27.8 C
Jakarta

Otoritarianisme Islam dan Ketertinggalan Umat

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuOtoritarianisme Islam dan Ketertinggalan Umat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul: Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalannya, Penulis: Ahmet T. Kuru, Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Cetakan: 2, Januari 2021, Tebal: 485 halaman, ISBN: 978-602-481-517-2. Peresensi: Risky Arbangi Nopi.

Harakatuna.com. Mengapa negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim menunjukkan tingkat otoritarianisme yang tinggi dan tingkat pembangunan sosioekonomi yang rendah dibandingkan dengan rata-rata dunia? Melalui buku Islam, Otoritarianisme dan Ketertinggalannya, Ahmet T. Kuru mengkritik penjelasan-penjelasan yang menunjuk agama Islam sebagai penyebab perbedaan di dunia.

Karena dalam bidang filsafat dan sosioekonomi, dunia Muslim sempat lebih maju daripada Eropa Barat antara abad ke-9 dan ke-12 Masehi. Tidak hanya itu, Kolonialisme Barat juga bukan penyebabnya: dunia Muslim sudah menderita masalah politik dan sosioekonomi ketika kolonisasi bermula.

Selain itu, Ahmet T. Kuru menunjukkan bahwa dunia Muslim sudah memiliki pemikir-pemikir dan pedagang-pedagang berpengaruh pada awal sejarahnya, ketika ortodoksi agama dan kekuasaan militer masih marak di Eropa.

Buku ini juga menggunakan metode historis komparatif kala membandingkan periode-periode tertentu dalam sejarah Islam, sebagaimana dengan periode-periode tertentu dalam sejarah Erpoa Barat.  Semisal pada abad ke-11, persekutuan antara ulama ortodoks Islam dan negara-negara militer mulai bermunculan.

Lebih lanjut, Ahmet T. Kuru juga menjelaskan bahwa persekutuan antara ulama ortodoks Islam dan negara-negara militer sedikit demi sedikit menghalangi kreativitas intelektual dan ekonomi, salah satunya dengan meminggirkan kelas intelektual dan borjuis di dunia Muslim. Studi penting ini menghubungkan penjelasan sejarah dengan politik masa kini dengan memperlihatkan bahwa sampai sekarang, aliansi ulama-negara tetap mempersulit kreativitas dan kompetisi di negara-negara Muslim.

Metodologi

Salah satu metode yang digunakan oleh Ahmet T. Kuru dalam bukunya yang berjudul Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan adalah “Melacak Proses”. Dengan melacak penyebab-penyebab perubahan dengan membagi suatu proses historis menjadi periode-periode yang lebih kecil dan bisa diperbandingkan secara analitis.

Sebagai contoh, untuk meneliti rendahnya tingkat literasi masyarakat Muslim kini, buku ini melacak asal-usul historis masalah itu ke keterlambatan hadirnya mesin cetak selama tiga abad di masyarakat-masyarakat tersebut.

BACA JUGA  Menangkal Overdosis Beragama

Masyarakat Muslim tidak memanfaatkan teknologi percetakan selama dan setelah titik zaman kritis pada pertengahan abad ke 15, ketika mesin-mesin cetak pertama digunakan di Eropa Barat. Pengalaman historis itu membuat kesenjangan literasi ketergantungan jalur antara Muslim dan masyarakat Erropa Barat.

Tradisi ilmu-ilmu keislaman, khususnya hukum Islam pasca abad 10 M cenderung legal-formalistik dan stagnan. Situasi ini menjadi semakin parah ketika teks-teks interpretatif hukum Islam dijadikan teks otoritatif, sehingga bisa membuat rumusan hukum Islam kehilangan relevansinya dengan realitas kehidupan praktis.

Teoretis

Ada dua pendekatan teoretis utama dalam kepustakaan mengenai masalah kekerasan, otoritarianisme, dan ketertinggalan di Negara-negara Muslim. Pendekatan yang Ahmet T. Kuru gunakan yang pertama adalah pendekatan esensialis, yang menunjuk Islam sebagai sumber utama masalah-masalah Muslim masi kini.

Selanjutnya pendekatan yang kedua adalah pendekatan pascakolonial atau antikolonial, yang lebih internasional dalam analisisnya. Pendekatan ini menyoroti kolonialisasi Barat atas negara-negara Muslim dan eksploitasi Barat yang terus berlanjut atas sumber daya negara-negara Muslim sebagai penyebab masalah-masalah kontemporer pada masyarakat Muslim.

Buku ini juga mengritik esensialisme dengan mendokumentasikan bahwa abad ke-8 dan ke-12 Masehi, masyarakat-masyarakat Muslim memperlihatkan pencapaian filsafat dan ekonomi yang unggul, yang menandakan kecocokan Islam dengan kemajuan.

Nampaknya Ahmet T. Kuru lebih berfokus ke relasi antara kelas-kelas religious, politik, intelektual, dan ekonomi. Di kedua dunia, Muslim dan Eropa Barat, relasi antarkelas telah menghasilkan kesuksesan atau kegagalan masyarakat dalam bidang intelektual dan sosioekonomi.

Buku ini pada dasarnya adalah buku ilmu politik, bukan sejarah. Buku ini menganalisis masalah-masalah kontemporer dan mengeksplorasi sejarah untuk memahami asal-usulnya. Ketika membaca buku Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan akan ada bab mengenai isu-isu kontemporer dan kemudian berpindah ke bab-bab historis. Baik dari tanggal-tanggal di seluruh teks, termasuk kutipan-kutipan, tersajikan dengan referensi ke Era Umum (Commen Era/Masehi).

Risky Arbangi Nopi
Risky Arbangi Nopi
Lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah, Menyelesaikan Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Sekarang Bekerja sebagai Reportase di Pikiran Rakyat, sekaligus Pendidik di MTs N 1 Banjarnegara. Seputar aktivitasnya bisa disimak di akun Instagram: @Riskyarbangi.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru