33.8 C
Jakarta

Musdah Mulia: Seandainya Kita Berdakwah Kepada Diri Sendiri, Kita Tidak Sibuk Menghitung Dosa Orang Lain

Artikel Trending

KhazanahTelaahMusdah Mulia: Seandainya Kita Berdakwah Kepada Diri Sendiri, Kita Tidak Sibuk Menghitung...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Keberagaman menjadi keniscayaan yang dimilliki oleh setiap daerah, terutama dalam konteks nasional sebagai keniscayaan yang abadi. Pada term ini, kesadaran akan keberagaman menjadi salah satu aspek yang penting ketika menjalani kehidupan yang plural seperti Indonesia.

Implementasi yang diberikan kepada sosial, tentu adalah sikap saling menghargai aas perbedaan yang tercipta. Lalu bagaimana dengan persoalan kelompok-kelompok yang selalu hadir menciptakan kebencian terhadap sesama?

Kafir mengkafirkan menjadi budaya sebagian kelompok

Pengalaman bergerak di bidang sosial, khususnya berfokus pada isu HAM, Demokrasi dan perempuan, bunda Musdah, sapaan akrabnya memiliki banyak pengalaman yang cukup bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Fenomena keberagamaan dewasa ini menyebabkan Bunda Musdah cukup teriris hati dengan  maraknya kafir mengkafirkan, bid’ah membid’ahkan, bahkan saling menyalahkan dalam internal masyarakat Islam.

Lebih jauh, Bunda Musdah juga melihat relasi sosial antar agama yang ditunjukkan oleh sebagian kelompok justru sangat timpang, bahkan menyebabkan perpecahan akibat perbedaan yang ada. Hal itu sebenarnya menjadi kemunduran Indonesia sebagai negara yang plural, seharusnya dijaga bukan dihancurkan.

Fenomena itu harus dipahami oleh millenial sebagai bahan acuan untuk terus belajar agar tidak berfikir dengan timpang, apalagi tersesat dengan kelompok itu. Sebab hal itu akan merusak generasi yang seharusnya memiliki sikap dan semangat nasionalisme yang tinggi, berubah menjadi hitam dan putih.

Lebih lanjut, Bunda Musdah juga menjelaskan bahwa sebenarnya aktifitas dakwah yang kita lakukan, seharusnya berfokus kepada diri sendiri, bukan mendakwahkan kepada orang lain. Jika seseorang sudah fokus mendakwahkan dirinya, ia tidak memiliki waktu untuk menghitung kesalahan orang lain, bahkan tidak penting dosa orang lain baginya. Sebab yang diurusi untuk diperbaiki adalah dirinya sendiri, bukan orang lain.

Membaca adalah gerbong utama

Pengalaman hidup yang dilalui oleh Musdah Mulia cukup sering mendapatkan kritikan, bahkan caci maki dari beberapa kelompok ketika membawa ajaran Islam ke permukaan dengan wajah berbeda. Wajah Islam yang segan kepada setiap umat manusia, khususnya pada perempuan yang selama ini mengalami ketertindasan akibat sistem, budaya dan sosial yang terbangun sudah sejak masa lampau, menjadi sebuah refleksi kritis yang amat baru dan tabu bagi masyarakat Indonesia.

BACA JUGA  Nasib Anak Teroris, Hidup di Antara Harapan dan Trauma

Menanggapi hal tersebut, nyatanya ancaman, tantangan yang dilaluinya ia balas dengan tidak membiarkan dirinya tidak menggubris segala hal yang ancaman buruk yang diperoleh. Lebih jauh, ia justru semakin fokus terhadap aktifitas yang dilakukan, fokus dengan tujuan yang selama ini menjadi goals setting dalam hidupnya.

Prof. Musdah Mulia menjelaskan bahwa fenomena diatas menunjukkan bahwa ketiadaan kegiatan membaca dalam kehidupan kita sehari-hari. Ia juga tidak segan menyuruh orang-orang yang melawan dan mengkritik pemikirannya untuk membaca setiap narasi dan tulisan yang sudah ditulisnya.

Baginya, orang-orang yang masih sibuk mencaci maki orang lain, nyinyir dengan kegiatan orang lain, ia belum selesai dengan dirinya sendiri, serta tidak membaca segala hal, baik lingkungan, buku, bahkan tidak tahu menempatkan diri.

Padahal membaca merupakan hal yang esensial dalam ajaran Islam. Sebab surah yang pertama diturunkan oleh Allah Swt. Kepada Nabi Muhammad SAW. Adalah iqra’ (bacalah). Maka menjadi non sense ketika ada orang yang ingin mengkritik pemikiran seseorang, berdakwah kepada orang lain, bahkan ingin memperoleh pengetahuan jika tanpa membaca.

Membaca apapun, seharusnya menjadi kegiatan yang melekat dalam diri seseorang. Apalagi sebagai individu yang mengkhidmatkan diri sebagai seorang muslim, berpengetahuan, kegiatan membaca terus dilakukan dalam upaya mandiri secara intelektual, pengetahuan agama, hingga finansial agar tidak bergantung terhadap orang lain.

Apabila ketika bergantung terhadap orang lain, bukanlah hal yang tidak mungkin jika ia akan tergerus pada kelompok-kelompok yang menganut ajaran Islam provokatif dan menyebabkan kehancuran NKRI. Sebab kelompok-kelompok Islam yang memakai jubah agama sudah memberikan kenyamanan yang amat tinggi pada orang lain.

Apabila kita sebagai individu kita bergantung, maka akan tergerus pada lingkungan-lingkungan tersebut. Demikian sebuah kehidupan, seyogyanya menjadi manusia tetaplah berpegang teguh untuk memperbaiki diri sendiri. Jika kita masih sibuk mencari kesalahan orang lain, kita justru mencuri otoritas Tuhan. Padahal kita hanya seorang hamba yang sedang menjalankan segala perintahNya. Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru