27.2 C
Jakarta
Array

Panduan Masuk Dunia Filsafat

Artikel Trending

Panduan Masuk Dunia Filsafat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

 

Judul                            : Sebelum Filsafat

Penulis                         : Fahruddin Faiz

Penerbit                      : MJS Press

Cetakan                       : Kedua, Juli 2018

Jumlah Halaman         : xl + 212 halaman

ISBN                             : 978-602-74625-3-3

.

.

Mendengar istilah ‘filsafat’, penulis kira masing-masing orang akan memiliki tafsir maupun interpretasi yang berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang menganalogikan—bahwa ketika orang mengendarai motor, mengayuh sepeda maupun becak, di sana memerlukan dari apa yang dinamakan dengan ‘filsafat’. Namun, bagaimana jadinya kalau pemaknaan ‘filsafat’ tersebut sebatas diidentikkan dengan asumsi berupa istilah seperti ‘ruwet’, ‘rumit’, ‘melahirkan kekacauan’, ‘mengada-ada’, ‘tidak mau diatur’, ‘membuat susah hal-hal mudah’ atau bahkan ‘anti spiritualitas atau agama’. Bahkan, kemudian merambah pada identitas—orang yang menekuni filsafat—dalam hal ini filosof adalah ia yang berambut gondrong, jarang mandi, tidak sering ganti pakaian dan hidupnya tidak terurus.

.

Dalam buku berjudul Jejak-Jejak Pencarian (Basabasi, 2017), Taufiqurrahman pernah menjelaskan hal-ihwal tersebut saat menjumpai salah satu kasus—saat ia—notabenenya sebagai salah satu mahasiswa yang menempuh studi filsafat di sebuah kampus. Bersama teman-temannya, menyambut dengan riang gembira adik-adik tingkatnya. Pada kesempatan ramah tamah, terceletuk pertanyaan dari salah satu adik tingkatnya yang baru saja resmi menjadi mahasiswa, ‘setelah lulus filsafat, nanti kita kerja apa?’. Pertanyaan tersebut menjadi gambaran akan persepsi umum terhadap pendidikan hanya untuk ‘kerja’. Tak terkecuali di jurusan filsafat. Pertanyaan yang melebihi pertanyaan filsafat itu pun, baginya memberikan gambaran—institusi pendidikan filsafat minim sekali dukungan dari pemerintah.

.

Keluar dari gagasan yang termaktub di dua paragraf awal, di salah satu masjid yang berada di daerah Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saban satu minggu sekali rutin ada kajian filsafat, dengan sebutan berupa frasa: Ngaji Filsafat. Kajian filsafat tersebut, tepatnya berada di Masjid Jendral Sudirman (MJS), yang mana pengampunya adalah Dr Fahruddin Faiz, M. Ag, salah seorang dosen di jurusan Akidah Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Serangkaian kegiatan yang dikemas dengan sebutan MJS Project tersebut kurang lebih berjalan mulai bulan April, 2013. Fokus kegiatan yang dilakukan adalah berupa kajian serta kegiatan-kegiatan yang berbasis literasi.

.

Buku berjudulkan Sebelum Filsafat, setidaknya terbit untuk pertama kalinya pada Oktober, 2013 dan kemudian dengan beberapa revisi yang dilakukan oleh penulis dan terbit untuk kedua kalinya pada bulan Juli, 2018 lalu. Buku ini tentunya menjadi penting dan perlu diedarkan di pasaran, saat wabah munculnya generasi yang menaruh minat pada filsafat semakin tumbuh dan berkembang. Bisa jadi kabar baik, tentunya. Dalam artian, filsafat mulai dimaknai dan dipahami sebagaimana hakikat filsafat itu sendiri. Filsafat tidak sebatas dalam tulisan secarik kertas dengan penuh ketakutan, namun sangatlah begitu luas. “Pada era sekarang, ketika tradisi ‘berpikir mendalam’ dipandang hanya membuang waktu, tenaga, dan biaya, munculnya generasi mendadak filsafat tersebut bagi saya cukup membesarkan hati” (hlm. x).

.

Salah satu anugerah terbesar manusia diciptakan sebagai makhluk di bumi adalah karena ia diberikan akal budi. Berbeda dengan makhluk yang lain—katakanlah binatang maupun tumbuhan. Yang mana, melalui akal budi tersebut, muncullah sebuah kesadaran maupun hasrat untuk mengetahui keberadaan dirinya, dengan pertanyaan demi pertanyaan—siapakah dia? Apa hakikatnya? Untuk apa ia diciptakan di muka bumi? Apa bumi itu? Dan lain sebagainya. Dari situlah, sebenarnya manusia sudah mulai masuk dalam sebuah petualangan luar biasa yang bernama filsafat. “Filsafat adalah kisah pergumulan dan perjuangan manusia dalam memahami dunia dan eksistensi, serta esensi kehidupannya. Begitu akal dan pikiran manusia berfungsi, saat itu pula aktivitas kefilsafatan dimulai” (hlm. 2).

.

Menjadi sebuah ringkasan, Fahruddin membagi buku tersebut ke dalam beberapa bab, yang menjadikan poin-poin penting dalam menelusur pemahaman mengenai filsafat. Masing-masing dari itu antara lain adalah: Apa Itu Filsafat?, Mengapa Harus Filsafat?, Siapa yang Butuh Filsafat?, Filsafat: Antara Produk dan Alat, Menjadi ‘Bijaksana’ dengan Filsafat, Petak-Petak ‘Sawah’ Filsafat, Dari Mitos Menuju Logos, Sikap Mental Seorang Filosof, Ten Commendments-nya Filsafat, Beriman Sambil Berfilsafat, Membaca Teks Filsafat, Menulis Teks Filsafat, Siap Menjadi Filosof?, Apa yang Diperoleh dari Filsafat?, hingga Mutiara-Mutiara Filsafat. Hal tersebut seolah menjadi sebuah keyword maupun pasword untuk log in di masing-masing akun pribadi kefilsafatan.

.

Mafhum, ketika orang akan mendapatkan berbagai kesulitan dalam membaca teks-teks filsafat, apalagi buku yang ada dengan ketebalan tak terkira. Katakanlah buku-buku filsafat yang ditulis Aristoteles, Socrates, Plato, Descartes, Thomas Aquinas, Bertrand Russel, Karl Marx, Ibnu Sina, Al Ghozali maupun tokoh-tokoh filsuf lainnya. Membaca tak sekadar menuntun mata pada setiap kata demi kata, kalimat demi kalimat maupun paragraf demi paragraf. Referensi yang berbasis filsafat, membutuhkan stimulus lain agar seseorang dapat memahami maksud yang disampaikan dan kemudian dapat menginterpretasikan terhadap kehidupan yang dilaluinya. Pikiran filsuf bukan hanya berbicara tentang masa lalu, melainkan juga masa yang sedang berjalan, hingga masa depan yang mungkin akan datang.

.

“Hakikat filsafat sebanarnya hanyalah sebuah alat, cara, dan bukan tujuan. Filsafat pada dasarnya adalah alat untuk menguji hidup, alat untuk refleksi terhadap berbagai problem kehidupan. Filsafat adalah alat, alat untuk mencapai kebenaran” (hlm. 37). Dari pernyataan tersebut menyiratkan bahwasannya filsafat tidak mencari sebuah telos atau yang bisa diartikan sebagai tujuan akhir. Sebagai sebuah konsep dengan berbasis teori, filsafat kemudian dapat dirincikan pada beberapa aspek dalam berbagai lini kehidupan sebagai cara untuk menggapai kebenaran demi kebenaran. Hal lain yang menjadi perhatian dari filsafat adalah latar belakang zaman dan peradaban yang sedang berjalan.

.

Lewat buku ini, Fahruddin Faiz mengajak para pembaca untuk memaknai ulang, memahami keseluruhan—bukan sepotong-potong, mengaktifkan imajinasi serta melatih nalar tentang sebuah hal besar yang bernama filsafat. Dengan demikian, benar adanya ketika sebenarnya filsafat itu merupakan ibu dari segala ilmu pengetahuan. Yang mana, secara mendasar, filsafat lah yang menginisiasi cabang-cabang ilmu pengetahuan baru yang ada sejauh peradaban keilmuan sampai saat ini. Hal lain yang mungkin juga menjadi penting, pesan dari keseluruhan isi dari buku ini tentu saja, bahwa filsafat masih akan terus berkembang. Hal itu bisa saja menjadi antitesis dari apa yang pernah diungkapkan oleh ahli fisika terkemuka yang berasal dari Inggris, Stephen Hawking, di mana dalam salah satu karyanya berjudul Rancang Agung, ia menyatakan bahwa filosofi sudah selesai.

.

Hingga, pada puncak kesempatan menjelajah kata demi kata, kalimat demi kalimat maupun paragraf demi paragraf dari satu halaman ke halaman lain, para pembaca seolah kemudian mendapatkan sambutan dari para filsuf ternama, “selamat datang di dunia filsafat dan selamat berpetualang….”

.

.

* Oleh: Joko Priyono, Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Manifesto Cinta (2017) dan Bola Fisika (2018).

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru