31 C
Jakarta
Array

Pancasila untuk Masyarakat Plural

Artikel Trending

Pancasila untuk Masyarakat Plural
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tentu amat sangat disayangkan jika hari ini masih banyak umat Islam yang meneriakkan Piagam Jakarta yang pernah dihapus untuk dihidupkan kembali. Ini sekaligus mencerminkan beberapa hal. Pertama, masih memelihara egoisme identitas yang berlebihan. Penulis sebut berlebihan mengingat mereka yang meneriakkan kembali berlakunya Piagam Jakarta tak lebih dari “buta” atas realitas komponen bangsa ini. Kedua, tidak mengerti sejarah. Egoimse berlebihan yang dibarengi dengan minimnya wawasan kebangsaan—sejarah bangsa—adalah dua hal yang seharusnya tak dimiliki oleh segenap bangsa ini. Sebab, dua hal tersebut adalah modal untuk menjadi warga negara Indonesia yang baik dan sejati.

Kita tentu sepakat bahwa Indonesia berdiri, sebagaimana dikatakan oleh Benedict Anderson, bahwa Indonesia berdiri bukan atas dasar kesaman agama, budaya, dan ras, melainkan atas dasar perasaan yang sama akan Indonesia maju dan sejahtera dan juga rasa yang sama; sama-sama ingin merdeka. Kesamaan inilah yang kemudian melahirkan sebuah nasionalisme sehingga memunculkan rasa  memiliki dan membentuk ikatan yang dalam dan kuat serta akan mengabdikan jiwa raganya demi negara.

Atas dasar itulah, segenap founding fathers kita bersepakat bahwa bentuk/dasar negara Indonesia adalah Pancasila, bukan Piagam Jakarta. Inilah sejarah panjang Indonesia. Tentu hanya orang yang mengerti sejarah-lah yang dapat memahami dan menerima konsensus ini. Dan perlu ditekankan pula bahwa semua agama yang diakui oleh Indonesia, sejak dahulu kala masing-masing sudah investasi terhadap bangsa dan negara Indonesia melalui berbagai cara.

Ketiga, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragam (plural) dan multikultural. Kemudian ini pula-lah yang dijadikan sebagai dasar sekaligus pertimbangan dihapuskannya Piagam Jakarta kala itu. Sangat sulit bagi bangsa ini—meskipun mayoritas penduduknya Islam—untuk menerapkan syariat Islam.

Piagam Madinah dan Pancasila

Nabi Muhammad, baik dalam kacamata orang Islam dan sebagian besar non-Islam, adalah teladan dalam segala hal/bidang kehidupan, termasuk politik. Sepak terjang dan gerakan serta karya beliau sangat agung nan bermanfaat serta penuh dengan kearifan dan kebijaksanaan sehingga meneladani Beliau adalahcara yang tepat dan benar.

Robert N Bellah dalam magnum opusnya, Beyond Belief menyebutkan bahwa raktif politik Nabi Muhammad di awal Islam sebagai to  modern to succed dan melampaui zamannya (benarbenar maju dan belum ada presedennya dalam sejarah umat manusia). Bahkan, sebagaimana dikutip dari Zainal Abidin (1973:5) dengan apik menjelaskan bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi tertulis pertama di dunia.

Hal ini terlihat dari suksesi tidak memakai sistem monarkhi, yang ketika itu masih menjadi trennya. Selain itu juga mampu menyatukan berbagai lapisan masyarakat yang beragam. Bahkan beliau, melalui Piagam Madinah mampu menjadi pemimpin agamawan sekaligus nasionalis sehingga Piagam Madinah benar-benar menyatukan masyarakat yang memiliki berbagai paham, agama, dan kepentingan.

Husein Haikal (1984) dengan gemulai memberikan penjelasan bahwa spirit dan latar belakang terbentuknya Piagam Madinah adalah sebagai konstitusi yang menaungi seluruh warga Madinah yang bermacam-macam itu dala menjamin keadilan dan kesejahteraan atas segala hak dan kewajibannya.

Dari sini terpotret jelas bahwa Piagam Madinah dan Pancasila spiritnya sama dan lahir dalam konteks yang hampir sama, yakni menyatukan masyarakat yang plural/multikultural sehingga meraka dapat hidup berdampingan dan bekerja sama dalam kebaikan; saling hormat dan menghargai satu sama lain.

Bebebrapa Kesamaan

Harus penulis tekankan bahwa antara Piagam Madinah dan Pancasila sangat berbeda namun demikian ada beberapa hal, terutama arah dan spiritnya, sama dengan Pancasila. Kita semua juga mafhum bahwa Piagam Madinah adalah karya Nabi, sementara Pancasila adalah karya manusia biasa.

Ada beberapa kesamaan antara piagam Madinah dan Pancasila. Pertama, menyatukan seluruh lapisan. Nabi Muhammad sadar betul akan komposisi masyarakat Madinah kala itu dimana ada banyak suku dan aspek perbedaan lainnya. Jika tidak ada aturan yang menyatukan, maka untuk meraih kehidupan dan perdaban yang gemilang ibarat mengharap matahari dan bulan berpelukan. Pulungan (1996:107) menegaskan bahwa konstitusi yang dibuat Nabi Muhammad kemudian memperhatikan asas persatuan dengan menjamin hak semua kelompok sosial dengan memperoleh hak yang sama dalam masalah-masalah umum, sosial, dan politik sehingga dapat diterima semua pihak, termasuk kaum Yahudi.

Piagam Madinah muncul untuk mengakomodir masyarakat yang plural. Yang terdiri dari tiga golongan: (1) kaum Muslimin yang terdiri dari Anshar dan Muhajirin; (2) kaum musyrik, yang terdiri dari orang-orang yang berasal dari suku Aus dan Khazraj yang belum asuk Islam; dan (3) kaum Yahudi yang berasal dari tiga kelompok yang tersebar/berasal dari Kota Madinah (Bani Qainuqa) dan dua kelompok lainnya ada di luar Kota Madinah (Bani Nadir dan Bani Quraizhah). Jadi, meskipun mereka memiliki keyakinan dan agama yang berbeda, tapi mereka memiliki hak yang sama sebagai warga Madinah. Semua itu diatur dalam Piagam Madinah.

Persatuan dalam Piagam Madinah sama dengan Pancasila butir ketiga berbunyi: “Persatuan Indonesia.” Dan butir ini sangat tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam sehingga Pancasila tak perlu disoal. Jika masih menyoal tentang Pancasila, silahkan perbaiki pemahaman agama Anda!

Kedua, menghadirkan perdamaian. Karen Amstrong menjelaskan kondisi masyarakat Arab secara keseluruhan dengan mengatakan bahwa Arab yang terdiri dari suku-suku memiliki karakter suka berperang. Perang adalah salah satu cara untuk menunjukkan kedigdayaan suatu suku. Maka, butir-butir Piagam Madinah mengatur peperangan dan terwujudnya perdamaian.

Dalam Piagam Madinah pasal 44 disebutkan: “Mereka (pendukung Piagam Madinah) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrip.” Dan masih ada lagi pasal tentang hubungan antara Islam non-Islam yang muaranya adalah persamaan dan keadilan.

Persamaan, keadilan, dan persaudaraan sudah termaktub dengan rapi nan indah dalam butir-butir Pancasila. Inilah kesamaan selanjutnya antara Piagam Madinah dan Pancasila.

Ketiga, memegang teguh prinsip syura. Menurut N. Shiddiqi, lewat Piagama Madinah, Nabi Muhammad telah membina watak masyarakat dengan ciri-ciri berikut: (1) aktif dalam bidang politik, agama dan lainnya dengan cara selalu melibatkan rakyat secara patisipatif dalam setiap keputusan yang menyangkut hajat hidup mereka; (2) memebangun masyarakat yang kritis dan inovatif dengan cara menjamin kebebasan berpendapat’ dan (3) selalu menyelasaikan masalah melalui musyawarah. Poin terakhir inilah ada dalam butir Pancasila, yakni sila keempat. Namun sila ini hingga saat ini masih belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan oleh para pendiri bangsa kita. Namun demikian, kita anggap semua ini masih dalam tahap pemantaban akan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Kesamaan lainnya diluar dua poin di atas adalah membangun bangsa yang berperadaban tinggi yang dilandasi dengan nilai ketakwaan dan akhlaqul karimah. Jadi, daripada Anda bersikeras meneriakkan bahwa Pancasila sudah tak sakti dan tak revelan lagi sehingga harus diganti dengan menerapkan (kembali) Piagam Jakarta, mending Anda fokus pada penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana agar generasi muda Indonesia dan seluruh warga Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar dan gaya hidup dalam sehari-hari.

Sebab, Pancasila sudah final sehingga tak perlu diulik-ulik (lagi). Jika ada yang salah dalam Pancasila, maka sesungguhnya yang salah bukanlah Pancasila, melainkan orang yang menjalankan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Sebab, butir-butir Pancasila amatlah baik dan relatif sempurna bagi bangsa yang plural ini. Dan hingga saat ini, belum ada pakar dan tokoh agama yang mampu menjamin bahwa ideologi selain Pancasila dapat menyatukan dan memajukan Indonesia tercinta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru