26.1 C
Jakarta

Pengerahan Militer Tangani Teroris Harus Selektif

Artikel Trending

AkhbarNasionalPengerahan Militer Tangani Teroris Harus Selektif
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta-Pengerahan militer dalam menangani terorisme tak boleh serampangan. Selain harus diawasi secara ketat, kasus-kasus terorisme yang penanganannya melibatkan TNI juga harus dipilih secara saksama.

“TNI sebenarnya dibutuhkan dalam penanganan terorisme, namun sifatnya hanya membantu. Khususnya di daerah-daerah tertentu yang memiliki medan berat seperti hutan belantara,” kata Koordinator peneliti Imparsial, Ardimanto Adiputra, melalui keterangan tertulis, Selasa, 2 Juni 2020.

Meski begitu, Ardimanto tak sepakat dengan isi rancangan peraturan presiden (perpres) tentang tugas TNI ikut memberantas terorisme. Perpres itu, kata dia, memungkinkan TNI terlibat penuh dalam pemberantasan teroris.

“Pelibatan TNI dalam menghadapi terorisme di dalam negeri belum urgen. Lebih baik sebatas supporting (perbantuan) untuk institusi penegak hukum. Itu pun hanya untuk kasus tertentu seperti di Poso, mengingat area operasinya adalah hutan belantara dan aparat penegak hukum tidak terlatih di sana,” kata dia.

Walaupun sifatnya hanya membantu, keterlibatan TNI tetap harus diawasi. Karena, kata dia, masih ada yang cacat prosedural. Sebagai amsal, keputusan memperbantukan TNI di Poso belum melibatkan DPR.

“Ini cacat prosedural. Seharusnya, pelibatan tersebut dilakukan berdasarkan keputusan politik negara yang dibuat bersama DPR sebagai fungsi check and balances,” kata dia merujuk Pasal 7 ayat 3 UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.

BACA JUGA  Legislator Apresiasi BNPT Tak Ada Gangguan Terorisme saat Lebaran

Jika disahkan, ia melanjutkan, perpres akan menjadi cek kosong bagi TNI untuk terlibat langsung menangani terorisme. Perpres itu memungkinkan TNI bekerja tanpa adanya pengawasan parlemen.

“Karena menghilangkan kewajiban adanya keputusan politik negara yang dibuat bersama DPR,” kata dia.

Imparsial juga mengkritik sumber anggaran yang tercantum dalam rancangan perpres. Disebutkan, dana penanganan terorisme yang melibatkan TNI dapat bersumber selain dari APBN, seperti APBD dan sumber lain yang tidak mengikat.

“Frasa itu juga bertentangan dengan UU TNI. Hal ini berpotensi terjadi penyalahgunaan karena minimnya akuntabilitas,” kata Ardimanto.

Rancangan perpres ini sudah diserahkan pemerintah ke DPR pada 4 Mei lalu. Selanjutnya, DPR akan memberikan pertimbangan merujuk aturan di atasnya, yakni UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Setelah itu, baru diputuskan apakah perpres diterima, ditolak, atau dikembalikan.

Sejak rancangan perpres itu diserahkan ke DPR, gelombang penolakan terus disuarakan. Sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat bahkan membuat ‘petisi bersama masyarakat sipil menolak rancangan perpres’.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru