31.8 C
Jakarta
Array

People Power dan Literasi yang Merusak Demokrasi

Artikel Trending

People Power dan Literasi yang Merusak Demokrasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pesta demokrasi yang telah usai, bukan hanya melahirkan seorang pemimpin namun juga melahirkan dampak kerusuhan yang mengancam kesetabilan negara. Tercatat tanggal 21 sampai 22 Mei, sejumlah orang melakukan aksi di depan kantor KPU dan Bawaslu untuk menolak putusan yang telah ditetapkan oleh KPU selaku pengadil dalam pemilu. Sayangnya, aksi demonstrasi tersebut diwarnai dengan berbagai tindakan provokasi dan sejumlah berita hoaks yang berujung pada kerusuhan diantara para demonstran.

Dikutip dari technologue.id, tercatat ada sejumlah berita hoaks yang mampir ke media sosial yang mewarnai aksi demonstrasi yang akrab dikenal dengan sebutan people power. Pertama, berita tentang Personil Brimob yang menyamar memakai baju TNI AL. Sebuah postingan berupa foto anggota TNI yang memakai kaos kaki Brimob dan pasukan Brimob yang menyamar pakai pakaian TNI AL. Namun faktanya, foto yang diposting tersebut adalah anggota pasukan Marinir TNI AL dengan tanda menggunakan baret ungu sesuai dengan warna baret yang telah diperuntukan.

Kedua, Polisi menembaki para demonstran di dalam Masjid. Sebuah video pendek tersebar luas yang berisi mengenai rekaman situasi di sebuah Masjid di daerah Tanah Abang. Dalam video tersebut, dinarasikan bahwa Polisi menyerang para demonstran yang berada di dalam Masjid tersebut dengan cara menembakinya. Faktanya, suara-suara tembakan yang terdengar dari video tersebut adalah suara dari luar Masjid, suara-suara itu berasal dari kerusuhan yang terjadi di sekitar daerah Masjid tersebut, yaitu di daerah Tanah Abang.

Ketiga, soal adanya penembakan peluru tajam di Jalan Sabang. Polri menegaskan anggotanya yang bertugas melakukan pengamanan di depan KPU pada 22 Mei 2019 hanya dibekali tameng dan gas air mata. Aparat yang bertugas dilarang membawa senjata api dan peluru tajam. Jadi, isu yang beredar bahwa ditemukannya selongsong senjata api yang digunakan aparat keamanan tersebut adalah tidak benar.

Literasi yang seharusnya menjadi cermin berpolitik yang sehat disalahgunakan untuk menyerang lawan demi kekuasaan semata. Betapa ruginya kita apabila sesama bangsa Indonesia saling menjatuhkan hanya demi meraih kekuasaan. Seharusnya literasi yang dimiliki digunakan untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada publik bukan menyesatkannya.

Namun begitu, masyarakat juga harus mempunyai literasi yang cukup agar tidak mudah terprovokasi kabar hoaks. Masyarakat harus meningkatkatkan literasi membaca yaitu kemampuan untuk memahami, menelaah, dan membandingkan satu bacaan dengan bacaan yang lain. dengan literasi membaca yang rendah dengan mudah masyarakat akan dipengaruhi dan diprovokasi oleh media.

Memang di zaman digital seperti sekarang ini, Informasi bagaikan ombak di lautan yang sulit dihentikan. Disinilah kemampuan literasi diperlukan agar dapat memilah bacaan yang benar dan tidak menyesatkan. Suatu opini yang dibangun  dari media yang tidak bertanggung jawab dapat menancap di dalam otak dan menjadi suatu doktrin tersendiri.

Beberapa Solusi

Melihat literasi yang disalahgunakan dalam suasana pemilu ini, maka ada tiga solusi untuk mengatasinya: Pertama, peningkatan literasi membaca. Yakni mendidik masyarakat agar tidak mudah menerima informasi dengan tanpa adanya penyaringan. Mengajarkan masyarakat untuk membedakan pola penulisan berita hoaks dengan berita faktual. Selanjutnya membangun opini masyarakat mengenai pentingnya persatuan dan mengamalkan Pancasila yang menjadi dasar negara.

Kedua, ajarkan masyarakat untuk menulis narasi kebangsaan. Hal ini bertujuan untuk meneruskan ilmu yang telah didapatkan dari kegiatan sebelumnya. Sehingga masyarakat tidak hanya menerima ilmu namun juga dapat berperan aktif untuk menyebarkannya.

Ketiga, mempertebal keyakinan masyarakat akan kebangsaan. Hal ini bisa dilakukan melalui perenungan. Bisa merenungkan bagaimana persatuan dapat mengalahkan penjajah yang telah lama menguasai negeri. Menukil satu atau dua ayat dari kitab suci sebagai prinsip persatuan yang harus dipegang.

Mari kita wujudkan literasi  yang sehat, tidak digunakan untuk menyerang atau menjatuhkan lawan. Semoga literasi tidak dipermainkan lagi untuk kepentingan yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Jaga terus kerukunan demi tegaknya nilai persatuan.

[zombify_post]

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru