Harakatuna.com. Bandung – Hingga saat ini, di Indonesia paham radikalisme masih tumbuh dan berkembang. Banyak jaringan dan kelompok yang menyebarkan paham radikalisme.
Agen Intelijen Madya Binda Jabar Deputi 2, Iwan Suryan mengatakan, semua kalangan perlu ikut berperan aktif untuk mencegah pemahaman radikalisme sejak dini.
”Masyarakat harus sadari, negara kita selama ini aman karena moderasi beragama,” kata Iwan kepada Jabar Ekspres, Senin (1/1).
Sebenarnya, kata Iwan, melalui ideologi Pancasila maka tak perlu ada lagi perdebatan terkit salah satu pemahaman. Apalagi hingga membuat pergerakan yang berpotensi menyimpang kesepakatan berbangsa dan bernegara dengan ideologi Pancasila.
”Kelompok-kelompok haluan garis keras mulai muncul di Indonesia sekitar tahun 1998,” katanya.
Dia mencontohkan, gerakan Hisbutahrir yang mulai menunjukan diri pada 1998. Padahal, sebenarnya Hisbutahir sudah ada sebelum tahun 1998.
”(Tahun) 1998 gerakan-gerakan dari kelompok lain pun turut menunjukkan diri, yang secara sistem baik formal maupun tidak dalam berbangsa, tujuannya untuk menegakkan syariat Islam,” bebernya.
Dia menilai, syariat Islam bisa berpotensi menimbulkan masalah baru atau perpecahan dalam berbangsa jika disampaikan dan didiskusikan secara menyimpang.
”Paham radikalisme itu bisa tumbuh karena dipicu berbagai situasi. Situasi ekonomi atau politik, sehingga membuat frustasi akan keadaan, itu bisa saja membangkitkan,” terangnya.
Dia menyampaikan, paham radikalisme tidak hanya mengatas namakan agama tertentu saja. sebab, pada dasarnya penyimpangan ideologi yang bersebrangan dengan negara merupakan hal yang salah.
”Oleh sebab itu, pemahaman ideologi Pancasila perlu ditanamkan dan diedukasi. Bahaya paham radikal juga harus disosialisasikan sejak dini,” bebernya.
Menurutnya, dengan kemajuan teknologi informasi saat ini, kelompok-kelompok radikal lebih mudah memperluas jaringannya.
”Kemajuan teknologi bisa diakses berbagai umur dan berbagai strata pendidikan. Jadi paham radikalisme yang mengatasnamakan agama, kelompok atau gerakan politik dan sosial itu bisa saja terjadi,” ungkapnya.
Iwan menjelaskan, untuk menangkal paham radikalisme itu, maka masyarakat harus dilandasi dengan edukasi dan sosialisasi yang menyeluruh oleh pemerintah.
”Pengetahuan bahayanya paham radikalisme perlu diketahui oleh setiap kalangan masyarakat, agar jaringan setiap kelompok tak mudah meluas,” paparnya.
Diketahui, beberapa waktu lalu teror dari paham radikal sempat menggemparkan masyarakat Kota Bandung, dengan cara meledakkan diri di Kantor Polsek Astana Anyar.
”Makanya, upaya-upaya sosialisasi ini harus terus digaungkan. Kemudian, paham radikalisme itu tidak hanya atas agama Islam saja, tapi berbagai nama agama lain dan kelompok lain juga ada,” jelas Iwan.
Di tengah pemerintah mewaspadai paham radikal, sampai sekarang kelompok-kelompok menyimpang juga selalu berupaya membuat penangkal, dengan berbagai cara agar jaringannya tetap kuat.
”Mereka melakukan counter (menangkal) pemikiran juga dengan cara tersendiri. Maka tidak mustahil saudara atau kerabat kita punya pemikiran lain yang bertentangan dengan ideologi bangsa,” jelasnya.
Agar paham radikal tidak semakin meluas, setiap kalangan masyarakat harus bisa memegang teguh ideologi Pancasila, kemudian mengawasi sanak-saudara ketika beraktivitas yang dinilai menyimpang dari bangsa dan bernegara.
”Maka saya imbau sosialisasi serta edukasi ini perlu terus dilakukan dan bekerjasama, pemerintah dengan masyarakat dan didukung oleh media massa,” pungkas Iwan.