26.1 C
Jakarta

Penolakan Politik Identitas Berbasis Agama Mematikan Gerakan Aktivis Khilafah

Artikel Trending

KhazanahTelaahPenolakan Politik Identitas Berbasis Agama Mematikan Gerakan Aktivis Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Belakangan ini, aktivis khilafah merasa kepanasan dengan peringatan konferensi tahunan yang dilaksanakan Kementerian Agama Republik Indonesia yang biasa dikenal dengan sebutan AICIS (Annual International Coference on Islamic Studies). Tanggal 2-5 Mei lalu, AICIS sudah dilaksanakan di UIN Sunan Ampel Surabaya. Kegiatan ini mengusung tema “Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace”.

Pada tahun ini, AICIS menjadi salah satu momentum yang cukup bersejarah untuk menguatkan komitmen terhadap moderasi beragama, serta menjadi landasan penguatan harmoni dan simfoni dalam beragama, yang ditandai dengan adanya Surabaya Charter atau Piagam Surabaya. Rumusan Surabaya Charter dibacakan oleh Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya pada penutupan AICIS.

 “Menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, khususnya yang berbasis agama, harus ditolak keras,” tegas Prof. Akh. Muzakki, M.Ag.

Pernyataan ini ditolak secara tegas oleh para aktivis khilafah dalam laman website Muslimahnews.com karena bagi mereka, menolak identitas berarti menolak realitas.

“Identitas merupakan hal penting yang melekat pada diri seseorang ataupun benda. Keberadaannya diperlukan untuk mengenali dan membedakannya dengan pihak lain. Tanpa identitas, ia akan sulit diidentifikasi, bahkan bisa berujung pada kesalahan dan kekacauan. Contohnya, pada kartu identitas kependudukan (KTP) tercantum ciri-ciri khusus pemiliknya, seperti nama, alamat, pekerjaan, jenis kelamin, golongan darah, dan lainnya,” pernyataan ini disampaikan oleh salah satu aktivis khilafah.

Sikap yang ditampilkan oleh para aktivis khilafah ini sangat terburu-buru. Sebab identitas itu yang dimaksud bukanlah sosok individu yang memiliki identitas seperti pada realitas yang terjadi. Argumen di atas juga mengacu kepada pemaknaan identitas sosial yang melekat dalam diri seseorang agar mampu dikenal oleh orang lain. Politik identitas berbasis agama yang ditolak keras adalah pemanfaatan agama untuk kepentingan individu/kelompok yang akhirnya menciptakan perpecahan antara yang satu dengan lainnya.

Sebetulnya, keberadaan politik identitas ini menciptakan beberapa, di antaranya: Pertama dapat memunculkan toleransi dan kebebasan. Kedua, dapat memunculkan pola-pola intoleransi, kekerasan dan pertentangan perbedaan agama. Kita perlu menolak keras pemanfaatan agama untuk kepentingan suatu kelompok yang menciptakan polarisasi antar umat beragama sehingga menimbulkan ketegangan satu sama lain.

Di satu sisi, saya sangat sepakat dengan argumen para aktivis khilafah yang menyatakan bahwa, politik identitas adalah realitas yang tidak terbantahkan. Hal ini juga merupakan ciri yang tidak dapat dihindari dalam demokrasi liberal. Sebab sistem politik yang sudah terbentuk, memberikan ruang bagi tumbuhnya upaya-upaya kelompok untuk mengartikulasikan kepentingan dan tujuan berdasarkan kelompok-kelompoknya.

Namun, identitas yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pemahaman bahwa identitas seseorang harus selalu bersifat adaptif terhadap perkembangan zaman. Identitas tidak bersifat tetap dan tidak pernah stabil melainkan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam konteks identitas agama yang dimiliki oleh seseorang, ia akan merepresentasikan ajaran agamanya dan menampilkan diri selayaknya agama yang diyakini. Sehingga ketika dalam praktik politik praktis, seseorang melakukan kampanye hitam karena perbedaan agama yang tercipta, disinilah potensi perpecahan tercipta dan akan terjadi permusuhan di antara yang satu dengan lainnya hanya karena perbedaan agama.

Politik Identitas ala Aktivis Khilafah

Namun, ada praktik lain justru ditampilkan oleh para aktivis khilafah dalam menolak keras pernyataan Rektor UIN Sunan Ampel tersebut. Jauh dari pelaksanaan pemilu yang akan kita laksanakan pada tahun 2024 mendatang, para aktivis khilafah sudah berkoar-koar menerapkan politik identitas yang diwujudkan dengan mengkampanyekan penerapan pemerintahan Islam ala khilafah yang sesuai dengan konsep mereka. Makanya, jika ada yang menolak keras politik identitas berbasis agama, aktivis khilafah maju paling depan. Sebab mereka yang akan dirugikan dari penolakan politik identitas karena mereka sudah menerapkan hal itu dalam gerakan yang dilakukan.

Sistem pemerintahan Islam yang diusung oleh para aktivis khilafah dipraktikkan dengan strategi licik dengan menerapkan black campaign, menyebarkan kebencian kepada pemerintah, melakukan propaganda dan semacamnya. Inilah yang perlu kita tolak dari keberadaan politik identitas berbasis agama. Para aktivis khilafah sudah menciptakan polarisasi antar umat beragama. Mereka selalu menyerukan penegakan khilafah dengan berbagai alasan dan strategi kampanye di media sosial.  Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru