27.5 C
Jakarta

Penting! Cara Meneladani Nabi yang Benar dalam Beragama dan Bernegara

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPenting! Cara Meneladani Nabi yang Benar dalam Beragama dan Bernegara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Nabi Muhammad Saw. adalah nabi penutup yang dipercayai oleh umat Islam tanpa terkecuali. Beliau juga mendapat tugas sebagai utusan Tuhan yang menyampaikan ajaran-ajaran agama langit ini. Kepercayaan inilah yang mengantar mereka menjadikan Nabi Muhammad Saw. sebagai panutan hidup. Pokoknya, kalau mau hidup bahagia ikuti apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Sesederhana itu memang!

Mengikuti Nabi Muhammad Saw. memang mudah. Tapi, yang tidak mudah itu cara menafsirkan gaya hidup beliau di jaman dulu untuk diaplikasikan di era sekarang yang sudah mengalami banyak perubahan. Yang paling sederhana, Nabi ketika bepergian cukup pakai unta, sekarang sudah pakai mobil atau kendaraan yang lain. Ini belum persoalan agama yang tentu sudah banyak mengalami perkembangan.

Jadi, tidak dapat dibenarkan bila ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan persis seperti yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. tempo dulu. Mereka pasti berbohong karena pembacaan mereka terhadap gaya hidup Nabi Saw. itu semua merupakan produk penafsiran masing-masing orang. Ada yang menafsirkan secara terbuka. Ada juga yang menafsirkan secara tertutup. Tentu hasil penafsiran yang dilakukan dalam pendekatan yang berbeda akan menghasilkan produk tafsir yang berbeda pula.

Biasanya kelompok yang mengajak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah adalah wahabi. Mereka menafsirkan dua literatur umat Islam ini dengan pandangan mereka sendiri. Mereka tidak percaya produk ijtihad empat mazhab fikih (Imam Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan Hanafi), dua mazhab tasawuf (Imam Ghazali dan Junaidi), dan dua mazhab kalam (Asy’ariyah dan Maturidiyah). Padahal, beberapa imam mazhab ini penting dijadikan rujukan dalam menafsirkan Al-Qur’an disebabkan keilmuan orang mutakhir ini belum sampai di level mujtahid.

Pembacaan kelompok wahabi ini cukup membahayakan. Mereka akan melahirkan pemahaman yang tertutup dan kaku. Karena, apa yang mereka pahami dari dua literatur umat Islam itu tidak membangun diskusi dengan produk ijtihad ulama-ulama terdahulu yang secara kapasitas keilmuan cukup diakui. Pemahaman wahabi ini cenderung mengantarkan seseorang pada pemahaman yang radikal.

BACA JUGA  Momen Tobat Para Teroris Di Malam Nisfu Sa'ban

Pemahaman yang radikal ini akan menggiring seseorang juga terjebak pada ideologi terlarang seperti ideologi yang dibangun oleh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan semacamnya. Mereka akan cenderung percaya doktrin pentingnya mendirikan negara berbasis syariat karena biar dikatakan meniru Nabi Saw. Padahal justru menjadikan negara agama itu yang bertentangan dengan sunnah atau gaya hidup Nabi.

Lebih tragisnya lagi, pemahaman yang cenderung tekstualis itu akan mendorong seseorang melakukan aksi-aksi terorisme yang dilaknat oleh agama. Bukankah para teroris itu mengaku dirinya paling muslim, padahal mereka belum sadar bahwa perkataan dan perbuatan mereka bertentangan. Muslim yang baik bukan seperti itu. Muslim yang baik berbuat persis seperti apa yang diperbuat Nabi Muhammad Saw. Perhatikan Nabi yang tidak gampang menyesatkan orang lain dan cenderung menghormati pemeluk agama di luar Islam.

Mengikuti Nabi Muhammad Saw. yang dibenarkan jikalau penafsiran terhadap sunnah dan ajaran-ajaran yang dibawa beliau itu benar. Penafsiran yang benar biasanya dapat diterima oleh semua kalangan, bukan hanya oleh pemeluk agama Islam sendiri, apalagi oleh kelompok tertentu. Perhatikan bagaimana Nabi mengajarkan toleransi, menghormati perbedaan, membangun persatuan, dan lain-lain. Tidak ada ajaran yang baik ini ditolak oleh umat pada waktu itu. Kalangan kafir Quraisy menolak Nabi hanya karena iri saja. Tidak lebih dari itu.

Sebagai penutup, penting mengetengahkan pemahaman mengikuti Nabi. Mengikuti Nabi yang benar tentu dibarengi dengan pemahaman yang benar pula dan dibekali dengan pengetahuan yang terbuka terhadap perbedaan sehingga melihat perbedaan bukan sebagai petaka melainkan sebagai rahmat bagi semesta.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru