26.1 C
Jakarta

Musibah KRI Nanggala 402 dan Tuduhan Keji dari Rizieqers dan Khilafahers

Artikel Trending

Milenial IslamMusibah KRI Nanggala 402 dan Tuduhan Keji dari Rizieqers dan Khilafahers
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Nem Nem, Qorie Al Nizam, Aisyah Umairah, Ratna Chandra. Tersebar di Facebook, nama-nama tersebut melakukan ujaran kebencian sebagai respons terhadap musibah tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala 402 dengan 53 orang awak dan penumpang. Bagi mereka, para awak yang gugur bukan syahid, karena mereka pembantu setan (ansharut thaghut). Musibah ini, bagi mereka, juga serangkaian musibah sebelumnya, semuanya adalah azab Allah untuk NKRI, negara thaghut.

Bagi mereka, akidah para awak yang gugur harus dilihat kembali, sudah berislam secara kaffah apa belum. Islam kaffah yang dimaksud ialah menegakkan khilafah, yang mereka anggap bagian dari syariat, atau justru masih hidup di negara kafir—demokrasi. Syahid bagi mereka laik disematkan pada mujahid di jalan Allah seperti tukang bom dan teroris lainnya. Kita, semua warga negara, dianggapnya kaum munafik karena menolak khilafah, dan mereka yakin bahwa NKRI ini tengah mendapat azab.

Keempat akun Facebook tersebut, setelah saya telusuri, ternyata tidak ada. Boleh jadi dihapus, tidak menutup kemungkinan juga namanya diubah. Yang jelas, semuanya akun palsu, anonim, milik para pembenci NKRI dan demokrasi. Kita bisa melihat tanda-tanda, bahwa kalau isunya berkaitan dengan khilafah, pelakunya tidak jauh dari aktivis HTI, atau kaum salafi-jihadi yang membenarkan aksi teror. Ansharut thagut, kata ini banyak saya dengan dari keduanya, tidak dari FPI.

Musibah KRI Nanggala 402, bagi FPI, lain lagi masalahnya. Seperti biasa, mereka jualan isu komunisme. Mereka yakin bahwa tenggelamnya Nanggala 402 erat berkaitan dengan perang maritim dengan komunis Cina, dengan menghubungkan pada rudal yang ditemukan di laut Indonesia beberapa waktu lalu. Isu komunis ini, yang sebenarnya sama murahannya dengan isu khilafah, mereka framing sebagai fakta yang pemerintah sembunyikan. Mereka menakut-nakuti: ancaman komunis sudah di depan mata.

Islam Kaffah Palsu

Tidak semua laskar FPI menjadi pengasong isu komunisme. Tetapi semua isu komunisme pengasongnya pasti laskar FPI. Sebagaimana maklum, Habib Rizieq Shihab, Imam Besar FPI, sering mengorasikan bangkitnya komunisme. Isu tersebut mengendap di alam bawah sadar para laskar alias Rizieqers, sehingga segala yang berkenaan dengan rezim pemerintah, mereka generalisir sebagai propaganda komunis. Sama halnya dengan kasus pengahapusan tokoh NU dari kamus sejarah yang viral kemarin.

Islam kaffah dalam arti menegakkan khilafah HTI merupakan Islam kaffah palsu. Sebab, khilafah HTI itu adalah nama samaran dari sistem pemerintahan monarki yang jelas-jelas bukan syariat. Mensyariatkan monarki sembari menuduh demokrasi sebagai thaghut, adalah manipulasi sejarah paling kejam yang tidak saja menjerumuskan aktivisnya dalam hobi menghujat, melainkan melainkan mencederai esensi syariat itu sendiri. Mereka menebar kepalsuan sebagai syariat, dan syariat dipakai mengkafirkan sesama.

Isu Islam kaffah yang kaum khilafahers asongkan sama buruknya dengan isu komunis para Rizieqers. Alih-alih berbelasungkawa dengan para pahlawan KRI Nanggala 402, mereka justru bergembira, sama sekali tidak punya empati dan rasa kemanusiaan. Dari situ saja, kita bisa melihat, laskar Rizieqers yang konon pembela ulama-habaib, sebenarnya adalah perusak citra ulama-habaib itu sendiri. Demikian karena, karena narasi mereka, orang jadi antipati. Habib Rizieq tentu paling dirugikan oleh mereka.

BACA JUGA  Konsistensi Perjuangan Melawan Radikalisme

Grup Telegram Rizieqers, D34TH_5KULL, juga grup anonim lainnya, serta akun-akun anomin aktivis HTI dan salafi-jihadi, merupakan sekawanan thaghut tulen yang ingin memecah-belah NKRI. Islam kaffah, ulama dan habaib bagi mereka tidak lebih dari sekadar mainan belaka. Semuanya palsu. Para Rizieqes dan khilafahers yang menebar tuduhan keji terhadap musibah KRI Nanggala 402, yang mengaku paling konsekuen terhadap Islam, justru merusak citra Islam tanpa empati kemanusiaan sedikitpun.

KRI Nanggala 402 dan Empati Kemanusiaan

Sebagai warga negara yang baik, kita tidak boleh terpengaruh dengan narasi tuduhan keji Rizieqers dan khilafahers. Isu komunisme dan isu Islam kaffah itu lagu lama, tidak perlu didengar karena tidak bermutu. Alangkah baiknya, kita mengheningkan cipta untuk para pahlawan penjaga laut dalam KRI Nanggala 402. Mereka pahlawan, sementara urusan syahid atau tidaknya itu hak prerogatif Allah Swt. Menebar tuduhan keji di saat masa berkabung begini sangat tidak pantas, apalagi mengaku Muslim.

Empati kemanusiaan bisa kita lakukan dengan; jika tidak berkenan mendoakan para awak yang gugur di KRI Nanggala 402, lebih baik diam dan tidak menyebarkan provokasi. Jika nurani tidak bisa merasa sedih, paling tidak menghindari rasa gembira apalagi dituliskan ke Facebook. Empati kemanusiaan bukan saja terhadap para korban, melainkan pada keluarga di rumah yang betapa sakit hatinya melihat olokan. Rizieqers dan khilafahers, adalah kelompok yang nuraninya mati—boleh jadi kerasukan setan.

Apakah Rizieqers dan khilafahers yang menebarkan tuduhan keji tersebut merupakan oknum? Kita belum tahu persis. Tujuan kita bukan menelusuri orang/kelompok yang tidak punya manfaat sedikit pun seperti mereka, namun mencegah diri kita sendiri, saya dengan Anda sekalian dengan nurani yang masih sehat, untuk terjerumus ke dalam kekejian tuduhannya. Duka mendalam terhadap para pahlawan yang gugur di KRI Nanggala 402 merupakan kenicayaan.

Indonesia bukan negara thaghut. Para aparat, Polri dan TNI, bukan ansharut thaghut. Diskusi mengenai ini sudah bejibun, dan debat mengenai demokrasi sebagai sistem pemerintahan sudah final. Mereka yang menarasikan Islam kaffah palsu, khilafah ala HTI, atau jualan isu komunis, adalah manusia tak berperikemanusiaan yang tidak paham esensi beragama. Tidak peduli apakah mereka hanya ikut-ikutan atasannya atau memang punya inisiatif sendiri, merekalah thaghut yang sebenar-benarnya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru