26.7 C
Jakarta

Pendidikan Multikultural: Meruwat Realitas, Membangun Karakter

Artikel Trending

Pendidikan Multikultural: Meruwat Realitas, Membangun Karakter
image_pdfDownload PDF

Pendidikan Multikultural: Meruwat Realitas, Membangun Karakter

Oleh: Abdul Halim Fathani*

Multikultural dan pendidikan merupakan rangkaian kata yang berisikan esensi dan konsekuensi yang tidak dapat dipisahkan. Di dalam multikultur terdapat materi kajian bahkan menjadi dasar pijakan pelaksanaan pendidikan, yang keduanya sama-sama penting. Namun, Muhammad Ali (2003:102) mengatakan bahwa saat ini urgensi pendidikan multikulural belum dirasakan secara utuh dalam dunia pendidikan dan oleh masyarakat luas. Multikulturalisme hanya disinggung secara terpisah dan sangat terbatas dalam kajian antropologi, politik, dan sosiologi.

Sesungguhnya, multikulturalisme merupakan kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural sebagai kemestian hidup yang kodrati, baik dalam kehidupan dirinya sendiri yang multidimensional maupun dalam kehidupan masyarakat yang lebih kompleks.

Pendidikan multikultural, dalam perspektif Islam, tidak dapat dilepaskan dengan konsep pluralis, sehingga muncul istilah Pendidikan Islam Pluralis-Multikultural. Konstruksi pendidikan semacam ini berorientasi pada proses penyadaran yang berwawasan pluralis secara agama, sekaligus berwawasan multikultural. Dalam kerangka yang lebih jauh, konstruksi pendidikan Islam pluralis-multikultural dapat diposisikan sebagai bagian dari upaya secara komprehensif dan sistematis untuk mencegah dan menanggulangi konflik etnis agama, radikalisme agama, separatisme, dan integrasi bangsa. Nilai dasar dari konsep pendidikan ini adalah toleransi (Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, 2008: 52).

Multikulturalisme –seyogianya- dapat dipahami sebagai sikap bagaimana masing-masing kelompok bersedia untuk menyatu (integrate) tanpa mempedulikan keragaman budaya yang dimiliki. Mereka semua melebur, sehingga pada akhirnya ada proses “hibridisasi” yang meminta setiap individu untuk tidak menonjolkan perbedaan masing-masing kultur (Ramly, 2005:xiv). Secara historis, pendidikan multikultural sejak lama telah berkembang di Eropa, Amerika dan Negara-negara maju lainnya. Dalam perkembangannya, gerakan pendidikan tentang budaya majemuk (multicultural education) mencapai puncaknya pada dekade 1970/1980-an, terutama di lembaga-lembaga pendidikan Amerika Serikat.

Hampir di setiap lembaga pendidikan di Amerika Serikat baik di Perguruan Tinggi maupun di lembaga persekolahan prinsip-prinsip kemajemukan etnik dan budaya diusahakan agar diintegrasikan ke dalam kegiatan-kegiatan pendidikan dalam rangka pembaharuan kurikulum yang menunjang gerakan pendidikan multikultural. Konsep-konsep tentang etnisitas dan nasionalitas dijabarkan kembali dengan tujuan agar gambaran keberadaan jati-diri “etnik seseorang” jelas di mana tempatnya di dalam kebersamaan dan keseluruhan. Seperti yang dikemukakan Rose bahwa kelompok yang anggota-anggotanya memiliki kebersamaan secara unik dalam warisan sosial dan kultural serta kemudian diwariskan dari generasi kepada generasi berikutnya, disebut kelompok etnik. Biasanya mereka mudah diidentifikasi karena memiliki pola-pola keluarga, bahasa, agama dan adapt istiadat yang berbeda dengan yang lainnya serta memiliki kesadaran kelompok yang tinggi (James A Banks, 1987:9).

Kita semua tahu, bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, memiliki keragaman etnis, budaya, agama, hingga keragaman dalam mengimplementasikan ajaran agamanya masing-masing. Karena itu, kita dapat menyebutnya bangsa Indonesia sebagai bangsa multikultural. Di sisi lain, kenyataan yang demikian (baca: multikultur) menuntut (baca: meruwat) untuk merekonstruksi kembali “kebhine-katunggalikaan” yang dapat menjadi pemersatu sekaligus penguat yang memiliki fungsi untuk mengikat seluruh keragaman yang ada.

Berpijak pada realitas itulah, sudah tidak dapat ditunda lagi, kecuali menyegarakan implementasi dan internalisasi nilai-nilai multikultural melalui lembaga pendidikan, minimal untuk langkah awal. Melalui pendekatan inilah, diharapkan Indonesia akan berhasil membentuk bangsanya dengan menjunjung tinggi semangat “bhinneka tunggal ika”.

Salah satu upaya untuk membangun kesadaran dan pemahaman generasi yang akan datang adalah dengan penerapan pendidikan multikultural yang holistik. Hal ini dikarenakan pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural.

Dengan pendidikan multikultural, kita tidak sekedar merekatkan kembali nilai-nilai persatuan, kesatuan dan berbangsa di era global seperti saat ini, tetapi juga mencoba untuk mendefinisikan kembali rasa kebangsaan itu sendiri dalam menghadapi benturan berbagai konflik sosial budaya, ekonomi dan politik dalam era global. Dengan kata lain, diterapkannya pendidikan multikultural ini, diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan dan ketidakadilan yang sebagian besar dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan kultural seperti perbedaan agama, ras, etnis, bahasa, kemampuan, gender, umur dan kelas sosial-ekonomi dapat diminimalkan.

Implementasi pendidikan multikultural sangat penting sebagai salah satu agenda pendidikan masa kini di Indonesia untuk menyongsong masa depan yang lebih baik, terutama dalam mengembangkan manusia Indonesia yang cerdas. Manusia cerdas tidak hanya cerdik dan berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan menyelesaikan masalah, tetapi juga bermoral, bersikap demokrasi, keadilan dan humanisme.

Di akhir tulisan ini, perlu saya tegaskan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar. Pandangan Indonesia sebagai negara yang “Bhinneka Tunggal Eka” itu sesungguhnya adalah mencerminkan bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural tetapi tetap terintegrasi  dalam keekaan dan kesatuan. Karena itu, membangun karakter masyarakat yang memahami realitas –sebagaimana di atas– untuk menuju bangsa yang bermartabat dengan landasan semangat “bhinneka tunggal ika” sudah seharusnya diupayakan secara cepat, massif, sistematis, terintegrasi, dan berkesinambungan.

*Penulis adalah Dosen Universitas Islam Malang

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru