29.7 C
Jakarta

#SavePalestina: Kicauan Konflik akibat Brutalnya Politik-Agama

Artikel Trending

Milenial Islam#SavePalestina: Kicauan Konflik akibat Brutalnya Politik-Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. “Kekerasan akan melahirkan kekerasan”, kata Paus Fransiskus. Paus membuka suara dan menyerukan kedua belah pihak untuk mengakhiri kerusuhan di komplek Masjid Al-Aqsa. Bahkan Paus mengundang beberapa pihak untuk mencari solusi yang tepat agar insiden itu berhenti.

Tapi pesan dan usaha Paus kurang diindahkan. Tentara Irsael tetap kembali menggempur pos-pos militer Hamas di Gaza melalui serangan udara. Langkah itu mereka lakukan pasca para militan Palestina menembakkan roket di selatan Israel (tirto, 10/5/21) meski tak ada korban satu pun yang berjatuhan.

Palestina di Mata Dunia

Bukan cuma Paus. Amerika Serikat (AS) juga membuka suara atas konfik Israel-Palestina. Joe Biden sang Presiden AS menyatakan “keprihatinan serius tentang kekerasan di Yerusalem itu. Dia melihat kekejaman polisi Israel yang menindak para demonstran yang menolak pengusiran paksa warga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah. Bahkan atas kejadian tersebut, Perdana Menteri Irak, Mustafa al-Kadhimi menyatakan, “warga Palestina memiliki hak legal tinggal di wilayah Sheikh Jarrah”. Ia mengutuk tindakan keji Israel di Yerusalem Timur itu.

Israel memblokir tempat berkumpul orang-orang Palestina. Titik kumpul untuk bersosialisasi saat berbuka puasa orang Palestina menjadi terhalangi. Terjadilah bentrok. Nada tinggi Israel mulau terbentuk. Irsael mengancam akan melakukan penggusuran kepada warga Palestina yang tinggal di lingkungan Sheikh Jarrah.

Masjid Al-Aqsa Jantung Konflik

Jantung konflik Israel-Palestina adalah di masjid Al-Aqsa. Bangunan situs tersuci ketiga dalam Islam. Orang Yahudi menyebutnya sebagai Temple Mount. Mereka menghormati sebagai tempat kuil-kuil Alkitab berdiri. Tapi kini, tempat itulah akar konflik berdarah juga berdiri.

Ada 200 orang terluka. Ada 88 harus dibawa ke rumah sakit. Sebagian dari mereka terkena peluru karet, granat kejut dan pemukulan. Bahkan ada yang mati terlindas mobil petugas Israel (tirto, 10/5/21). Petugas medis Palestina mengatakan, ada ribuan warga Palestina menghadapi ratusan polisi Israel yang dilengkapi dengan perlengkapan anti huru hara (tirto, 09/5/21).

Polisi menggunakan meriam air yang terpasang pada kendaraan lapis baja untuk membubarkan pengunjuk rasa. Selain pengunjuk rasa bersahutan di luar, ada sekitar puluhan warga Palestina berkumpul di kompleks puncak bukit yang mengelilingi masjid untuk melaksanakan salat.

Doa dan teriakan saling bersahutan antara para demonstran dan orang yang bersolan. Kebencian di atas kebencian saling tikam di mata warga Palestina dan Israel atas kegamangan mereka: warga Israel. Semua berkabung dalam murka. Maaf tak terberi di hati umat: Abrahamik.

BACA JUGA  Memaknai Hijrah dalam Kebaikan Kemanusiaan

“Jika kita tidak mendukung kelompok orang di sini, pengusiran akan terjadi di rumah saya, rumahnya, dan kepala setiap warga Palestina yang tinggal di sini,” kata pengunjuk rasa Bashar Mahmoud (23) warga Palestina (tirto, 09/5/21). Tapi di atas kepala mereka, toa masjid Aqsa menggemakan suara. “Polisi harus segera berhenti menembakkan granat kejut kea rah jamaah, dan pemuda harus tenang dan diam!” Suara itu lampiasan keberanian pejabat Aqsa yang menginginkan kedamaian.

Kedamaian Jalan Buntu

Tapi kedamaian tetap tak dapat. Amerika Serikat mencoba bersimpati. Yordania berteriak atas nama kedamaian. Paus mengirim sinyal solusi. Dan, Indonesia bertaring di atas konfliknya sendiri untuk bersimpati kepada apa yang menimpa umat Palestina saat ini. Bahkan tiga tagar yang berada deretan tending topic Twitter: #SavePalestina, #SaveSheikhJarrah dan #AlAqsaUnderAttack hanya tinggal tagar. Terberangus di atas tagar yang lain: tagar mati bertemu tagar.

Palestina, bentrokan tetap pecah. Kemarahan memuncak di kalangan warga Palestina masih terkait potensi penggusuran sejumlah keluarga mereka yang rumahnya diklaim oleh pemukim Yahudi yang menggugat ke pengadilan. Masjid Aqsa jadi saksi bisunya. Dan negara-negara tetangga bahkan PBB sekadar menjadi saksi akibat sikap Israel. Semuanya menjadi “tembok ratapan”.

“Hari kemenangan” tak hadir. Sengketa (tanah yang) mendahuluinya. Pemenangnya adalah “perundingan tiada akhir”. Yang dari semua itu menjadi puing tua, layaknya Kota Tua di Yerusalem. Perundingan di tingkat dunia “berkeliling” seperti warga Yahudi yang mencoba mengelilingi Kota Tua dan Tembok Ratapan untuk memperingati Hari Kemenangannya: yakni peringatan atas pendudukan timur Yerusalem oleh Israel dalam Perang Enam Hari pada 1967.

Israel ingin memperingati “Hari Kemenangan” dari perang senjata. Muslim ingin sebentar lagi ingin memperingati “Hari Kemenanagan” dari hasrat, konflik, dan murka diri. Tapi semuanya tersumbat oleh kicauan konflik, kegamangan agama, dan brutalnya politik. Dan hal ini, di pihak lain menjadi mainan narasi politik Khilafakher yang menginginkan khilafah tegak dan menjadi perisai dunia.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru