26.8 C
Jakarta
Array

Multietnis di Indonesia Jadi Anugerah Tiada Tara

Artikel Trending

Multietnis di Indonesia Jadi Anugerah Tiada Tara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta. Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB) bekerjasama dengan Forum Bagi Bangsa (FBB) mengadakan Seminar Kebangsaan bagi Siswa-siswi di SMAN 70, Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu, (15/11).

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB), Abdul Ghopur yang juga intelektual muda Nahdlatul Ulama, mengatakan kenusantaraan atau keindonesiaan yang multietnis, multibudaya dan multibahasa serta beragam suku bangsa adalah anugerah luar biasa yang tiada tara.
“Tidak ada bangsa atau negeri sekaya ini dan seindah serta senyaman Indonesia. Belum lagi alamnya yang ramah, iklimnya yang sedang-sedang saja, tidak ada musim yang ekstrim, terlalu panas tidak, terlalu dingin pun tidak. Ditambah dengan keanekaragaman hayati dan hewani-flora dan fauna yang sangat kaya tak terbanding,” kata Ghopur melalui materi Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman.
Ghopur menyebutkan hal itu sebagaimana disebutkan dalam penggalan Al-Qur’an Surat An Naml ayat 40, “Haadza min fadli rabbi liyabluwani a-asykuru am akfur, artinya: ini anugerah dari Tuhan untuk menguji kita untuk disyukuri atau diingkari).”
Ghopur prihatin atas situasi bangsa Indonesia sekarang yang semakin jauh dari nilai-nilai kebangsaan.
“Ada sebagian kelompok masyarakat yang kurang mensyukuri karunia Tuhan ini dengan dalih atau atas nama kemurnian suatu paham agama tertentu dan atas nama kemodernan, sehingga, prinsip-prinsip kebangsaan, kenegaraan serta kewarganegaraan semakin hari semakin jauh. Bahkan jauh lebih menjauh setelah dikobarkannya reformasi Mei 98,” sesalnya.
Menurutnya ada banyak jawaban atas persoalan tersebut diantaranya, problem Indonesia sesungguhnya adalah keberlangsungan manajemen negara pascakolonial yang tak mampu menegakkan kedaulatan hukum, memberikan keamanan dan keadilan bagi warganya.
Di dalam ketiadaan keadilan, lanjut dia, keamanan dan perlindungan hukum bagi individu untuk mengembangkan dirinya, orang lebih nyaman berlindung di balik  warga-tribus (tribalisme, premanisme, koncoisme dan sektarianisme) ketimbang warga-negara.
Persoalan ekonomi-politik yang bersumber dari manajemen negara yang korup menyisakan kelangkaan dan ketimpangan alokasi sumberdaya di rumahtangga kebangsaan. Jika aparatur negara hanya sibuk mengamankan kekuasaan dan dapurnya sendiri, maka individu akan segera berpaling ke sumber-sumber tribus sebagai upaya menemukan rasa aman. Di sini persoalan ekonomi-politik yang objektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitias yang subjektif.
“Kita juga belum siap menerima keragaman. Padahal, keragaman bangsa bisa menjadi kekayaan jika negara mampu menjalankan fungsinya sebagai, apa yang disebut Mohammad Hatta, panitia kesejahteraan rakyat,” katanya.
Lebih lanjut, Ghopur menukil isi dari teks Piagam Deklarasi tentang hubungan Pancasila dengan Islam sebagai hasil Munas Alim Ulama, Situbondo, 21 Desember 1983, Meski Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dipergunakan untuk menggantikan agama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Udang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.
“Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah (hablumminallah) dan hubungan antar manusia (hablumminannas),” tambahnya.
Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan (pengejawantahan) dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.
“Sebagai konsekuensi dari sikap ini, segenap anak bangsa yang masih mencintai dan menginginkan utuhnya negeri ini, berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak,” imbuhnya lagi.
“Intinya, No Ekstrim Kanan, No Ekstrim Kiri! Jadilah Ummat yang Tengah-tengah (ummatan wasahan) yang seimbang, bersatulah Orang Indonesia (Oi)” tandasnya. (Red: Kendi Setiawan)
Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru