26.1 C
Jakarta

Pentingnya Sinergi Ormas dan Negara Membangun Indonesia

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuPentingnya Sinergi Ormas dan Negara Membangun Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Pembubaran ORMAS, Penulis: Al Araf, Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia, Cetakan: Pertama, Maret 2022, Tebal: XXX + 364 halaman, ISBN: 978-602-481-784-8, Peresensi: Muhammad Nur Faizi.

Harakatuna.com – Salah satu buku yang membahas historiografi organisasi keagamaan di Indonesia adalah Pembubaran Ormas karya Al Araf. Dari buku ini, kita akan mengerti bagaimana suatu ormas terbentuk, dan ke arah mana pengembangan ormas tersebut. Pengembangan yang dimaksud tidak terlepas dari peran orang di balik layar yang mempunyai kepentingan khusus terhadap ormas tersebut.

Dalam poros pergerakan ormas radikal, ciri pergerakkannya selalu mengarahkan pada pembubaran negara dan pergantian sistem dan bentuk pemerintahan ke yang lebih islami. Terdapat satu kelompok yang diuntungkan dari pergerakan tersebut.

Tidak heran jika ormas sering bersinggungan, karena sifatnya yang menjadi pengaruh peraturan dan opini yang ada di masyarakat. Bahkan suatu ormas yang memiliki massa yang besar, dapat merubah kebijakan negara dalam sekejap mata.

Maka jika menilik buku karya Al Araf, kita akan menemukan gambaran ormas di masa Orde Lama, yang dipaksa dikotak-kotakkan dalam dunia perpolitikan. Tujuan paling utama dari pengotakan ormas adalah untuk melanggenggkan kekuasaan yang telah disusun.

Pada masa orde lama, ormas dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) ormas yang mempunyai afiliasi dengan partai politik dan menjadi onderblouw alias fondasi dari partai tersebut (2) ormas yang menjadi partai politik itu sendiri (3) ormas yang independen atau tidak terikat dengan partai politik manapun (hal. 64).

Seiring berjalannya waktu, ormas terus bertransformasi mengikuti gejolak politik yang ada. Contoh paling nyata adalah pembubaran yang dilakukan kepada Gerakan Pemuda Islam Indonesia tanpa melalui mekanisme peradilan yang benar. Kemudian dugaan Soekarno kepada GPII sebagai penghambat penyelesaian revolusi.

Selain itu ada pula pembubaran Badan penyebar paham Sukarnoisme dengan menggunakan peraturan yang berlaku (baca: Keputusan Nomor 72/KOTI/1964/tentang Pembubaran dan Pelarangan Organisasi Badan Pendukung/Penyebar Sukarnoisme). Ada pula Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1961 yang membubarkan Liga Demokrasi.

Semua putusan tersebut tidak terlepas dari gejolak politik yang terjadi di pemerintahan. Semua mengikuti irama pemerintahan yang naik turun berkenaan dengan kemenangan kepentingan (hal. 315).

Beralih kepada orde baru yang menginginkan pemerintahan menjadi satu komando. Tidak banyak suara yang diperbolehkan keluar, karena ditakutkan mengganggu arah kebijakan presiden. Masa Orde Baru menjadi masa kegelapan bagi demokrasi yang ada (hal. 323). Tidak ada ruang diskusi ataupun ruang untuk berpendapat, karena ditutup rapat-rapat.

BACA JUGA  Gus Dur dan Perjuangan untuk Etnis Tionghoa di Indonesia

Maka afiliasi ormas terhadap partai politik juga ikut dibatasi. Seluruh ormas yang ada harus mempunyai haluan yang sama dengan pemerintahan, agar tidak menimbulkan kontradiksi di tengah masyarakat.

Korban dari Orde Baru adalah PKI yang dibabat habis atas gerakannya yang berseberangan dengan pemerintah. Seluruh orang yang terlibat dalam PKI, dikejar habis-habisan dan dibunuh apabila ditemukan. Semua unsur tersebut dilakukan untuk menghabisi ide yang dikemukakan oleh PKI, sehingga ke depannya tidak akan ada lagi ide-ide yang berseberangan dengan pemerintah. Terjadilah pembantaian besar-besaran dan tercatat kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Kemudian masa Reformasi, yang memunculkan kembali demokrasi dengan membuka celah diskusi yang ada di tengah masyarakat. Timbul banyak partai politik dan ormas yang dulunya senyap di masa Orde Baru. Ramai-ramai mereka menyuarakan ide serta gagasan, tanpa adanya sekat pembatas. Meskipun begitu, ormas yang tidak sesuai dengan haluan negara serta mengancam konstitusi yang ada, terpaksa dibubarkan begitu saja.

Contoh ormas yang terpaksa bubar adalah Gafatar yang mendapat vonis sesat dan penista agama oleh MUI. Keputusan ini dilakukan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. Lalu muncul rentetan kelompok yang mengusung tema yang sama, dan terpaksa pula harus dibubarkan. Sebut saja HTI yang menginginkan pembentukan negara khilafah.

Kriitik dari visi HTI adalah pluralisme yang adad di Indonesia. Gerakan-gerakan yang dipelopori oleh HTI, diduga akan membubarkan Indonesia dan merusak khazanah kerukunan di Indonesia.

Maka dalam prinsipnya, ormas yang ada di Indonesia harus berkesinambungan dengan konsensus negara, selarasa dengan pilar-pilar kebangsaan: ideologi Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Meskipun setiap orang dan kelompok mempunyai gagasan yang berbeda, namun jika menyangkut kedaulatan bangsa, hal itu harus diselaraskan dengan tujuan pendahulu dan visi dan misi bangsa itu sendiri.

Oleh karena itu, ormas mempunyai peran signifikan untuk mendukung nasionalisme dan kedaulatan bangsa Indonesia. Sehingga ke depannya Indonesia dapat maju bebarengan dengan dukungan massa yang besar. Dan dari sinergisitas itulah, negara akan berjaya dan sejahtera.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru