32.9 C
Jakarta

Otak Politik Terorisme

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuOtak Politik Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku : Politik Para Teroris, Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, Penulis : Mutiara Andalas

Radikalisme seakan tidak pernah mati di Nusantara ini. Dasawarsa ini di Indonesia kerap terjadi aksi terorisme dan radikalisme bahkan topeng agama menjadi pembenaran atas aksi tidak berprikemanusian itu. Fenomena ini terjadi pasca reformasi meskipun pemerintah dengan berbagai upaya telah melakukan kampanye dan operasi pemberantasan terorisme dan radikalisme. Kasus Sigi, yang terbaru, tentu menyakiti kita semua.

Terkadang hal yang menjadi keprihatinan kita di mana berbagai aksi terorisme oleh pelakunya dianggap sebagai salah satu bentuk jihad. Aksi jihad di maknai untuk memerangi musuh Allah Swt. Pemahaman yang sempit tentang jihad kemudian bertambah rumit ketika disusupi oleh berbagai kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu.

Agama tidak lagi dihayati sebagai pengajar kedamian, namun dimaknai sebagai simbol yang memperbolehkan tindak kekerasan dengan dalil yang terkesan dipaksakan. Ini diantara inti pembahasan dalam buku berjudul “Politik para Teroris” yang di tulis oleh Mutira Andalas.

Selanjutnya penulis juga menguraikan satu persatu aksi terorisme dan radikalisme dalam analisanya yang tajam dengan melihat dari beragam perspektif.  Penulis juga menjelaskan indicator  terjadinya peristiwa teror, alasan pelaku dapat dengan mudah memposisikan diri sebagai pembunuh, hingga alasan teologis yang mendasarinya.

Melihat maraknya aksi yang menjurus kepada disintregrasi via terorisme dan radikalisme, Mutiara Andalas selaku penulis buku ini mengusulkan ada tiga fenomena yang paling urgen yang harus menjadi catatan penting. Pertama, keterlibatan komunitas kebangsaan dan keagamaan pasca terjadinya tragedi terosrime. Komunitas ini hendaknya mengungkapkan keimanannya akan keesaan Allah, terutama melalui bela rasa dengan korban.

Selain itu kepedulian terhadap mantan terdakwa teroris juga perlu diperhatikan. Masyarakat sering kali mengucilkan mereka. Hal tersebut memang wajar, sebab masyarakat tidak mau wilayah mereka disebut sebagai sarang teroris. Kedua, mendorong pembacaan penafsiran kritis terhadap teks-teks suci agama yang sepintas membenarkan aksi teror kekerasan. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya pembelokan makna. Ketiga  dengan mengangkat isu-isu terorisme anti-kemanusiaan sebagai bahan wacana kebangsaan dan dialog antar agama.

Penulis buku ini juga menguraikan sebab akibat terjadinya tindakan terorisme dan radikalisme yang merupakan aksi yang berlawanan dengan agama apapun dan prikemanusiaan.  Kaum terorisme dan radikalimse dalam aksi yang mereka klaim sebagai realisasi aksi jihad tersebut justru tidak menambah manfaat bagi agama, namun justru malah membuat citra buruk terhadap agama. Untuk dapat memahami masalah tersebut bukanlah suatu hal yang mudah.

BACA JUGA  Penanganan Terorisme di Indonesia: Perspektif Kebijakan Hukum Pidana dan Non-Pidana

Perlu pemahaman dari berbagai sudut pandang kenapa tindak kekerasan, radikalisme dan aksi teror bom ditanah air masih marak terjadi. Secara sosiologis-politis, radikalisme dan terorisme merupakan hal yang lumrah dan menjadi bagian dari sunnatullah. Dimana ada sebab, disitu akan ada akibat yang menyertainya. Dimana ada ketidakadilan dan kemiskinan, akan ada perlawanan radikal yang dilakukan.

Kemudian dimana ada aksi pembantaian, disitu akan ada reaksi untuk memunculkan perlawanan dan seterusnya. Namun diluar itu semua, terdapat satu hal yang sangat memprihatinkan, yakni radikalisme dan terorime telah diyakini sebagian orang sebagai salah satu strategi dakwah dalam memperjuangkan salah satu agama Allah.

Buku “Politik Para Teroris” yang di tulis oleh Mutira Andalas diwacanakan ada tiga fenomena yang paling urgen yang harus menjadi catatan penting. Pertama, keterlibatan komunitas kebangsaan dan keagamaan pasca terjadinya tragedi terosrime. Komunitas ini hendaknya mengungkapkan keimanannya akan keesaan Allah, terutama melalui bela rasa dengan korban.

Selain itu kepedulian terhadap mantan terdakwa teroris juga perlu diperhatikan. Masyarakat sering kali mengucilkan mereka. Hal tersebut memang wajar, sebab masyarakat tidak mau wilayah mereka disebut sebagai sarang teroris.

Kedua, mendorong pembacaan penafsiran kritis terhadap teks-teks suci agama yang sepintas membenarkan aksi teror kekerasan. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya pembelokan makna. Ketiga  dengan mengangkat isu-isu terorisme anti-kemanusiaan sebagai bahan wacana kebangsaan dan dialog antar agama.

Buku ini semakin menarik saat membaca dari satu halaman ke halaman lainnya terlebih “komposisi” dan gaya kupasan yang menarik terlebih dengan kapasitas sang penulis

yang menggeluti filsafat dan teologi membuat buku ini menarik dan berbeda dengan buku-buku lainnya. Membaca buku ini dapat membuat pembaca seperti disodorkan kepada masalah yang sebenarnya sehingga harus segera diatasi oleh pihak yang berwenang maupun masyarakat umum. Buku ini dapat menggugah kesadaran pembaca bahwa hidup merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengasihi sesama manusia.

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen dan Ketua PC Ansor Pidie Jaya, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru