkan tidak harus berupa pemberian untuk konsumtif, tetapi pengelola dituntut untuk lebih mengedepankan aspek jangka panjang dengan melihat kebutuhan mustahik (orang yang berhak menerima zakat) sampai dia terbebas dari belenggu kemiskinan. Sebagai contoh, dana zakat yang terkumpul disalurkan untuk jamaah masjid yang mempunyai usaha produktif berupa modal usaha, bantuan alat kerja, ataupun pelatihan untuk meningkatkan kapasitas pengembangan usaha mereka. Dengan program ini jamaah yang pada mulanya kekurangan modal usaha, modal kerja maupun ketrampilan bisa meningkatkan pendapatan ekonomi mereka.

Selain pembentukan Unit Pengumpul Zakat, masjid dengan kapasitas yang memadai dapat membentuk lembaga keuangan lain seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) berbasis masjid. Baitul Maal (rumah) adalah badan penerima titipan dana zakat, infaq dan sedekah dan mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanah, sedangkan Baitut Tamwil adalah badan yang bertugas melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas pengusaha mikro dan kecil dengan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Jadi, Baitul Maal wa Tamwil merupakan lembaga keuangan syariah yang berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana kepada yang membutuhkan bantuan, terutama pengusaha kecil dan mikro. Dengan produk-produk keuangan yang dimiliki Islam, keyakinan bahwa pengembangan dana yang dikelola tersebut bisa dimaksimalkan. Sehingga dengan perputaran uang tersebut, masyarakat dengan golongan menengah kebawah akan banyak yang terbantu, dimana mereka terkadang kesulitan mendapatkan pinjaman di bank.

Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang adalah salah satu contoh masjid yang aktif dengan berbagai kegiatan usaha, Siti Aisyah dalam jurnalnya yang berjudul “Membangun Kekuatan Ekonomi Masjid” melakukan penelitian bahwa di masjid tersebut banyak sekali bidang usaha yang dikembangkan oleh pengurus masjid tersebut. Mulai dari bidang jasa, bidang barang dan bidang penghimpunan. Diantara kegiatan tersebut adalah usaha pangkas rambut, Balai Pengobatan KH. Ahmad Dahlan, BPR Nurul Barakah, Badan Bimbingan Haji dan Umrah, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang, TPA, Toko buku, toko alat tulis hingga toko perlengkapan seperti souvenir, madu lebah, perctakan dan stampel. Dengan dibukanya usaha-usaha tersebut maka masyarakat sekitar yang memiliki kualifikasi bisa menjadi pengurus usaha tersebut, sehingga masjid juga dapat berperan sebagai pembuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat, terutama saat ini banyaknya pekerja yang menganggur karena adanya pemutusan kerja. Masjid Muhammadiyah Padang seharusnya dapat dijadikan contoh bagi masjid-masjid lain, karena dengan kemajuan pengelolaan untuk memakmurkan masjid tersebut akan membawa dampak yang sangat positif bagi masyarakat sekitar dan negara.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam membangun dan merealisasikan perekonomian berbasis masjid dapat dilakukan dengan yaitu :

Pertama, meningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus masjid. Kunci utama dalam pengambangan ekonomi berbasis masjid adalah terletak pada pengurusnya. Apabila pengurus tersebut mampu menggerakkan masyarakat sekitar untuk bersinergi memakmurkan masjid, maka kedepannya pasti akan lebih mudah. Oleh karena itu kemampuan dan para pengurus masjid perlu mendapat perhatian khusus.

Kedua, mendata potensi masyarakat sekitar masjid. Umumnya para pengurus masjid memiliki data mengenai jamaah yang tergolong mampu dan kurang mampu. Namun dengan data itu saja tidaklah cukup akurat untuk merealisasikan perekonomian berbasis masjid. Data-data tersebut bisa ditambah dengan persebaran tempat tinggal, pekerjaan masing-masing indovidu jamaah, latar belakang pendidikan, dan data yang lain yang mendukung.

Ketiga, menganalisa potensi ekonomi di lingkungan sekitar masjid. Analisa mengenai lingkungan masjid sangat diperlukan, seperti menganalisa letak kestrategisan lokasi sehingga bisa memaksimalkan potensinya. Tentunya dengan analisa yang tepat, akan menggiring pada pemilihan aktivitas ekonomi yang tepat. Misalnya saja, masjid yang terletak di daerah dimana banyak penduduk yang berprofesi sebagai petani tidak akan sama dengan masjid yang terletak di daerah perumahan. Masjid yang ada di wilayah pertanian bisa membuka usaha toko pertanian, dan masjid yang berada di daerah perumahan bisa membuka toko kebutuhan sehari-hari.

Keempat, membangun jaringan dengan masjid lainnya. Sumber kekuatan bisnis saat ini adalah dengan memiliki jaringan, semakin luas relasi maka semakin kuat pula bisnis yang yang dimiliki. Dengan membangun relasi dengan masjid lain yang memiliki misi yang sama, akan sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak untuk saling melakukan studi banding. Dengan adanya hal tersebut masjid diharapkan memiliki manfaat yang luas bagi masyarakat.

Pengembangan masjid sebagai penggerak ekonomi di Indonesia sangat dibutuhkan saat ini, melemahnya perekonomian dikarenakan pandemi dapat dimulai dengan merealisasikan hal tersebut. Oleh karena itu, pengurus masjid memerlukan kompetensi tentang manajemen pengelolaan masjid dan harus mampu menyesuaikan zaman yang semakin moderen. Bukan saatnya lagi pengurus mengandalkan sistem pengelolaan tradisional yang didalamnya tidak ada perencanaan matang, tanpa ada jobdesk masing-masing, tanpa laporan pertanggungjawaban keuangan dan sebagainya. Dengan berdampingan bersama Covid-19 tidak membuat kita pasrah, namun justru membuat kita semakin berfikir kreatif dan inovatif tentang pengembangan perekonomian masyarakat, khususnya yang berbasis masjid. Maka dari itu, dibutuhkan adanya sinergi dari pemerintah, para pemuda, masyarakat terutama pengurus masjid, BAZNAS dan badan-badan lain yang sejalan sebagai penggertak kesadaran bagi semua orang akan besarnya peran masjid dalam perkembangan perekonomian di Indonesia.

Chetrine Alya Rinaima
Chetrine Alya Rinaima
Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru