26.2 C
Jakarta

Pancasila, Radikalisme dan Khilafah

Artikel Trending

Milenial IslamPancasila, Radikalisme dan Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hari Kamis, 01 Oktober 2020, bertepatan pada hari peringatan kesaktian Pancasila. Di mana Pancasila adalah dasar falsafah kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan menjadikan momentum ini sebagai isu sentral kita untuk fokus menangkal paham khilafah dan radikalisme agama yang masih getol diperjuangkan oleh eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Dalam sejumlah arena, Pancasila sering kali mendapat ancaman serius yang datang dari mereka, pelbagai jenis macam narasi anti Pancasila telah membuat eks HTI tenar dengan wacana kekhilafahannya. Seluruh konten di kanal media sosial mereka isinya mencari-cari kesalahan pemerintah. Sebuah kontroversi kegagalan eks HTI dalam memahami substansi, dan sengaja mereka berlindung di balik doktrin-doktrin yang Islami.

Menurut kajian riset UIN Alauddin Makassar (2012), radikalisme Hizbut Tahrir tergambar dari perjuangannya yang menginginkan perubahan politik fundamental melalui penghancuran total negara bangsa sekarang ini dan menggantinya dengan negara Islam baru di bawah satu komando khilafah. Dalam kaitan ini, eks HTI menentang cara-cara gradual (tadarrruj) sebab ini menunjukkan kelemahan dan ketidakpraktisan Islam.

Ketidakpuasannya, membuat kelompok ini semakin emosional hingga merumuskan tiga langkah perjuangan politik. Pertama, tahap Tatsqif (Pembinaan dan pengkaderan). Tahap ini untuk melahirkan orang-orang yang meyakini fikrah Hizbut Tahrir dan untuk membentuk kerangka sebuah partai. Kedua, tahap Tafa’ul (interaksi), yaitu berinteraksi dengan umat agar mampu mengemban dakwah Islam sehingga umat akan menjadikannya sebagai masalah utama dalam kehidupannya, serta berusaha menerapkannya dalam realitas kehidupan. Ketiga, tahap Istilamul Hukmi (Pengambil–alihan kekuasaan). Tujuannya untuk menerapkan Islam secara praktis dan totalitas, sekaligus untuk menyebarluaskan Islam ke seluruh dunia.

Olah pengkaderan mereka sangat disayangkan jika hanya untuk agenda memenuhi syahwat politik kekuasaan dengan cara menghimpun batu kekuatan. Hal itu menjadi kenyataan, bahwa Pancasila sebagai produk halal dan Islami masih timbul konfrontasi gagasan akibat narasi khilafah yang sekedar ilusi. Hari demi hari, eks HTI kian menakut-nakuti warga negeri ini.

Memutus Agen Radikalisme Khilafah

Memang tak semua kelompok Islam yang mengkritik keras Pancasila itu terpapar radikalisme khilafah, namun sebaliknya, khilafah dapat dipersepsikan sebagai ideologi paling radikal (transnasional) karena ulah eks HTI sendiri yang setiap luapan idenya sangat-sangat anti Pancasila. Sungguh ironis, perbuatannya terbukti jelas bahwa eks HTI bertindak dengki.

Selama ini kelompok Islam radikal alias eks HTI meminjam dalil-dalil khilafah bukan dipakai untuk memajukan dan memperkuat hubungan Islam dan Pancasila sebagaimana kesepakatan para ulama (al-mitsaq al-ulama). Melainkan mereka justru bersekutu dengan kelompok-kelompok radikal lainnya guna memecah belah persatuan dan persaudaraan kita dari dalam.

Dalam konteks ini, motif gerakan sosial tersebut hanya sebatas penggunaan terhadap label-label Islam, agendanya pun secara terselubung berjalan sistemik dan terencana. Misalnya, Hizbut Tahrir adalah nama yang memakai bahasa Arab dan ide khilafah yang dibawa pun terkesan paling Islami daripada Pancasila dan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).

BACA JUGA  Metamorfoshow: Propaganda Kebangkitan Khilafah HTI yang Wajib Diboikot

Padahal, dengan esk HTI bertindak mengatas-namakan jihad dan agama merupakan penyalahgunaan terhadap teks-teks Islam yang paling suci di dunia ini. Pancasila adalah ideologi yang sangat Islami di belahan dunia mana pun, jika ada sekelompok yang masih menentang dasar negara. Hal itu menimbulkan benih-benih radikalisme khilafah semakin subur.

Oleh karena itu, momentum hari kesaktian Pancasila perlu menjadi konsensus bersama bagi seluruh warga negara untuk ikut andil menjauhkannya dari eks HTI, sebab langkah ini sangat tepat demi menghindari upaya narasi-narasi provokatif yang dapat melemahkan ideologi. Dan perlu kita yakini, bahwa radikalisme adalah awal dari terorisasi.

Untuk menampilkan wajah Islam yang ramah di ranah global harusnya mengamalkan spirit keislaman, kebangsaan dan keindonesiaan yang sesuai dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu membumikan hubungan Islam dan Pancasila sebagai satu-kesatuan nilai sosial yang tak dapat dipisahkan. Antara lain, menjaukan Pancasila dari corak keislaman eks HTI.

Aktualisasi Literasi Kebangsaan

Indonesia mampu menjadi negeri yang aman dan tentram tatkala kita mempunyai semangat yang tinggi dalam mendorong penguatan ideologi Pancasila, di mana penguatan ini dapat melalui konstruksi narasi Islam Nusantara dan menebar literasi kebangsaan di kalangan masyarakat. Bahkan, peran generasi milenial tentu menjadikannya sebuah peluang emas dalam rangka memperkenalkan ideologi Pancasila di mata dunia Islam.

Pelbagai macam ide telah pemerintah sodorkan demi terkuburnya arus radikalisme dan khilafah. Baru-baru ini, Menteri Agama sangat giat mensertifikasi penceramah/ulama. Tujuan kebijakan ini, adalah solusi menangkal radikalisme dan paham khilafah yang mudah masuk di lingkaran masjid-masjid, serta untuk memperkuat wawasan kebangsaan para penceramah.

Wawasan kebangsaan tersebut mendorong penceramah atau ulama untuk memberikan materi-materi ceramah yang cenderung mempersatukan semua golongan tanpa harus saling bertindak diskriminatif dan mengeksploitasi agama. Pada hakikatnya, menebar literasi kebangsaan semata-mata tujuannya adalah untuk mewujudkan negara yang damai dan tentram.

Dan agar kelompok Islam radikal tidak lagi baku dalam memahaminya hubungan Islam dan Pancasila, karena umat Islam di Indonesia hidup tanpa Pancasila, maka tak akan mungkin memiliki komitmen untuk menerima perbedaan, persaudaraan dan persatuan. Alhasil, penguatan Pancasila lewat literasi kebangsaan mampu merangkul semua golongan.

Sebagaimana pandangan Yudi Latif meminjam pendapat Soekarno dalam buku (Negara Paripurna; Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila: 2015), Ia mengatakan bahwa ideologi Pancasila adalah satu alat untuk mempersatu, yang saya yakin seyakin-yakinnya bangsa Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke hanyalah dapat bersatu padu di atas dasar Pancasila.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru