29.9 C
Jakarta

Mujahid Sejati yang Berjuang Memerangi Virus Corona

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMujahid Sejati yang Berjuang Memerangi Virus Corona
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Beberapa hari terakhir Indonesia sedang dihadapkan dengan wabah Virus Corona. Entahlah, kita menyebutnya apa status virus itu. Apakah itu sebagai ujian, azab, atau apalah?

Sesuatu yang pengin saya uraikan dalam tulisan ini adalah pentingnya mengindahkan imbauan pemerintah untuk bekerja di rumah, shalat di rumah, dan beraktivitas di rumah, kecuali memang sangat darurat keluar rumah, semisal beli makan, belanja ini-itu, dan seterusnya. Kendati begitu darurat, kita diimbau berhati-hati kontak dengan banyak orang yang diduga membawa virus.

Virus Corona ini bukanlah suatu guyonan. Ini penyakit membahayakan yang harus kita perangi. Memerangi Virus ini solusinya bisa “lockdown” atau penutupan akses masuk maupun keluar suatu daerah yang terdampak virus. Cara semacam ini sudah dilakukan oleh beberapa negara yang terpapar Virus Corona seperti Spanyol, Malaysia, lebih-lebih Wuhan China. Selain itu, bisa dengan cara “Social Distancing” atau menjaga jarak. Menurut WHO dalam kasus Corona, masyarakat harus menjaga jarak minimal 2 meter dari orang lain ketika berinteraksi dan tidak boleh bersentuhan. Bagaimana dengan praktek shalat jama’ah? Shalat Jum’at? Masihkah dilakukan? Atau diliburkan saja alias shalat sendiri di rumah?

Social distancing yang diambil oleh pemerintah Indonesia melarang masyarakat shalat berjamaah di masjid, lebih-lebih shalat Jum’at. Karena, shalat seperti ini sangat memungkinkan menularnya virus antar orang yang shalat. Keputusan yang diambil pemerintah ini bukan bermaksud menjadikan orang Islam makin tidak senang shalat jamaah. Sekali lagi bukan begitu maksudnya. Pemerintah, lebih tepatnya MUI, sangat melihat kenyataan yang serba darurat ini dengan kaca mata Kaidah Ushul Fikih yang sangat familiar: “Dar’u al-mafasid awla min jalbi al-mashalih“. Maksudnya kurang lebih, menolak kemafsadatan lebih utama dibanding dengan melakukan kemaslahatan.

Dalam konteks sekarang, kaidah itu dapat dipahami bahwa shalat jamaah itu sesuatu yang “shalih“, baik. Tapi, ingat, kebaikan shalat jamaah ini akan digugurkan atau sebaiknya diganti dengan mencegah wabah Virus Corona yang termasuk sesuatu yang “fasid“, bahaya. Masihkah kita ngotot “sok” saleh pergi ke masjid dengan bermodalkan ke-pe-de-an takdir ada di tangan Allah? Monggo kalau itu keputusan bulat kalian, lakukan. Suatu saat, kalian akan merasakan akibatnya.

BACA JUGA  Politik Dinasti Jokowi, Apakah Dibenarkan oleh Agama?

Sebuah kenyataan yang membuat saya muak pada hari Jum’at kemarin. Ceritanya begini, saya tinggal di kota dekat Jakarta yang lebih banyak masyarakatnya terpapar Corona dibanding kota yang lain. Saya tinggal tepatnya di Ciputat. Menjelang hari Jum’at saya berharap shalat Jum’at dekat tempat tinggal saya diliburkan alias diganti dengan shalat Dhuhur. Tragisnya, takmir masjidnya masih menyalakan corong sambil meneriakkan suara azan “Hayya ala ash-Shalah” atau panggilan untuk shalat bersama, jamaah. Saya membatin: “Ini masjid takmirnya memang kurang informasi atau terlalu pintar alias “sok” saleh?”

Lucunya lagi, khatib yang menyampaikan khotbah pada shalat Jum’at di masjid itu sedang dihadapkan dengan kebingungan, sehingga dalam khotbahnya dia menyinggung imbauan mengganti shalat Jum’at dengan shalat Dhuhur, kemudian dia mengikutkan imbauan itu dikembalikan kepada jamaah alias orang yang ikut shalat.

Sikap konyol tersebut sejujurnya bertentangan dengan pesan hadis Nabi yang memerintahkan siapapun yang sedang darurat hendaknya shalat di rumahnya saja: “Di suatu malam yang dingin, Ibnu Umar mengumandangkan azan ketika hendak shalat di Dajnan dan mengatakan: ‘Shallu fi rihalikum‘ (shalatlah di rumahmu). Dia mengatakan, Rasulullah Saw. pernah menyuruh muadzin mengumandangkan ‘Shallu fi rihalikum‘ (shalatlah di rumahmu) saat azan di malam yang hujan atau sangat dingin dalam perjalanan.” (HR Bukhari).

Lebih dari itu, sikap “overacting” alias “sok” saleh melangkahi perintah Allah dalam Al-Qur’an di mana rakyat hendaknya mematuhi pemerintah selagi itu benar. Allah berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan ulil amri kalian.” Maksud ulil amri di sini adalah pemerintah.

Melalui tulisan ini, saya berharap kita bersama menjadi mujahid sejati, bersama memerangi Virus Corona. Bagi dokter, memerangi Corona dengan mengobati pasien yang sedang positif. Sedang, selain dokter memerangi Corona dengan beraktivitas di rumah saja. Jangan jadi mujahid yang pengecut alias munafik yang tidak mengindahkan imbauan pemerintah dan bertindak semaunya sendiri. Selamatkan Negara Indonesia dengan cara kita menjadi mujahid sejati![] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru