Harakatuna.com – Negeri Saba dipuji Allah swt di dalam al-Qur’an Surat Saba: 15 sebagai negeri yang baik.
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِى مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا۟ مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لَهُۥ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
Artinya: “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun“.
Dalam Tafsir Al-Wajiz, Syekh Wahbah az-Zuhaili menerangkan, Kabilah Saba’ adalah kabilah yang terkenal di negeri Yaman, antara lain sekitar tiga hari dari arah Sana’a ada tanda yang menunjukkan bukti adanya Allah serta kekuasaan dan keesaan-Nya. Bukti itu adalah dua kebun yang di sebelah kanan dan kirinya terdapat lembah tempat mereka tinggal. Dikatankan kepada mereka: Makanlah rezeki dari Tuhan kalian, yaitu buah dari dua kebun tersebut. Bersyukurlah kepada Allah atas rezeki dan nikmat dari tanah Saba’ ini. Ini adalah negeri yang kebaikannya berlimpah. Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Pengampun terhadap dosa-dosa orang-orang yang bersyukur kepada-Nya.
Salah seorang penguasa Negeri Saba adalah perempuan yang dikenal dengan nama Ratu Balqis. Kisahnya dengan Nabi Sulaiman as diabadikan di dalam QS. an-Naml: 22-44.
Nabi Sulaiman meneruskan pemerintahan ayahnya Nabi Daud as yang berpusat di Palestina. Sedangkan pusat pemerintahan Ratu Balqis di Saba, Yaman. Keduanya adalah pemimpin dari negara besar, kuat, makmur dan sejahtera.
Pemerintahan Nabi Sulaiman merupakan pemerintahan terbesar dalam sejarah umat manusia. Sedangkan pemerintahan Ratu Balqis adalah pemerintahan negeri Saba yang dipuji Allah swt sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Padahal sistem pemerintahan Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis bukan sistem pemerintahan khilafah atau lebih tepatnya Khilafah Tahririyah.
Pemerintahan Nabi Sulaiman as berakhir bukan hancur karena sistem pemerintahannya berubah menjadi republik, tapi karena Allah swt mewafatkannya.
Negeri Saba juga hancur bukan karena sistem pemerintahannya berubah menjadi republik. Negeri Saba hancur disebabkan oleh warga masyarakatnya yang berpaling dari keimanan dan ketaatan kepada Allah swt. Mereka kembali kafir dengan kekafiran yang teramat sangat.
Lalu Allah swt mengazab mereka dengan banjir yang memusnahkan Negeri Saba sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Saba: 16.
فَأَعْرَضُوا۟ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ ٱلْعَرِمِ وَبَدَّلْنَٰهُم بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَىْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَىْءٍ مِّن سِدْرٍ قَلِيلٍ
Artinya: “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.”
Jadi sebenarnya kejayaan dan kehancuran suatu kaum dan umat, bangsa dan negara tergantung dari iman dan amal saleh warga masyarakatnya. Tergantung dari ketakwaan individu warga masyarakatnya.
Kejayaan dan kehancuran suatu kaum dan umat, bangsa dan negara tidak ada sangkut pautnya dengan nizhamul hukmi (sistem pemerintahan) tertentu. Nizhamul hukmi tertentu dalam hal ini khilafah atau lebih tepatnya Khilafah Tahririyah bukanlah syarat dan rukun bagi kejayaan suatu kaum dan umat, bangsa dan negara sebagaimana yang diyakini oleh Hizbut Tahrir.
Dengan demikian, dakwah yang terpenting guna membangkitkan umat dari keterpurukan adalah dakwah untuk meningkatkan iman dan takwa individu, bukan mengajak untuk mendirikan sistem pemerintahan tertentu.