34 C
Jakarta

Penggusuran di Sheikh Jarrah Ditangguhkan

Artikel Trending

AkhbarInternasionalPenggusuran di Sheikh Jarrah Ditangguhkan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Tel Aviv – Pengadilan Israel, pada Selasa (22/2), menerbitkan perintah penangguhan rencana penggusuran keluarga Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur. Pembekuan proses penggusuran bakal berlangsung sampai pengadilan memutuskan banding yang diajukan keluarga Palestina tersebut.

Keluarga Salem menerima perintah pengusiran terhadap mereka pada November tahun lalu. Dalam surat itu, mereka diberi tenggat paling lambat hingga 1 Maret 2022 untuk mengosongkan kediamannya. Keluarga Salem diperintahkan menyerahkan properti itu kepada pemukim Yahudi yang telah mengeklaim petak tanah milik mereka.

Pengacara keluarga Salem, Medhat Diba, mengungkapkan, pengadilan Yerusalem Magistrate setuju menangguhkan penggusuran sampai memutuskan banding yang diajukan pihaknya. Salah seorang anggota keluarga Salem, Khalil Salem, mengapresiasi keputusan penangguhan oleh pengadilan.

“(Keputusan itu) adalah langkah positif karena kami berada di ambang kehilangan rumah kami,” katanya, dikutip laman Al Arabiya.

Sheikh Jarrah telah menjadi simbol perlawanan warga Palestina terhadap kontrol Israel atas Yerusalem. Kasus pengusiran keluarga Salem menjadi fokus ketegangan baru-baru ini di wilayah tersebut. Organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International memperingatkan Israel bahwa aksi pemindahan paksa warga Palestina di bawah pendudukannya merupakan kejahatan perang.

“Pemindahan paksa merupakan kejahatan perang dan pilar sistem apartheid,” cicit Amnesty beberapa waktu lalu.

Desakan HRW

Dalam perkembangan berbeda, Human Rights Watch (HRW) menyatakan, Uni Eropa (UE) harus melarang segala bentuk perdagangan dengan pemukim ilegal dan Israel. Seruan larangan ini merupakan bagian dari Inisiatif Warga Eropa (ECI).

BACA JUGA  Pengadilan Tinggi India Tunda Pelarangan Madrasah

“Pemukim (Israel) secara tidak sah merampas tanah, sumber daya, dan mata pencaharian penduduk lokal. Tidak ada negara yang boleh mengizinkan perdagangan barang-barang yang dihasilkan (pemukim Israel) sebagai akibat dari pencurian tanah, pemindahan dan diskriminasi,” ujar Chief Advocacy Officer di Human Rights Watch, Bruno Stagno, dilansir Middle East Monitor, Rabu (23/2).

ECI terdaftar di Komisi Eropa pada September 2021 dan diluncurkan pada 20 Februari 2022. ECI menuntut undang-undang untuk membatasi akses pasar dan masuknya barang-barang dari pemukiman ilegal ke UE. Termasuk membatasi ekspor UE ke pemukiman ilegal di Israel.

Petisi ECI telah menerima dukungan lebih dari 100 organisasi masyarakat sipil, gerakan akar rumput, serikat pekerja dan politisi. Inisiatif tersebut membutuhkan setidaknya satu juta tanda tangan, yang berbasis di tujuh negara Eropa yang berbeda, agar dapat diajukan ke tahap berikutnya yaitu penyelenggara akan diundang untuk bertemu dengan perwakilan Eropa.

Petisi tersebut menyerukan negara-negara Eropa dan anggota parlemen untuk mengadopsi undang-undang yang melarang impor produk yang dibuat di pemukiman ilegal Israel. Termasuk melarang ekspor produk UE di wilayah tersebut.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru