29 C
Jakarta

Nasir Abbas Membongkar Cara Teroris Mencuci Otak Orang yang (Baru) Belajar Agama

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanNasir Abbas Membongkar Cara Teroris Mencuci Otak Orang yang (Baru) Belajar Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terorisme bukanlah isu yang baru terdengar di benak banyak orang di belahan dunia. Teroris (me) belum hilang, kendati setiap waktu perang melawan terorisme terus dilakukan. Terorisme terus meng-upgrade doktrin dan aksinya, mulai pengeboman yang meluluhlantakkan suatu wilayah hingga serangan kekerasan yang mengancam seseorang. Mungkin tidak asing lagi terorisme berwajah pengeboman. Tapi, sesuatu yang aneh adalah terorisme berwajah serangan dalam bentuk penusukan yang dilakukan secara tiba-tiba terhadap seseorang yang dijadikan sasaran, apalagi alasan penusukan ini dilakukan karena pikiran yang tidak normal alias gila.

Terorisme memang paham yang sangat berbahaya, kendati para teroris itu sering mengatasnamakan Islam. Padahal, Islam sendiri tidak menghendaki terorisme, malahan melaknatnya, karena terorisme adalah paham kekerasan, yang dalam teks Al-Qur’an diistilahkan dengan, “mufsidun”, perusak tatanan bumi. Sungguh sangat mengerikan membayangkan paham ini menutup akal sehat seseorang. Karana itu, penting mengetahui cara-cara para teroris mendoktrin orang yang belajar agama. Nasir Abbas, mantan teroris, membongkar sampai ke akar-akarnya cara-cara yang dilakukan para teroris mencuci otak orang yang belajar agama.

Tahapan-tahapan yang dilakukan teroris untuk mencuci otak orang yang belajar agama meliputi: Pertama, membandingkan dua hal yang tidak selevel. Karena konteksnya di Indonesia, para teroris biasanya menanyakan kepada publik atau seseorang mana yang lebih baik Al-Qur’an atau Pancasila, mana yang lebih baik Nabi Muhammad atau Presiden Jokowi, dan mana yang lebih baik negara Islam atau negara kafir. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak selevel ini akan dijawab bahwa Al-Qur’an lebih baik dari Pancasila, Nabi Muhammad lebih utama dibandingkan dengan Presiden Jokowi, dan negara Islam jelas lebih unggul dibandingkan negara kafir. Orang yang menjawab pertanyaan begini secara tidak sadar sudah terjebak dalam doktrin terorisme.

Seharusnya, pertanyaan tersebut tidak dijawab, karena pertanyaan itu keliru dan tidak pantas ditanyakan. Perbandingan dalam pertanyaan tersebut tidak selevel. Yang benar, membandingkan Al-Qur’an dengan Taurat, membandingkan Presiden Jokowi dengan Presiden SBY, dan seterusnya. Pertanyaan bodoh ini hendaknya dihindari. Karena, dengan mendengarkannya akan dapat mengantarkan seseorang masuk dalam doktrin terorisme. Kalau mampu, disarankan mendebat pertanyaan-pertanyaan “konyol” tersebut dengan teori yang lebih baik, sehingga mampu mematahkan pertanyaan itu.

BACA JUGA  Mengapa Isu Terorisme Tidak Muncul Lagi Akhir-akhir Ini?

Kedua, menghadirkan negara Islam itu fardhu ain, perbuatan wajib yang menyentuh setiap individu. Sederhananya, bagi para teroris, orang yang tidak setuju dengan negara Islam telah melakukan perbuatan dosa. Mendirikan negara Islam ini secara tidak langsung menggulingkan Negara Indonesia yang, bagi para teroris, disebut dengan negara kafir. Doktrin yang kedua ini sangat berbahaya juga, tapi masih lebih berbahaya doktrin yang pertama. Tapi, kalau seseorang masih dangkal ilmu agamanya akan sangat mungkin terjebak dalam doktrin yang kedua juga. Karena itu, penting menanamkan dalam benak bahwa pendirian negara Islam itu tidak wajib. Tidak ada nash Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad yang menyebutkan kewajiban itu. Jadi, para teroris telah menyebarkan informasi hoax yang membodohi publik.

Ketiga yang paling tragis, para teroris meyakinkan bahwa membunuh itu dapat pahala. Merusak tatanan bumi dapat pahala. Bahkan, mereka tidak segan-segan mengatasnamakan Allah untuk menyebutkan bahwa Allah memerintahkan semua manusia menjadi teroris. Doktrin-doktrin yang ketiga ini sudah masuk pada doktrin terakhir sebelum melangkah kepada aksi nyata. Begitu seseorang mempercayai dengan doktrin pembunuhan dan pengrusakan ini, seketika itu ia tergerak untuk membunuh orang lain yang menurutnya dianggap kafir, baik pembunuhan itu dilakukan dengan pengeboman ataupun penyerangan dalam bentuk penusukan.

Melalui pengakuan Nasir Abbas tersebut, diharapkan dapat berhati-hati belajar Islam dari para teroris. Belajarlah Islam kepada sumber yang benar. Cari mentor atau guru yang dapat membimbing kepada jalan yang penuh cahaya. Di Indonesia mentor yang baik adalah para kyai yang tergabung dalam ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Dua ormas yang besar ini sudah diakui pengetahuan keagamaannya bernuansa moderat dan menentang paham radikal-teroris. Penting ditanamkan dalam hati, bahwa Islam adalah agama yang mencintai perdamaian. Segala sesuatu yang tidak menghadirkan perdamaian itu bukan ajaran Islam.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru