30.1 C
Jakarta
Array

“Ngaji” Toleransi Melalui Soto Kerbau

Artikel Trending

“Ngaji” Toleransi Melalui Soto Kerbau
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Belajar, ngaji, atau ngangsu kaweruh, tidak mesti melalui ruang tertutup dengan kesan yang sangat formal. Belajar, ngaji, atau ngangsu kaweruh, bisa melalui banyak media dan dalam ruang yang beragam. Bahkan melalui produk kuliner sekali pun.

Di Kabupaten Kudus, ada sebuah pesan budaya yang cukup menarik, di luar memaknai keberadaan Menara Kudus yang menjulang tinggi. Yaitu melalui salah satu kuliner khas yang ada: Soto Kerbau.

Agar tidak menyinggung perasaan masyarakat Hindu, maka Sunan Kudus pun berpesan kepada masyarakat yang telah memeluk Islam, supaya tidak menyembelih sapi sebagai penghormatan kepada saudaranya yang menganggap sapi sebagai hewan suci, akan tetapi ini tidak bermaksud mengharamkan.

Keberadaan Soto Kerbau sebagai salah satu kuliner khas Kudus, memiliki sejarah yang sangat panjang. Sebenarnya, Soto Kerbau tak ubahnya soto-soto lain dari berbagai daerah. Yang membedakan, yaitu daging yang digunakan, tidak daging sapi, melainkan daging kerbau.

Apa pasal? Ini, tentu terkait dengan strategi dakwah Walisongo, khususnya Sunan Kudus. Bahwa di Kabupaten Kudus, dulu, banyak penganut Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci.

Agar tidak menyinggung perasaan masyarakat Hindu, maka Sunan Kudus pun berpesan kepada masyarakat yang telah memeluk Islam, supaya tidak menyembelih sapi sebagai penghormatan kepada saudaranya yang menganggap sapi sebagai hewan suci, akan tetapi ini tidak bermaksud mengharamkan.

Dampak dari anjuran Sunan Kudus agar umat Islam tidak menyembelih sapi, selain untuk menghormati umat Hindu, sehingga harmoni antara masyarakat yang telah memeluk Islam dan yang masih beragaman Hindu, terjalin dengan harmonis.

Dengan kata lain, nafas toleransi itu muncul dari proses penghargaan umat Islam dengan tidak menyembelih sapi, karena untuk menghormati pemeluk agama lain. Dan hingga kini, masyarakat Kudus pun masih banyak yang ngugemi pesan yang menjadi ajaran dalam membangun hidup yang damai dan toleran.

Soto Kerbau yang kini hadir dan menjadi salah satu ikon kuliner Kabupaten Kudus, kiranya bisa menjadi pelajaran bersama, akan pentingnya menjaga rasa kebersamaan dan hidup harmonis secara berdampingan, tanpa merendahkan satu sama lainnya. Dan tanpa mengusik keyakinan (agama) satu dengan lainnya. Bukankah al-Quran sendiri telah menegaskan, bahwa “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”? Wallahu a’lam. (*)

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru