26.9 C
Jakarta
Array

Pancasila, Ajaran Ahimsa dan Melawan Gerakan Garis Keras

Artikel Trending

Pancasila, Ajaran Ahimsa dan Melawan Gerakan Garis Keras
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Alasan utama melawan gerakan garis keras adalah untuk mengembalikan kemuliaan dan kehormatan Islam yang telah mereka nodai dan sekaligus pada saat yang sama untuk menyelamatkan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)” KH. Abdurrahman Wahid.

Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal Gus Dur menganggap, ketika mayoritas moderat melawan kelompok garis keras dengan tegas, akan mengembalikan suasana beragama di Indonesia menjadi moderat. Kemenangan melawan mereka, lebih lanjut Gus Dur mengatakan, akan mengembalikan keluhuran ajaran Islam sebagairahmatan lil-Alamin.Dan itulah menurutnya menjadi salah satu kunci untuk membangun perdamaian dunia.

Melawan kelompok garis keras tidak seharusnya menggunakan cara-cara mereka. Lalu apa perbedaannya ketika nasionalis-agamis melawan kelompok garis keras dengan menggunakan cara-cara mereka? Menggunakan bom, menyerang kelompok-kelompok minoritas, membenci kepada mereka yang tidak satu aliran yang sering dilakukan oleh garis keras tidak selayaknya kita lakukan. Melawan kelompok garis keras seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang bijak.

Cara-cara untuk melawan kelompok garis keras haruslah tetap santun. Gus Dur mengungkapkan, tujuan mulia hendaknya tidak dinodai dengan usaha-usaha kotor, kebencian, maupun aksi-aksi kekerasan. Tujuan luhur, menurutnya harus dicapai dengan cara-cara yang benar, tegas, bijaksana dan bertanggung jawab, yang jauh dari arogansi, pemaksaan dan semacamnya.

Melawan dengan kelompok garis keras haruslah dilakukan dengan langkah preventif dan mainstreaming isu-isu perdamaian di masyarakat. Langkah tersebut menjadi langkah bijak dalam menanggulangi kelompok garis keras yang menyebabkan perpecahan masyarakat. Pada prinsipnya, melawan kelompok garis dengan tidak melakukan kekerasan agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Kekerasan dilawan dengan kekerasan akan menimbulkan perpecahan. Berbeda ketika kekerasan dilawan dengan perdamaian. Paham pantang kekerasan salah satu dikenal dengan ajaran Ahimsa.

Pancasila dan Ajaran Ahimsa

Paham pantang kekerasan menurut Mahatma Gandhi merupakan kekuatan paling ampuh yang tersedia bagi umat manusia. Paham ini menurutnya, lebih hebat daripada senjata penghancur terhebat yang pernah diciptakan oleh akal manusia. Salah satu syarat untuk mewujudkan paham pantang kekerasan adalah keadilan yang menyeluruh di setiap bidang kehidupan. Ajaran Ahimsa yang mensyaratkan penegakan keadilan sama halnya dengan prinsip Pancasila.

Pancasila sila ke 5 yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menjadi salah satu wujud syarat paham Ahimsanya Mahatma Gandhi untuk mewujudkan pantang kekerasan. Ajaran ahimsa juga menyarankan kepada para pengikutnya agar kenal satu ketakutan, yaitu ketakutan kepada Tuhan. Seorang yang mencari perlindungan pada Tuhan menurut Mahatma Gandhi, harus menyadari atma yang mengatasi raga. Latihan dalam sikap pantang kekerasan, menurutnya, bertolak belakang dengan latihan untuk sikap kekerasan. Kekerasan diperlukan untuk melindungi segala perkara ekstern. Sedangkan, menurut Mahatma Gandhi, sikap kekerasan diperlukan untuk melindungi Atma demi melindungi kehormatan seseorang.

Melawan kelompok garis keras adalah dengan cara-cara perdamaian tanpa ada kekerasan. Sikap pantang kekerasan yang sejati menurut Mahatma Gandhi adalah jika kita mencintai orang yang membenci kita. Walaupun ia mengakui itu adalah hal yang sulit untuk diterapkan, namun berkat Allah, menurutnya, hal yang teramat sulit pun mudah dilaksanakan asal saja kita menghendakinya.

Melawan kelompok garis keras adalah dengan menampilkan prinsip Pancasila kita. Melawannya adalah dengan menunjukkan sikap baik dan teladan kita di dalam kehidupan sehari-hari. Tunjukkan bahwa Pancasila adalah asas yang tepat untuk menjadi ideologi bernegara. Ideologi yang dapat menyatukan semua masyarakat, tanpa mengecualikan suku, ras, bahasa dan agama. Pancasila merupakan ideologi kehidupan berbangsa, bukan hanya sebatas semboyan yang tiap kali dibacakan setiap upacara.

Pancasila bukan hanya sebatas bahan perdebatan, atau bahkan menjadi pelajaran yang selesai di bangku sekolahan. Jauh lebih penting dari itu semua, Pancasila menjadi budaya kita dalam bersosial, bernegara dan dalam bersikap terhadap orang lain. Tidak cukup Pancasila hanya sebatas semboyan yang kita banggakan, namun tidak kita jalankan sebagai budaya hidup.

*Nur Sholikhin, Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pegiat Komunitas Santri Gus Dur Yogyakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru