28.9 C
Jakarta
Array

Pendidikan Nasional, Medsos, dan Tantangan Radikalisme

Artikel Trending

Pendidikan Nasional, Medsos, dan Tantangan Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bidang pendidikan merupakan salah satu pilar bagi perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia. Namun demiakian, bidang vital ini masih memiliki program panjang yang perlu dilaksanakan dengan baik, di antaranya ialah memaksimalkan wajib belajar 12 tahun, memaksimalkan kurikulum baru, mengembangkan kompetensi para guru dan dosen, dan melindungi peserta didik dan mahasiswa dari jeratan paham radikal.

Perlu kita sadari bahwa pendidikan nasional sedang menghadapi tantangan yang kompleks, di antaranya ialah tantangan radikalisme dan terorisme. Tantangan tersebut ditandai dengan maraknya penyebaran paham radikal di berbagai lembaga pendidikan, baik di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK maupun di perguruan tinggi. Penyebaran ini semakin menemukan mementumnya seiring penggunaan media sosial yang semakin masif. Media sosial menjadi salah satu alternatif yang ampuh untuk menyebarkan paham-paham radikal kepada para peserta didik dan mahasiswa, sehingga tidak sedikit yang terpengaruh dengan konten-konten yang disebarkannya.

Indikasi keberhasilan penyebaran paham radikal ditunjukkan dengan hasil penelitian bahwa sekitar 39 persen mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi terindikasi berpaham radikal (damailahindonesiaku.com). Sedangkan hasil penelitian UIN Syarif Hidayatullah yang dipimpin oleh Bambang Pranowo menunjukkan hampir 50% peserta didik setuju tindakan radikal. Ada 25% peserta didik dan 21% guru yang menyatakan Pancasila tidak relevan lagi (www.bbc.com/23/5/2016).

Paham radikal bisa masuk ke lembaga pendidikan, khususnya di kegiatan belajar mengajar karena gurunya. Hasil riset Maarif Institute menunjukkan bahwa penyabaran paham radikal di lembaga pendidikan bisa melalui ekstrakurikuler dan bisa karena gurunya (news.detik.com/26/01/2018).

Menurut Mastuhu (2003:46), guru dirasakan kurang memadai dalam keragaman, dan kompetensi ilmu mengajar. Banyak guru yang nonpendidikan direkrut untuk menjadi guru-guru di sekolah. Namun jika ada guru yang sesuai dengan kualifikasi, pada kenyataannya masih ada yang kurang ahli dan kurang mengetahui ilmu-ilmu lain walaupun hanya dasar-dasarnya. Padahal mengetahui disiplin ilmu lain sangat penting untuk mengidentifikasi hal-hal yang bersifat radikal.

Oleh karena itu, pendidikan nasional perlu mencegah maraknya penyebaran radikalisme tersebut, agar dunia pendidikan bisa memproduksi lulusan yang kontra radikalisme. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran radikalisme dalam pendidikan, di antaranya ialah:

Pertama, memaksimalkan fungsi tripusat pendidikan. Tripusat pendidikan ini terdiri dari keluarga, sekolah, dan masyarakat atau dalam bahasa lain disebut pendidikan informal, formal, dan nonformal. Hal yang perlu dimaksimalkan di tripusat pendidikan ialah pengawasan dan pembelajaran. Pengawasan secara masif perlu dilakukan oleh orang tua, guru, dan masyarakat mengenai pergaulan dan kebiasaannya, karena hal tersebut bisa mencegah anak dari dari berbagai pengaruh paham-paham radikal. Sedangkan dalam pembelajaran perlu dimaksimalkan mengenai toleransi, moderat, dan keadilan.

Kedua, memaksimalkan komponen-komponen pendidikan dengan baik. Komponen-komponen pendidkan yang perlu dimaksimalkan dalam meredam penyebaran radikalisme di pendidikan ialah tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, alat/media pendidikan, lingkungan pendidikan, pendidik, dan peserta didik. Terutama guru, karena guru merupakan pilar penting bagi keberhasilan pencegahan. Guru perlu dikembangkan kompotensinya untuk bisa memahami ilmu lain dan bisa memiliki wawasan yang luas, sehingga memiliki banyak cara dalam melakukan pencegahan.

Ketiga, memaksimalkan media sosial. Media sosial dipercaya sebagai salah satu hal yang paling banyak digunakan oleh para peserta didik dan mahasiswa. Melalui media sosial, pendidikan nasional bisa menyebarkan narasi-narasi kontra radikalisme untuk menggiring pemahaman peserta didik dan mahasiswa, agar mereka menghindari paham-paham radikal. Selain itu, peserta didik dan mahasiswa juga diajak untuk menjadi aktor kontra radikalisme dan berupaya menghindarkan teman-temannya dari jeratan radikalisme.

Harapan terbesar pada seluruh pemangku bidang Pendidikan Nasional ialah dunia pendidikan bisa melalui tantangan radikalisme ini dengan baik, sehingga bisa mendidik peserta didik dan mahasiswa untuk menjadi orang-orang yang beriman, bertakwa, toleran, dan moderat. Lulusan yang beriman, bertakwa, moderat, dan toleranlah yang bisa diterima untuk menjadi generasi penerus bangsa ini. Mereka bisa membawa Indonesia maju tanpa campur tangan paham-paham radikal.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru