29.7 C
Jakarta
Array

Pancasila di Tengah Arus Radikalisme Agama

Artikel Trending

Pancasila di Tengah Arus Radikalisme Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sudah tidak bisa dirubah lagi. Kesepakatan ini diambil ketika sidang BPUPKI pertama dilangsungkan pada tanggal 1 Juni 1945. Pada saat itu banyak tawaran ideologi dari berbagai kalangan untuk dijadikan dasar negera. Sebagian pihak muslim menginginkan agar dasar negara berasal dari Islam. sedangkan pihak muslim lainnya yang mengatasnamakan kalangan nasionalis, di sini diwakili oleh Soekarno, menginginkan agar dasar negara bukan dari satu golongan, melainkan harus mencakup semua golongan. Guna mencapai dasar negara yang bisa mencakup semua golongan, Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila.

Sebelum Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila, Soekarno terlebih dahulu menggali dari upaya kerajaan-kerajaan dulu untuk mempersatukan nusantara. Soekarno menggali memori kolektif yang bisa menyatukan bangsa setelah sekian lama terpecah belah oleh kolonial. Dari situ lah Soekarno menemukan seperangkat nilai yang dinamakan Pancasila.

Pencarian memori kolektif ditemukan oleh Soekarno dari kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang dulunya terbukti mampu menyatukan nusantara. Para pemikir dari dua kerajaan tersebut sudah memahami bahwa untuk menyatukan keragaman bangsa, dibutuhkan seperangkat nilai yang universal. Nilai yang bisa merangkul semua elemen yang ada. Dari latar belakang itulah muncul konsep Pancasila.

Jadi, pancasila merupakan memori kolektif yang didapat dari khazanah kerajaan-kerajaan nusantara. Maka tidak heran ketika Soekarno mengenalkan konsep Pancasila banyak kalangan yang langsung menyutujui karena hal itu dinilai bisa merangkul keragaman bangsa, dan menyatukan Indonesia yang sudah terpecah-pecah dimasa kolonial.

Radikalisme Agama

Islam sebagai agama mayoritas di negara Indonesia tidak bisa bergerak semaunya karena hal itu sudah diatur dalam undang-undang negara. Peraturan ini mengindikasikan bahwa negara harus benar-benar netral dalam mengatur seluruh elemen yang ada di Indonesia. Negara tidak diperbolehkan condong ke arah satu agama saja karena akan menyakitkan bagi yang lainnya. Kenetralan negara ini juga dibutuhkan untuk menghalau tumbuh kembangnya radikalisme agama.

Tujuan radikalisme agama tidak lepas dari faktor ideologis. Radikalisme agama, menolak digunakannya ideologi Pancasila yang saat ini digunakan oleh Indonesia. Mereka ada syariatisasi Pancasila dengan memperjuangkan hasil sidang BPUPKI yang mencantumkan tujuh kata. Tujuan ini kemudian diaktualisasikan melalui beberapa agenda. Dalam hal ini Iqbal Ahnaf menjelaskan terdapat tiga model gerakan; pertama, Reformasi; kedua, refolusi; ketiga, revolusi.

Gerakan reformasi dilakukan untuk merubah sistem yang ada ke bentuk syariah secara gradual. Gerakan revolusi dilakukan dengan cara merubah sistem secara keseluruhan dan dengan cara cepat. Sedangkan refolusi merupakan perpaduan keduanya yaitu perubahan yang dilakukan pelan-pelan akan tetapi tujuannya dengan merubah seluruh sistem yang ada.

Pribumisasi Pancasila

Meminjam istilah Gus Dur dalam pribumisasi Islam untuk menangkal paham-paham radikalisme agama, istilah primbumisasi Pancasila juga dirasa penting untuk membendung fenomena radikalisme agama dan peneguhan kembali atas ideologi negara Indonesia.

Pribumisasi Pancasila diarahkan untuk mematangkan dan membumikan Pancasila yang selama ini hanya dipahami secara teoritis saja dan dihafalkan dalam setiap upacara peringatan nasional.

Lantas apakah memang masih penting membicarakan masalah ideologi Pancasila dikala era saat ini bukan perang ideologi lagi melainkan peran ekonomi? Pertanyaan ini memang sengaja penulis lontarkan lantaran saat ini fenomena seperti itu sudah terjadi. Bukan hanya di Indonesia saja melainkan juga dibelahan negara lainnya mengalami gejala semacam itu.

Mendiskusikan Pancasila sebagai ideologi bangsa sangat penting untuk dilakukan terus menerus tanpa ada batasan waktu, usia, batas wilayah, maupun agama. Semua orang yang menjadi warga negara NKRI wajib hukumnya mengetahui, mempelajari, dan mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Meskipun sekarang bukan saatnya lagi membicarakan ideologi-ideologi besar seperti liberalisme, demokrasi, kapitalisme, komunisme, namun pemantapan ideologi disetiap bangsa harus terus dilakukan. Sebab itu akan mempertahankan kedaulatan sebuah negara bahkan menjaga dari serangan ideologi lainnya.

Radikalisme agama yang menginginkan perubahan dalam Pancasila bisa menjadi ancaman. Di saat sebagian ormas muslim ingin menegakkan syariat Islam dan negara Islam, hal ini menunjukkan ketidakhormatan mereka atas ideologi Pancasila. Dari situ agama dijadikan sebagai alat politik untuk kepentingan sepihak. Jika sudah demikian, banyak kalangan yang akan termarjinalkan oleh adanya politik identitas.

Oleh karenanya, membumikan Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara harus dipertahankan oleh semua pihak. Sebab hal itu akan mempertahankan identitas bangsa Indonesia yang dikenal sebagai negara yang pluralis. Tanpa ada campur tangan semua pihak maka keinginan untuk mempertahankan ideologi dan cita-cita bangsa tidak akan terwujud.

M. Mujibuddin SM
M. Mujibuddin SM
Alumnus Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru