Harakatuna.com. Abu Dhabi – Para pemimpin Arab dengan tegas menolak rencana yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengusulkan agar rakyat Palestina meninggalkan Gaza dan pindah ke negara-negara lain di kawasan Timur Tengah, sementara Amerika Serikat mengambil alih wilayah kantong Palestina itu. Penolakan ini disampaikan dalam pertemuan antara Presiden Uni Emirat Arab (UEA), Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, di Abu Dhabi, Rabu (19/2/2025).
“Uni Emirat Arab menolak segala upaya untuk memindahkan rakyat Palestina dari tanah mereka,” kata Sheikh Mohammed bin Zayed kepada Rubio, sebagaimana dilaporkan oleh media pemerintah UEA. Presiden UEA tersebut juga menekankan pentingnya menghindari perluasan konflik di Gaza dan mengaitkan pembangunan kembali Gaza dengan jalur perdamaian yang komprehensif dan abadi. “Pembangunan kembali Gaza harus terkait dengan solusi dua negara, yang merupakan satu-satunya cara untuk memastikan stabilitas kawasan,” tegasnya.
Kunjungan Rubio ini merupakan bagian dari lawatannya ke beberapa negara, termasuk Israel dan Arab Saudi, di tengah berlangsungnya gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Gencatan senjata ini memasuki minggu-minggu terakhirnya, dan upaya diplomatik terus digencarkan untuk meredakan ketegangan.
Pada hari Selasa (18/2), seorang pemimpin tinggi Hamas, Khalil al-Hayya, mengungkapkan bahwa kelompok militan tersebut berencana untuk membebaskan enam orang Israel yang masih disandera di Gaza pada hari Sabtu mendatang dan menyerahkan empat jenazah lainnya pada hari Kamis. Keputusan ini disebut sebagai respons atas izin Israel untuk memasukkan peralatan konstruksi dan rumah mobil yang telah lama diminta ke Gaza.
“Sisa sandera yang masih hidup akan dibebaskan sebagai bagian dari tahap pertama dalam perjanjian gencatan senjata, yang akan berakhir pada awal Maret,” ujar al-Hayya. Ia menambahkan bahwa Hamas masih menahan sekitar 70 sandera lainnya, dengan setengahnya masih hidup. Selain itu, empat jenazah lainnya akan diserahkan pada pekan depan.
Sejak dimulainya gencatan senjata, Hamas telah membebaskan 24 sandera, sementara Israel membebaskan lebih dari 1.000 orang Palestina yang dipenjara. Namun, tahap kedua dari gencatan senjata, yang lebih sulit, belum berhasil dirundingkan. Hamas menuntut penghentian pertempuran permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza sebagai imbalan atas pembebasan sandera yang tersisa.
Sementara itu, Israel tetap pada tujuan utamanya, yang didukung Amerika Serikat, untuk menghapuskan peran militer dan pemerintahan Hamas di Gaza, meskipun gencatan senjata sedang berlangsung.