26.7 C
Jakarta

Pengaruh Budaya terhadap Perkembangan Islam

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPengaruh Budaya terhadap Perkembangan Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Beberapa bulan silam Islam Nusantara menjadi isu debatable, diperdebatkan. Ada yang setuju dan ada yang menolak. Mereka yang setuju melihat bahwa Islam punya kaitan yang erat dengan budaya (ats-tsaqafah), sehingga design Islam beragam. Islam yang berkembang di Arab tidaklah sama dengan Islam yang berkembang di Indonesia. Perbedaan ini disebabkan perbedaan budaya. Sedang, mereka yang menolak menduga bahwa hadirnya Islam Nusantara adalah Islam gaya baru yang berbeda dengan Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw., sehingga dipastikan Islam Nusantara sesat-menyesatkan.

Perdebatan yang sepertinya sudah tidak lagi terlihat batang hidungnya pada era mutakhir mengingatkan saya saat beberapa hari berada di Madura. Saya merasakan cita rasa Islam di Madura berbeda dengan rasa Islam di Jakarta. Sederhananya, Madura melihat Islam terbatas pada Nahdlatul Ulama atau yang akrab disebut NU. Organisasi ini didirikan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Madura dapat disebut fanatis melihat NU sebagai ideologi. Saking fanatisnya, saat ditanya, “Apa agamamu?” Orang Madura selalu ngejawab, “NU”. Sungguh lucu, kan? NU menjadi agama. Tak heran jika kehadiran Muhammadiyah menjadi ideologi minoritas di Madura. Apalagi paham Syiah yang dianggap sesat. Sungguh amat sangat kecil kemungkinan Syiah diterima dan berkembang di sana.

Jakarta melihat Islam lebih luas. Islam dapat diklasifikasikan tidak hanya terbatas pada NU, FPI, atau Muhammadiyah. Namun, Jakarta memilah Islam menjadi dua versi: Islam Moderat dan Islam Garis Keras (ekstremisme). Islam moderat berdiri di tengah-tengah dua sisi yang saling berseberangan: Islam tekstualis yang menuhankan teks tanpa terkecuali dan Islam liberalis yang memuja rasio sehingga melupakan teks sebagai tali kendali. Sebagai penengah Islam moderat memadukan dan mengawinkan teks dan realitas sehingga keduanya mencipta warna yang indah.

Islam ekstrem adalah Islam yang berlebihan menuhankan teks dan menutup diri dari perkembangan realitas. Karena itu, Islam ekstrem tidak berkembang, tertutup, dan sempit cara berpikirnya. Pikiran yang tertutup melihat teks akan mempengaruhi pelakunya bersikap ekstrem. Sedikit-sedikit perang karena banyak bertemu dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung soal perang, sementara orang tersebut belum melihat kronologis (sabab an-nuzul) ayat yang dibaca. Selain itu, belum dianalisa makna semantiknya. Biasanya Islam ekstrem cenderung fanatis terhadap pendapat kelompok tertentu, lebih-lebih pendapat sendiri. Sementara, pendapat orang lain diklaim salah, lebih-lebih sesat.

Perbedaan cara pandang Islam dapat ditarik sebuah konklusi bahwa Islam berkembang karena perkembangan budaya. Keterbukaan Islam mengisyaratkan bahwa Islam selalu siap berinteraksi dengan budaya yang beragam. Perbedaan budaya akan sangat mudah membentuk Islam tanpa mengubah esensi yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Sebut saja, soal boleh tidaknya membuka kerudung. Kerudung hendaknya dipakai bila Islam berkembang di pesantren atau institusi Islam. Namun, bila Islam berkembang di perkotaan, kerudung tidak wajib dikenakan, karena batasan aurat masih debatable antar ulama. Ada yang mewajibkan menutup aurat sekujur tubuh bagi sosok perempuan di luar shalat. Ada yang memberikan keringan untuk membuka kerudung, karena menutup aurat hanya dengan pakaian terhormat. Bila pakai bikini dianggap terhormat di pantai Kuta, maka secara tidak langsung perempuan sudah menutup aurat.

BACA JUGA  Momen Tobat Para Teroris Di Malam Nisfu Sa'ban

Perkembangan Islam di Madura dengan khas ke-NU-annya membentuk masyarakat Madura gemar menggunakan wasilah dalam berdoa. Karena, wasilah sebagai media efektif membantu terkabulnya doa hamba yang masih jauh dari Allah sehingga dengan wasilah doa yang terpanjatkan dibantu oleh orang yang udah deket dengan Allah. Tentunya, hanya orang wali yang deket dengan Allah.

Islam lokal di Madura juga ditemukan dalam praktek Islam gaya Jabariyah (fatalis). Dimulai dari doa yang fatalis banget. Bunyinya, “La mani’ lima a’thaita wala mu’thiya lima mana’ta” (Tiada yang menolak apa yang Allah karuniakan. Tiada yang dapat memberi apa yang Allah cegah). Dalam praktek menata masa depan keluarga, orang Madura rata-rata berani nikah, walau belum punya modal nikah dan maskawin. Karena, orang Madura selalu yakin bahwa Allah akan mengayakan siapa yang nikah, sementara dia hidup dalam kesulitan.

Pengaruh budaya terhadap perkembangan Islam tidak dapat dipisahkan. Keduanya seakan dua sisi yang saling menguatkan. Siapa yang memisahkan Islam dari budaya akan sangat sulit menjadi pribadi yang bijak. Karena, Islam tidak akan hidup tanpa budaya. Tidak penting kemasan Islam yang dihadirkan oleh masing-masing daerah, namun hal yang perlu diperhatikan adalah esensi dari Islam itu sendiri: Apakah Islam yang ditawarkan adalah agama yang membawa rahmat atau tidak? Jangan lagi didengar Islam yang tidak menghadirkan cinta dan kasih. Karena, itu bukan Islam yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Islam yang sebanarnya selalu mencintai yang berbeda dan mengasihi yang lemah. Hanya mengatasnamakan Islam mereka yang bersikap ekstrem dan tidak menghendaki persinggungan Islam dengan budaya.

Esensi Islam yang lain adalah mengajarkan pemeluknya menjadi muslim yang menebar perdamaian. Muslim tidak senang melihat saudaranya tersakiti. Muslim tidak peduli melihat saudaranya menderita. Muslim tidak suka mencaci, bahkan mengkafirkan, saudaranya sendiri. Muslim selalu bersikap baik dan berakhlak santun. Muslim yang baik tidak dapat dilihat dari pakaiannya yang serba putih dan jenggotnya yang panjang. Muslim yang baik diukur dari kualitas ketakwaannya dan sikapnya yang menyejukkan di mata dan hati saudaranya.

Silahkan Islam didesign dengan beragam rupa sesuai budaya lokal dan global. Jangan lagi berpecah karena kemasan. Jangan lagi bertengkar karena produk. Kemasan yang beraneka ragam menampilkan Islam berwarna. Warna akan terlihat indah bila dipadukan satu sama lain. Terlalu picik mereka yang bertengkar karena kemasan yang berbeda. Agar menjadi muslim yang baik dan tidak gemar menyalahkan, janganlah berhenti belajar. Karena, yang membuat cara berpikir sempit adalah sikap fanatis seakan Islam satu warna, satu bentuk, dan satu kemasan. Perbanyaklah membaca perbedaan. Surga itu amat sangat luas. Pahala itu amat sangat melimpah. Islam lokal dan Islam global sama-sama benar, hanya kemasannya yang berbeda, padahal esensinya sama: Islam penuh cinta dan kasih.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru