Harakatuna.com. New York – Wakil Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Farhan Haq, menegaskan pada konferensi pers yang digelar Selasa (11/2) bahwa gencatan senjata antara Israel dan Hamas harus ditegakkan. Haq menyatakan, “Gencatan senjata ini harus dipatuhi, dan kami berharap agar semua pihak dapat menghormatinya demi menghindari lebih banyak kekerasan dan korban jiwa.”
Pernyataan tersebut muncul setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengancam untuk menarik diri dari gencatan senjata yang berlaku di Gaza. Netanyahu menginstruksikan pasukan untuk bersiap melanjutkan pertempuran dengan Hamas jika kelompok militan tersebut tidak membebaskan sandera yang mereka tahan. “Kami akan melanjutkan operasi militer jika Hamas gagal membebaskan sandera pada hari Sabtu,” ujar Netanyahu.
Pada Senin, Hamas mengumumkan bahwa mereka akan menunda pembebasan tiga sandera lagi. Pada hari Selasa, Hamas kembali menegaskan keputusan tersebut, dengan alasan bahwa Israel belum memenuhi beberapa persyaratan gencatan senjata. “Israel gagal memenuhi komitmen mereka, termasuk tidak mengizinkan tenda dan bantuan lainnya yang telah disepakati untuk masuk ke Gaza,” kata juru bicara Hamas.
Di tengah meningkatnya ketegangan ini, Presiden AS Donald Trump turut membuat Israel merasa lebih tegas dalam menuntut pembebasan sandera. Trump dikabarkan mendesak agar Israel menuntut pembebasan lebih cepat, lebih cepat dari jadwal yang telah ditetapkan dalam perjanjian gencatan senjata. “Israel harus mempercepat pembebasan sandera yang tersisa pada hari Sabtu, lebih cepat dari yang telah disepakati,” ujar Trump, mendorong tekanan terhadap Hamas.
Selain itu, pembicaraan mengenai nasib pengungsi Gaza muncul saat Raja Yordania Abdullah II mengunjungi Gedung Putih pada Selasa. Dalam pertemuan tersebut, Trump mengajukan gagasan agar negara-negara Arab menerima pengungsi Palestina yang melarikan diri dari Gaza. “Negara-negara Arab harus bersedia menerima pengungsi Palestina untuk membantu meringankan beban Gaza,” ujar Trump dalam pertemuan tersebut.
Namun, ketika ditanya tentang rencana Trump untuk mengubah Gaza menjadi kawasan wisata di Laut Tengah, Raja Abdullah tidak memberikan tanggapan yang jelas. Ia mengatakan, “Saya tidak akan memberikan komentar lebih lanjut mengenai isu ini.” Raja Abdullah juga tidak memberikan komitmen untuk menerima pengungsi Palestina dalam jumlah besar, meskipun untuk sementara.
Di sisi lain, Mesir dan Yordania menyuarakan kekhawatiran terkait penerimaan sejumlah besar pengungsi Gaza. Kedua negara ini, yang berbatasan langsung dengan Gaza, menyatakan keprihatinan mengenai potensi gangguan terhadap stabilitas dan keamanan mereka. Mesir dan Yordania, meskipun mendukung solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, khawatir dengan dampak besar yang dapat timbul dari menerima pengungsi tambahan, bahkan jika itu hanya untuk sementara waktu.