31.1 C
Jakarta

Pengurus FPI Bebas dari Penjara, Haruskah Kita Takut?

Artikel Trending

Milenial IslamPengurus FPI Bebas dari Penjara, Haruskah Kita Takut?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Setelah delapan bulan menjalani hukuman, lima pengurus Front Pembela Islam (FPI) resmi dibebaskan pada Rabu (6/10) kemarin. Kelima pengurus yang dimaksud ialah Ahmad Sobri Lubis, Haris Ubaidillah, Habib Ali Alwi Alatas, Habib Idrus al-Habsyi, dan Maman Suryadi. Bebasnya Ahmad Sabri dkk dibenarkan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Ahmad Ramadhan.

“Sekitar pukul 09.30 WIB, mereka dieksekusi oleh jaksa karena sudah delapan bulan menjalani tahanan sama dengan putusan banding di PT (Pengadilan Tinggi),” terang Ramadhan, seperti dilansir Tempo.

Terkait kebebasan tersebut, sejumlah pihak khawatir bahwa mereka akan membuat ulah kembali. Berdasarkan rekam jejaknya di FPI yang dahulu, bukan FPI yang ramai kemarin, mereka ditakutkan akan berulah kembali untuk menyebar aksi kekerasan, sweeping, persekusi, dan anarki lainnya. Kedamaian selama beberapa waktu tanpa FPI ini diisukan akan segera berlalu, dan berganti menjadi kekisruhan di mana-mana.

Benarkah semenakutkan itu? Boleh jadi akan terkesan berlebihan. Mereka, para pengurus FPI yang bebas kemarin, adalah saudara seiman kita, dan bebasnya mereka mesti menjadi kebahagiaan juga di dalam diri kita. Kita juga besar harap, kejadian masa lalu tidak akan terulang. Mungkin setelah mereka berlima, Habib Rizieq Syihab juga akan dibebaskan pula. Itu pasti terjadi pada waktunya. Sebenarnya kita juga belum tau apa yang bakal terjadi.

Namun demikian, yang namanya waspada dan hati-hati tetaplah merupakan keharusan. FPI, sekalipun ia menerima Pancasila dan NKRI, tidak seperti para aktivis khilafah yang anti-Pancasila dan anti-NKRI, memiliki sejarah yang panjang dengan kekerasan itu sendiri. Maka, ketakutan setelah kelima punggawa FPI tadi bebas, sangat lumrah. Masalahnya adalah, apakah setelah pengurus FPI bebas dari penjara, kekerasan akan kembali terjadi?

Kekerasan Kembali?

Belum tentu. Kekerasan, secara fenomenologis, tidak terjadi di ruang kosong. Ia lahir dari ideologi yang menemukan pembenaran di tataran sosial, lalu menjadi gerakan sosial terstruktur. Kemudian setelah menjadi gerakan sosial, ia ditumpangi kepentingan politik. Selama pihak yang mereka anggap musuh memberi ruang, kekerasan tersebut akan terjadi. Jika tidak? Bisa jadi tetap terjadi, tetapi kemungkinan besar akan tidak.

Apakah kita harus takut atau tidak, kita bisa mempertimbangkannya melalui dua hal. Pertama, track record kelima pengurus tersebut di FPI. Ahmad Sobri merupakan tokoh sentral FPI di era Habib Rizieq. Ia adalah Ketua Umum, yang kerap kali ikut dalam beberapa aksi, baik di Monas maupun aksi long march. Para habaib, di saat yang sama, juga menjadi panutan sentral di kalangan laskar FPI. Dan kunci dari segala kemungkinan ini adalah satu: pengalaman perlawanan, di mana kelimanya berada.

BACA JUGA  Menerima Hasil Pemilu 2024 sebagai Wujud Kedewasaan Berdemokrasi

Kedua, FPI hari ini. Beberapa waktu lalu, FPI yang baru, Front Persatuan Islam, viral. Mereka bahkan selesai dengan perumusan Anggaran Dasar-nya, juga deklarasi di sejumlah daerah. Artinya, FPI hari ini lagi bangun dan, mungkin, sudah siap beraksi lagi. Sementara itu, Ahmad Sobri, juga pengurus FPI yang lama, masuk di struktural FPI baru sebagai penasihan. Ini adalah momentum yang pas. AD selesai, deklarasi sudah. Apalagi yang ditunggu? Solidaritas.

Maka di sinilah mungkin ketakutan kita akan bebasnya lima pengurus FPI tersebut menemukan pembenaran. Kita takut kelima pengurus tersebut akan memainkan peran, karena secara rekam jejak, mereka punya basis yang kuat di akar rumput—sisa dari “barokah” FPI lama. Tidak perlu banyak kata untuk menarik simpatisan, lalu membangun kekuatan baru. Itu yang mesti dikhawatirkan. Apalagi, di bawah, para laskah tinggal menunggu komando.

Harus Waspada

Waspada di sini tidak dengan cara anarkis. Sekali lagi, dinamika politik FPI yang baru masih terlalu dini untuk ditebak. Katakanlah, misal, donaturnya tetap yang lama, yaitu Keluarga Cendana, yang memang musuh bebuyutan dengan trah Soekarno yang sekarang memimpin gelanggang politik petahana. Akan ada usaha propaganda karena latar belakang politik tadi. Dan FPI, sebagai kendaraan propaganda mereka, niscaya beraksi kembali.

Maka di sini menarik untuk dicatat, FPI adalah organisasi massa politik. Dan ketakutan kita bukan pada doktrinnya yang berbahaya, sebagaimana ketakutan terhadap Hizbut Tahrir atau Ikhwanul Muslimin dengan doktrin khilafahnya, melainkan pada tren kekerasan yang akan mereka mainkan. Ketakutan kita, dengan bebasnya pengurus FPI yang baru saja bebas dari penjara, lebih merupakan ketakutan politis ketimbang ideologis.

Tetapi justru karena itu, masalah ini mesti menjadi perhatian. Pemerintah harus mengawasi gerak-gerik mereka, para pengurus FPI, secara penuh. FPI yang baru dengan hadirnya Ahmad Sobri sebagai penasihat tidak akan menjadi organisasi pasif pemersatu umat Islam saja. Sebaliknya, ia akan menjadi organisasi yang mengancam persatuan. Di bawah bendera persatuan umat, para pengurusnya hanya menunggu momentum “politisasi”.

Intinya apakah kita harus takut dengan bebasnya lima pengurus FPI kemarin? Takut tidak perlu, tapi waspada hukumnya wajib. Yang tidak boleh adalah mengabaikan, apatis, dan menganggap mereka tidak berbahaya. Ini keliru. Ahmad Sobri dkk bukan orang sembarangan. FPI berada di genggaman mereka sudah sejak lama, dan mereka punya pengaruh di kalangan para laskar.

Sekarang ketika FPI baru muncul, bagaimana misal dalam waktu dekat mereka melakukan konsolidasi dan menggelar kengerian-kengerian yang sudah pernah mereka lakukan sejak dahulu dengan massa yang lebih besar?

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru