28.2 C
Jakarta

Pentingnya Mempelajari Fiqih Demi Afdalnya Ibadah

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamPentingnya Mempelajari Fiqih Demi Afdalnya Ibadah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Sebagai seorang muslim  yang taat sudah tentu paham akan pentingnya mempelajari suatu ilmu. Ilmu jika diibaratkan bisa dikatakan sebagai sumber cahaya bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa adanya ilmu kehidupan itu akan terasa gelap gulita.

Belajar ilmu merupakan sebuah anjuran dari Rasullullah SAW sebagaimana didalam hadis nabi, yang menyebutkan bahwa anjuran menuntut ilmu itu dimulai sejak lahir hingga akhir hayat.

Rasulullah SAW bersabda:

أُطْلُبِ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْدِ

Uthlubul ‘ilma minal mahdi ilal lakhdi.

Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian (bayi) hingga liang lahat.”

Namun banyak dari mereka yang sedang belajar itu lupa akan ilmu yang paling penting yang seharusnya dipelajari, yaitu ilmu agama.  Salah satu ilmu agama islam yang penting diketahui demi afdalnya sebuah proses ibadah ialah pengetahuan fiqih.

Fiqih menurut bahasa yakni paham yang mendalam. Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa perbedaan pendapat yaitu sebagai berikut :

Menurut kebanyakan fuqaha fiqh menurut istilah ialah “Segala hukum syara’ yang diambil dari kitab Allah SWT, dan sunnah Rasul SAW dengan jalan ijtihad dan istimbath berdasarkan hasil penelitian yang mendalam.

Menurut Syekh Muhammad Abdu al-Salam al Qabbany seorang ulama al-Azhar yang bermazhab salafy mengatakan “fiqih adalah suatu ilmu yang menerangkan segala hukum yang dipetik dari dalil-dalil yang tafshily (ayat,sunnah,ijma’, dan qiyas)”.

Fiqih menurut Abu Hamid Ghazaly berkata ”fiqih menurut pengertian bahasa adalah mengetahui dan memahamkan. Akan tetapi dalam ‘uruf ‘ulama diartikan ilmu yang menerangkan segala hukum syar’i yang ditetapkan untuk perbuatan para mukallaf, seperti wajib, nadar, harabah, dan seperti keadaan sesuatu itu, qadha.

Objek dan ruang lingkup kajian fiqih yaitu hukum hukum juz’i dan dalil-dalil tafshily. Hukum juz’i adalah hukum partikular yang sudah menunjuk pada objek tertentu. Adapun contohnya dalam kehidupan sehari-hari adalah hukum haram meminum khamr, makan daging babi, bangkai dan sebagainya. Lawan dari hukum juz’i adalah hukum kulli, yaitu hukum dalam pengertian masih global dan belum menunjuk pada objek tertentu. Misalnya tema pembahasan hukum wajib yang dibagi berbagai macam.

Yang kedua adalah dalil-dalil tafshily yaitu dalil yang sudah merujuk pada hukum tertentu. Misalnya dalil wala taqrabuz zina sebagai dalil tafshily hukum keharaman yang mendekati zina. Dan dalil tafshily ini yang menjadi domain dalam ilmu fiqih.

Sebagaimana dikatakan wahab khallaf, tujuan dan manfaat mempelajari fiqih adalah mengetahui hukum hukum fiqh atau hukum-hukum syar’i atas perbuatan dan perkataan menusia. Setalah saudara mengetahui, tujuannya  agar ilmu fiqh dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari. Tidaklah ada gunanya ilmu tentang hukum fiqh yang tidak diterapkan di kehidupan sehari-hari. Ini selaras dengan nadlaman kitab zubad :

BACA JUGA  Hukum Mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi

فعامل بعلمو مل يعملن معذب من قبل عباد الوثن

Artinya: ‚Adapun orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya. Maka ia akan diadzab sebelum para penyembah berhala‛.

Ibnu Arabi mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan dengan niat suci dan penuh penghayatan maka sesungguhnya itu adalah dine creations, wujud perbuatan keilahian. Hadis mutawatir dari Nabi Muhammad menegaskan hal tersebut.

Innam al-a’mal bi al-niyat (sesungguhnya nilai amal itu ditentukan oleh niat).” Demikian bunyi hadis mutawatir tersebut. Ini mengingatkan kepada kita, apa pun yang dilakukan hendaknya diawali niat.

Ulama fikih menganggap sia-sia amal perbuatan tanpa niat. Karena itu, Imam Syafii, pendiri Mazhab Syafii yang dianut di Asia Tenggara, mengharuskan adanya niat untuk perbuatan jika dikehendaki sebagai ibadah.

Niat sesungguhnya ialah konsep matang dari dalam diri tentang perbuatan yang dilakukan. Dalam bahasa manajemen, niat disepadankan dengan programming atau perencanaan yang baik.

Tanpa perencanaan, sulit mengharapkan hasil baik. Dalam ilmu manajemen modern, selalu dititikberatkan arti penting sebuah programming. Sebab, pekerjaan tanpa perencanaan yang baik pasti tidak menjanjikan hasil yang baik.

Dalam bahasa agama, niat adalah the first creation dan implementasinya adalah the second creation. Seorang Muslim ideal mengerjakan amal perbuatannya dua kali. Sekali dalam niat atau program dan sekali dalam actions. Tuhan pun melakukan kehendaknya dua kali.

Sekali dalam konsep, yaitu di Lauh Mahfudh, dan selanjutnya dalam implementasi. “Tidak gugur selembar daun melainkan tercatat di Lauh Mahfudh,” kata Nabi Muhammad.

Niat yang baik, tulus, dan ikhlas melahirkan energi dahsyat. Seseorang yang bekerja dengan niat ikhlas tidak akan merasa lelah, kecewa, dan frustrasi. Bahkan, mati pun akan tersenyum selama ia mempertahankan niat.

Niat yang baik melahirkan mental hard worker dan good performance yang merupakan prasyarat masyarakat profesional. Niat yang baik menjanjikan output dan outcome yang baik dan besar.

Ini perintah agama dan juga tuntutan hidup. Orang-orang yang memiliki niat luhur dan baik akan mengadopsi inner power dalam dirinya sendiri sehingga seberat apa pun tugas dan pekerjaan, rasanya lebih mudah.

Sebaliknya, niat buruk dan tidak ikhlas akan menyedot energi dan memancarkan fibrasi negatif sehingga orang lain juga merasakannya. Karena itu, perlu mengingatkan pada diri sendiri, segalanya berangkat dari niat baik.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru