25.6 C
Jakarta

Pemilu 2024: Stop Sikap Ekstremisme di Ruang Digital!

Artikel Trending

KhazanahOpiniPemilu 2024: Stop Sikap Ekstremisme di Ruang Digital!
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Perkembangan dunia digital membuat masyarakat menciptakan ruang baru, yakni ruang digital. Sebagian besar masyarakat mulai tak terpisahkan dari ruang digital. Platform media sosial yang menjadi bagian dari ruang digital saat ini menjadi media kampanye.

Media sosial dianggap efektif dalam menjangkau masyarakat dengan waktu yang relatif cepat. Selain itu, media sosial juga menjadi media untuk penyampaian konten-konten politik. 

Jelang puncak Pemilu 2024, media sosial yang menjadi media berinteraksi antarwarganet semakin ramai dengan konten-konten politik untuk menggalang dukungan. Banyak masyarakat juga yang menyatakan dukungan kepada paslon capres dan cawapres atau caleg tertentu di media sosial. Sayangnya, perbedaan pilihan di antara masyarakat melahirkan sikap ekstrem di ruang digital hari ini. 

Apa Sih Ekstremisme? 

Ekstremisme tidak melulu diartikan dengan gerakan terorisme. Dalam Kamus Besar Bahasa Arab Kontemporer, secara bahasa, ekstremisme semakna dengan tatharruf yang memiliki banyak arti. Salah satu arti tatharruf adalah mendatangi puncak sesuatu sampai pada ujungnya. Tatharruf dapat dimaknai dengan melampaui moderasi dan keseimbangan dalam segala hal. 

Kata tatharruf dapat disandingkan dengan kata al-ghuluww yang memiliki arti berlebih-lebihan dalam segala hal dan kata ashabiyyah yang memiliki arti fanatisme kelompok atau keyakinan. Dengan demikian, kata tatharruf (sikap ekstrem) dapat dimaknai dengan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu secara berlebihan melampaui batas keseimbangan dan moderasi. 

Ekstremisme tidak hanya terjadi dalam bidang keyakinan atau agama, tapi juga dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Contoh sederhana, orang yang makan secara berlebihan atau melampaui batas juga dapat disebut ekstrem. Pun sebaliknya, orang yang tidak makan secara berlebihan juga disebut ekstrem. 

Sikap ekstremis cenderung berpikiran tertutup, intoleran, anti-demokrasi, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Ekstremisme juga dapat melahirkan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal. 

Sikap-sikap ekstrem tidak hanya hadir secara langsung di dalam masyarakat, melainkan juga hadir di ruang-ruang digital. Ekstremisme di ruang digital ini sebenarnya sudah banyak bermunculan dan semakin meradang ketika musim politik seperti sekarang. Itulah kenapa masyarakat Indonesia perlu mewaspadai sikap ekstremisme di ruang digital, terlebih mendekati puncak Pemilu 2024. 

BACA JUGA  Membumikan Pancasila: Tantangan dan Harapan di Era Modern

Bentuk Ekstremisme di Ruang Digital 

Bentuk sikap ekstremisme yang paling banyak ditemukan di ruang digital hari ini yakni kekerasan verbal. Kekerasan verbal merupakan ucapan yang ditujukan kepada seseorang dengan merendahkan, tidak sopan, menghina, mengintimidasi, rasis, seksis, homofobik, atau menghujat. Termasuk membuat pernyataan sarkastik, menggunakan nada suara yang merendahkan atau menggunakan keakraban yang berlebihan dan tidak diinginkan (Johnson, 2000). 

Kekerasan verbal banyak ditemukan di postingan atau komentar dalam media sosial X, TikTok, Instagram, Facebook, dan WhatsApp. Bentuknya pun beragam. Ada yang menghina calon presiden dan wakil presiden tertentu, menghujat atau menghina pendukung yang berbeda pilihan, mengintimidasi seseorang yang berpendapat, dan lain-lain. 

Kekerasan verbal yang banyak ditemukan di media sosial ini dapat disebabkan oleh sikap fanatisme, kondisi di mana seseorang menjadi obsesi berlebihan terhadap pilihan partai politik atau calon-calon legislatif tertentu. Pada akhirnya, sikap fanatisme tersebut berujung pada sikap intoleran, yakni sikap yang tidak menghargai atau menghormati pilihan dan pendapat yang berbeda. 

Stop Bersikap Ekstrem  

Sikap ekstrem atau fanatik terhadap pilihan politik akan merugikan diri sendiri, orang lain, dan bangsa Indonesia. Sikap tersebut akan melahirkan konflik atau perpecahan yang akan mengancam keamanan dan persatuan Indonesia. 

Tulisan ini barangkali menjadi media untuk merefleksikan diri, apakah selama proses menuju Pemilu secara tidak sadar kita menjadi pendukung yang ekstrem atau fanatik. Atau justru menjadi korban dari sikap pendukung yang ekstrem di ruang digital. 

Oleh karena itu, penulis mengajak untuk kembali meneguhkan nilai-nilai toleransi dalam menjalankan proses Pemilu 2024. Perbedaan pendapat atau pilihan adalah sebuah sunnatullah dalam masyarakat plural seperti Indonesia.

Perbedaan ini perlu disyukuri dan dirayakan dengan tetap saling menghargai, menghormati, dan menjaga kedamaian. Mari menjadi pendukung yang bijak dan tidak mudah terprovokasi terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan perpecahan. 

Sumber

Imam Nakhei, Perempuan dan Ekstremisme Kekerasan dalam Perspektif Islam, Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, 2022. 

Edo Dwi Cahyo, “Kekerasan Verbal (Verbal Abuse) dan Pendidikan Karakter”, Jurnal Elementaria Edukasia, Volume 3 No. 2. 2020.

Siti Ummul Khoir Saifullah
Siti Ummul Khoir Saifullah
Anggota Puan Menulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru