31.8 C
Jakarta

NII Memberontak NKRI Pakai Golok, Mungkinkah?

Artikel Trending

Milenial IslamNII Memberontak NKRI Pakai Golok, Mungkinkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Densus 88 Antiteror Polri bikin heboh publik setelah mengungkapkan tersangka jaringan Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatera Barat berupaya untuk melengserkan pemerintah dan memberontak sebelum Pemilu 2024. Dalam keterangan Densus, salah satu rencana pelengseran pemerintah oleh NII ialah pengerahan massa dan persiapan golok sebagai senjata. NII dianggap memiliki visi-misi yang sama persis dengan NII Kartosoewirjo.

“Temuan alat bukti arahan persiapan golok tersebut sinkron dengan temuan barang bukti sebilah golok panjang miliki salah satu tersangka,” terang Kabagbanops Densus 88, Kombes Aswin Siregar, Senin (18/4) kemarin, dilansir dari CNN.

Pernyataan Densus 88 tersebut lantas trending di Twitter. Tanggapan tidak datang hanya dari masyarakat, tetapi juga dari politisi Fadli Zon. Menurutnya, klaim Densus janggal karena menegasikan KKB yang jelas-jelas punya senjata dan membesar-besarkan NII yang hanya golok. Beberapa warga Twitter ada yang memuji Densus dan lainnya berkomentar sinis. Isu pemberontakan NII tersebut juga santer jadi topik berita.

Benarkah NII punya agenda pemberontakan? Seberapa besar NII memiliki kekuatan untuk memberontak? Bagaimana NKRI harus menyikapinya?

Isu ini harus segera ditulis karena, dan untuk menanggapi, dua hal. Pertama, citra Densus 88 terhadap masyarakat. Dengan mengatakan NII akan memberontak pakai golok, sementara Densus 88 punya atribut perang yang lengkap dan canggih, Densus 88 jelas akan jadi sorotan masyarakat. Kedua, kenyinyiran masyarakat terhadap kontra-terorisme. Komentar Fadli Zon, misalnya, jelas akan semakin menstigmatisasi upaya kontra teror: akan dianggap propaganda belaka.

Padahal, Densus 88 selama ini selalu ada di garda terdepan dalam pemberantasan terorisme. Selain citranya harus diangkat dari nyinyir-nyinyir yang buruk, kontra-terorisme secara umum juga mesti selalu diselamatkan. Adalah buruk jika masyarakat sampai menganggap terorisme sebagai pengalihan isu belaka, hanya karena berita yang kurang masuk di akal: NKRI akan diberontak NII pakai golok.

NII dan Teroris Lain

Penting untuk dicatat, NII tidak sama dengan kelompok teror lain seperti Jama’ah Islamiyah (JI) dan Jama’ah Ansharud Daulah (JAD). Karena itu, mengantisipasi NII tidak sama dengan mengantisipasi JI dan JAD. NII tidak menyerang gereja, tidak menargetkan AS dan sekutus Salibis Barat. Berbeda dengan JI—sebagai keturunan Al-Qaeda—yang menyerang kafir Barat, atau JAD yang menyerang gereja secara sporadis. Sama-sama pejuang khilafah, tapi medan NII dan JI-JAD tidaklah identik.

NII didirikan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo sebagai bentuk ketidaksetujuannnya terhadap NKRI pasca-Perjanjian Renville. Darul Islam, yang merupakan wujud konfrontasi Kartosoewirjo pada 1949 silam diproyeksikan untuk melawan pemerintahan Soekarno yang dianggap bersekutu dengan Barat melalui perjanjian tersebut. Kartosoewirjo juga kecewa dengan Indonesia yang menjadi negara republik, karena ia mendambakan Indonesia menjadi negara yang menerapkan syariat Islam.

NII sempat merepotkan pemerintah Indonesia sejak 1945 hingga 1950-an dengan menciptakan gangguan keamanan, hingga Soekarno meminta aparat bertindak tegas. Kartosoewirjo kemudian ditangkap di Gunung Geber, Rakutak, Bandung, Jawa Barat pada Juni 1962 lewat operasi pagar betis yang dilakukan TNI. Setelah sang pendiri NII dieksekusi mati dan laskarnya banyak menyerah, NII seperti musnah dan tidak pernah lagi beraksi.

BACA JUGA  Politik Dinasti: Pembajakan Islam dan Demokrasi yang Harus Ditentang

Apakah NII benar-benar mati dengan tiadanya aksi teror setelah itu yang diaktori oleh NII? Tentu saja tidak. Hanya saja gerilya teroris NII dan teroris lain berbeda. NII mengumpulkan kegiatan dahulu, sehingga fokus gerakan ialah kaderisasi sebanyak-banyaknya. Hal berbeda dijumpai pada JI dan JAD, juga kelompok teror lain di Indonesia, yang memfokuskan gerakan mereka untuk memberangus siapa pun yang mereka anggap musuh, bahkan sekalipun kekuatan mereka sangat kecil dan terbatas.

Oleh karena berbeda secara taktik gerakan dan target musuh, melihat NII tidak boleh sama dengan melihat JI-JAD. Melihat operasinya yang demikian, JI dan JAD mustahil mampu melakukan pemberontakan seperti yang pernah dilakukan NII pada pemerintah pada taun 1949. Tetapi NII, siapa yang berani menyepelekan kekuatan mereka? Terlepas dari terbatasnya senjata mereka, seperti golok, tetapi mereka adalah satu-satunya kelompok teror yang punya rekam jejak pemberontakan.

Bagaimana Menyikapinya

Terhadap Densus 88 dan TNI, bagaimana menyikapi NII dan kelompok teror harus mengikuti apa yang Soekarno titahkan pada aparatnya pada peringatan Kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka, 17 Agustus 1953 silam. Ia berkata,

“Sekali lagi, hai, tentara dan polisi dan rakyat, perlipatgandakanlah usahamu membasmi pengacau-pengacau itu. Segala jalan harus dilalui. Kalau kata-kata saja tak dapat menyehatkan jiwa yang kebingungan, apa boleh buat. Suruhlah senjata berbicara satu bahasa yang lebih hebat lagi.”

NII harus diwaspadai sedemikian rupa, tidak boleh disepelekan. Mereka jelas akan melakukan pemberontakan, sementara berhasil tidaknya itu perkara lain. Apakah waktunya akan terjadi sebelum 2024? Di sini, Densus 88 tidak boleh berlebihan. Isu pemberontakan pada pemerintah sebelum 2024 dengan bukti golok sama buruknya dengan isu perpanjangan jabatan pemerintah dari 2024 dengan bukti Big Data. Densus 88 harusnya terus menginvestigasi dan tidak dulu membocorkannya.

Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa NII akan memberontak, sebab itulah tujuan mereka eksis dan melakukan kaderisasi. Namun demikian, literasi terorisme di tengah masyarakat masih minim, sehingga data-data yang tidak akurat tentang suatu isu akan membuat isu tersebut mentah di mata masyarakat. Akibatnya akan buruk: Densus 88 akan semakin dicerca. Pemberontakan terhadap NKRI memang banyak, dan NII hanya salah satunya. Dan itu pasti, menang atau tidak, suatu hari nanti.

Jangan mengikuti jejak Fadli Zon yang nyinyir dan menyangkal kemungkinan pemberontakan oleh NII. Tetapi jangan pula terbawa fobia berlebihan karena data yang masih sedikit. Densus 88 masih perlu investigasi lebih jauh dan mereka akan melakukannya. Yang jelas, NII memang berbahaya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru