29 C
Jakarta

Penulis Kritis Dapat Ancaman Kelompok Radikalis, Mungkinkah?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPenulis Kritis Dapat Ancaman Kelompok Radikalis, Mungkinkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Tadi malam saya mencandai atau, kalau meminjam istilah generasi milenial, prank teman sendiri yang getol mengkritik Ade Armando dalam tulisannya berjudul “Benarkah Ade Armando Provokator yang Berbahaya bagi NKRI?

Saya pikir, teman saya akan menanggapinya biasa saja atau malahan tidak percaya. Ternyata, dia menanggapinya serius. Mungkin, dia takut mendapat serangan dari Ade Armando dan fans-fansnya. Meski, Ade Armando tidak bakal melakukan tindakan anarkis seperti yang dilakukan kelompok radikal.

Kritik penulis memang suatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Tanpa kritik, penulis tidak bakal menghadirkan tulisan yang membangun khazanah pemikiran ke arah yang lebih baik. Tapi, yang penting kita sadari, bahwa penulis kritis butuh payung hukum yang melindungi. Sehingga, ia hidup dengan tenang tanpa dibayang-bayangi ancaman.

Perlindungan hukum itu penting karena penulis hanya memiliki kekuatan menarasikan gagasannya dalam bentuk tulisan. Ia belum mampu menjaga keselamatan dirinya dari serangan musuh. Apalagi, serangan itu berasal dari kelompok radikal yang memiliki jamaah yang lumayan banyak dan fanatik terhadap imamnya. Mereka tidak bakal berpikir dua kali untuk menyerang lawan selagi mendapat perintah dari imam.

Masih ingatkah penulis kritis asal Madura yang meninggal karena ditabrak motor orang tak dikenal? Dialah Ahmad Wahib. Wahid dikenal luas karena catatan hariannya yang cukup memukau berjudul Pergolakan Pemikiran Islam. Wahib meninggal karena mendapat serangan yang dimungkinkan dari orang yang tidak terima atas gagasan Wahib yang tertuang dalam tulisannya.

BACA JUGA  Berpuasalah, Agar Kamu Selamat dari Kejahatan Radikalisme

Sungguh sangat tragis sesuatu yang menimpa Wahib. Semoga tidak terjadi kepada penulis yang lain! Karena, kehadiran penulis dengan kritiknya sangat diharapkan. Tanpa penulis, tidak akan hadir jihad yang mengantar kepada kemaslahatan. Tulisan yang membangun tentunya dihasilkan dari gagasan penulis yang kritis, meski ia tidak selamanya berani “chaos”.

Terus, penting juga diperhatikan oleh pembaca, bahwa kritik yang dinarasikan dalam tulisan yang utuh (bukan komentar sarkas) hendaknya disikapi dengan baik. Caranya merespons tulisan itu dengan tulisan juga biar apple to apple, seimbang. Tidak benar, tulisan direspon dengan kekerasan fisik.

Respons yang berimbang pernah dilakukan oleh Ibnu Rusyd saat merespon kritik Imam Al-Ghazali dalam bukunya Tahafudz al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf). Ibnu Rusyd menulis sebuah karya yang tak kalah keren juga berjudul Tahafudz at-Tahafudz (Kerancuan di Atas Kerancuan) dan tentunya karya ini sebagai jawaban atas buku Al-Ghazali.

Sikap yang dilakukan Ibnu Rusyd adalah sesuatu yang terpuji: tulisan direspon dengan tulisan. Generasi sekarang hendaknya meniru apa yang dilakukan Ibnu Rusyd. Hindari merespons sesuatu dengan fisik. Hal itu menggambarkan orang yang bersangkutan tidak berkualitas.

Sebagai penutup, penting mencegah kekerasan fisik sebagai respon atas tulisan yang kritis. Karena, tulisan adalah sesuatu yang paling dibutuhkan dalam menjaga khazanah keilmuan. Tanpa tulisan, kita tidak akan mengenal Islam yang terekam dalam kitab Al-Qur’an yang tertulis.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru