Harakatuna.com – Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru), Indonesia digemparkan oleh acaman terorisme. Ini karena, kepolisian melalui Densus 88 Antiteror berhasil menangkap tiga tersangka jaringan kelompok teror Mujahidin Indonesia Timur (MIT), berinisial RR, MW, dan AS. Mereka ditangkap di wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng).
Meski begitu, Densus 88 memastikan bahwa saat ini yang tersisa dari MIT hanya DPO dan simpatisan. Sudah tidak ada lagi yang masuk dalam struktur. Menurut Juru Bicara Densus 88 Kombes Pol Aswin Siregar pada Sabtu (21/12), struktur MIT dan para kelompoknya yang di hutan sudah habis. Aswin memastikan bahwa RR, MW, dan AS merupakan anggota MIT yang dulu dipimpin oleh Santoso dan Daeng Koro.
Kelompok Teroris MIT Tidak Habis
Artinya, kelompok MIT tidaklah habis meski Al Ikhwarisman alias Jaid pada 2022 sudah tewas. Justru penangkapan ini menegaskan adanya ancaman dari kelompok MIT. Kita tahu MIT ini adalah kelompok paling brutal dan tidak memiliki rasa belas kasihan kepada siapa pun. Termasuk kepada kelompok sipil mereka berani membakar hidup-hidup bahkan membunuh.
Tertangkapnya tiga teroris mengindikasikan bahwa kelompok MIT dan teroris lokal masih aktif dan masih menebar ancaman. Terlebih lagi pada perayaan Nataru yang sudah mulai berlangsung di Indonesia. Kita sudah pernah menyaksikan kekejian teroris saat mereka memaksimalkan teror di momen Nataru. Untuk mengetahui kekejaman mereka kita harus menilik kembali peristiwa teroris di Nataru.
Pertama, bom Natal 2000. Peristiwa ini menjadi pembuka teror di malam Nataru. Serangkaian ledakan bom terjadi pada malam Natal, 24 Desember 2000. Saat itu, para teroris menargetkan gereja di berbagai kota seperti Jakarta, Medan, Batam, Pekanbaru, dan lainnya. Ada ratusan yang luka dan lebih 30 orang tewas saat peristiwa tersebut. Pelakunya tidak lain adalah teroris Jemaah Islamiyah (JI).
Kedua, rencana bom Natal pada Desember 2016. Peristiwa teror ini sempat mau terjadi di gereja dan fasilitas umum di beberapa daerah. Namun, aparat keamanan berhasil menggagalkan serangan bom besar-besaran oleh kelompok teroris Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS. Bahan peledak ditemukan di beberapa tempat, termasuk di Bekasi.
Ketiga, bom di pos keamanan kepolisian pada tahun 2018. Peristiwa ini menjadi kelanjutan dari bom Nataru yang terjadi pada tahun 2000 atau pasca bom Bali 2002 dan pada 2016. Pada saat itu, para teroris menyerang pos-pos keamanan di beberapa daerah. Kelompok teroris memanfaatkan momentum ini karena biasanya terdapat keramaian di tempat ibadah atau perayaan Nataru.
Keempat, serangan teror pada gereja di Sleman, Yogyakarta, 2018. Saat misa menjelang masa pra-paskah, atau menjelang perayaan Nataru, para teroris ini mencoba menyerang Gereja St. Lidwina, Sleman, Yogyakarta. Pada saat itu, seorang pria bersenjata tajam menyerang jemaat yang sedang beribadah, melukai beberapa orang termasuk seorang pastor. Menurut kepolisian, pelakunya terindikasi lone wolf yang teradikalisasi melalui propaganda online.
Kelima, bom Makassar. Ini terjadi pada 28 Maret 2021, di saat masa pra-paskah. Mereka menarget Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, dengan momentum masa Nataru. Pada peristiwa ini para teroris melakukan bunuh diri. Diketahui para teroris berasal dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Keenam, rencana teror Natal dan tahun baru 2022. Para teroris sudah menarget beberapa lokasi, di antaranya adalah gereja dan tempat keramaian. Namun Densus 88 berhasil menangkap anggota jaringan teroris yang merencanakan serangan selama Natal dan tahun baru. Kelompok ini memiliki hubungan dengan ISIS dan merencanakan pengeboman di tempat-tempat strategis.
Siaga Serangan Terorisme
Berkaca dengan peristiwa di atas, maka kita harus lebih waspada dalam perayaan Nataru. Kita harus lebih siaga dalam memetakan potensi terjadinya ancaman selama Nataru. Sebab pola serangan mereka pada momen Nataru bisa dilihat dari berbagai hal. Salah satunya karena Nataru adalah perayaan umat Kristen dan dianggap menjadi bencana maksiat bagi umat Islam.
Alasan kedua karena momen perayaan Nataru menarik banyak perhatian publik. Hal ini menjadi waktu strategis bagi kelompok teroris untuk menyebarkan ketakutan. Oleh sebab itu, berkaca pada sejarah terorisme dalam perayaan Nataru menunjukkan pentingnya upaya bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan damai.
Upaya pencegahan terorisme menjelang Nataru ini tidak hanya dilakukan dengan penangkapan jaringan teroris sebelum mereka berhasil melakukan aksi. Namun kita harus lebih siaga dalam peningkatan kewaspadaan melalui mendukung operasi keamanan skala besar (Operasi Lilin), melakukan pengamanan tempat ibadah dengan melibatkan atau kerja sama masyarakat lintas agama, dan melakukan sosialisasi di tingkat media sosial dan lainnya.