27.3 C
Jakarta

Mungkinkah Pamor Khilafah Laku Pada Pemilu 2024?

Artikel Trending

Milenial IslamMungkinkah Pamor Khilafah Laku Pada Pemilu 2024?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Mungkinkah khilafah laku dijual pada kontestasi politik 2024? Pertanyaan ini penting untuk kita bahas sebagai bagian dari telaah atas proyek besar khilafah di dunia.

Sejak dulu, khilafah selalu jadi bagian penting dari percaturan politik di Indonesia. Perjalanan partai politik Islam yang bercorak Islamis(me), selalu memainkan isu sistem khilafah atau sistem keislaman (syariah) untuk didengungkan kepada umat Islam. Dan mereka tampak berhasil dalam beberapa hal.

Pesimis Politik Khilafah

Di antara politik Islam mulai diterima, partai Islam mulai banyak pengikutnya, dan khilafah ternyata makin laris untuk dijadikan sebagai sistem pengganti Pancasila di Indonesia. Tapi apakah konsep khilafah masih laku pada pangsa pasar politik saat ini?

Banyak pengamat pesimis. Sebabnya, aktivis khilafah masih belum kuat di dalam mengkonsep dirinya. Ini terlihat dari mereka yang masih bertengkar di antara sesama pengurus. Tokoh-tokoh seperti Ismail Yusanto, Anies Baswedan, Amien Rais, Prabowo, Habib Rizieq dan lainnya, tampak seperti tidak menyatu lagi. Padahal dulunya, waktu Pilkada Jakarta 2017, mereka sama-sama berorasi di satu pentas yang sama.

Menurut peneliti, tidak menyatunya mereka sebabnya adalah mereka kini tidak memiliki musuh bersama. Kalau dulu musuh bersama mereka adalah Ahok (orang yang disebut-sebut sebagai penista agama Islam). Jadi jelas musuhnya. Sekarang? Tidak ada musuh bersamanya, sehingga percobaan demi percobaan alumni 212 mengadakan unjuk rasa, mereka gagal. Terlihat malah tidak laku.

Selain tidak lakunya khilafah sebagai mesin pengatrol suara umat Islam, ada gelombang besar yang mematikan gerakan mereka. Yaitu, kelompok yang menolak hadirnya HTI dan FPI, sebagai sebuah ormas keislaman radikal dan mengusung khilafah (syariatisasi Islam) di Indonesia.

Penolakan dan Matinya Pamor Khilafah

Alasan kelompok menolak mereka adalah: Pertama, karena khilafah ditolak di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Bahkan, organisasi pengusung khilafah, Hizbut Tahrir, ditolak di dua puluh negara lebih. Artinya keberadaan mereka tidak cocok untuk sebuah negara.

Kedua, sistem khilafah tidak memiliki rujukan. Ketika ditanya dari mana rujukannya dan seperti apa sistemnya, aktivis khilafah bergeming dan mingkem. Apakah mereka ikut era khulafaur rasyidin (menggunakan sistem melalui semacam ahlul halli wal aqdi, ada yang ditunjuk khalifah sebelumnya, dan ada yang dipilih khalayak ramai). Atau menggunakan sistem kekhalifahan era Umayyah, Abbasiyah, hingga Usmaniyah, di mana mereka diangkat berdasarkan darah keturunan. Sementara HTI tidak membuat jawaban.

BACA JUGA  Politik Dinasti: Pembajakan Islam dan Demokrasi yang Harus Ditentang

Ketiga, siapa yang akan dijadikan khilafah. Keturuan bangsa Arab, Indonesia, Eropa atau lainnya. Atau dari HTI, FPI, ISIS, Al-Qaeda, NU, MU, Persis dan lainnya. Bila memilih di antara mereka, apa dasar dan hukumnya? Lagi-lagi aktivis khilafah tidak ada jawaban. Dan hal yang lebih fundamental, sistem khilafah tidak sesuai dengan masa sekarang.

Jika para pengusung khilafah merujuk sistem khilafah pada era Umayyah, Abbasiyah, hingga Usmaniyah, maka sistem khilafah bersifat otoritarianisme. Maka itu sistem ini tidak cocok untuk diterapkan pada era seperti saat ini. Artinya, lagi-lagi khilafah tidak memiliki tempat di Indonesia.

Tidak Adaptif

Di sebuah negara yang sudah damai dan sentosa seperti Indonesia, yang diinginkan bangsa sekarang bukanlah sistem khilafah. Melainkan menggali lagi nilai-nilai luhur Pancasila yang sudah membuat bangsa dan negara Indonesia damai hingga sampai sekarang.

Pancasila telah menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia. Sebagai sebuah produk ijtihad atau sebagai hasil konsensus nasional para pendiri bangsa Indonesia, para ulama dan para politik akademisi, Pancasila telah bisa melewati berbagai tantangan. Bahkan dengannya, Pancasila bisa menyatukan yang bercerai, bisa menjadi landasan kenegaraan dan bangsa berjiwa spiritual, kemanusiaan, atau damai.

Jadi, konsep Khilafah yang diusung oleh kelompok Islam radikal seperti Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) dan Hizbut Tahrir (HT) bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahkan konsep tersebut bisa menimbulkan benturan antarkelompok di Indonesia dan mengancam kelangsungan NKRI. Karena demikian, khilafah tidak bakal laku dijual di arena politik 2024. Tapi perlu kewaspadaan.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru