26.9 C
Jakarta

Metode HT/HTI dalam Penyebaran Khilafah dan Kemunculan Benih Kekerasan

Artikel Trending

KhazanahOpiniMetode HT/HTI dalam Penyebaran Khilafah dan Kemunculan Benih Kekerasan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Metode HT/HTI dalam Penyebaran Khilafah dan Kemunculan Benih Kekerasan

Ainur Rofiq Al Amin*

Dalam literatur Hizbut Tahrir (baik yang mutabannat maupun non-mutabannat), banyak diungkap metode baku yang tidak akan berubah (thariqat) untuk penyebaran ide penegakan khilafah-nya (tentu dalam hal ini HT pilih diksi “metode dakwah” tinimbang kata “penyebaran”, agar lebih terkesan sebagai representasi Islam).

Saya katakan baku dan tidak akan berubah karena HT menciptakan dan membedakan antara thariqat, uslub, dan wasilah. Istilah thariqat bagi HT adalah baku dari Nabi sehingga tidak bisa diubah. Sedangkan uslub dan wasilah masih fleksibel dan tergantung situasi dan kondisi, contohnya kira-kira seperti ikut pemilu (tapi entah pemilu di negara mana), mengibarkan bendera sembari mengajak warga NU Jombang untuk selfie atau kirab bendera ke Surabaya dengan mengajak warga non-HTI dengan alasan ziarah ke makam sunan Ampel dan istighosah di masjid al Akbar dan lain sebagainya.

Adapun thariqat atau metode penyebaran ide penegakan khilafah yang diklaim baku dari Nabi, setidaknya ada tiga unsur penting, yaitu: tathqif, tafa’ul, dan istilam wa tatbiq.

Metode pertama adalah tathqif, yakni tahap awal yang poin pentingnya adalah pendekatan individu untuk dikenalkan dengan ide HT dengan ujungnya adalah khilafah. Selanjutnya kalau ada respon, akan diajak halaqah dengan cara terbatas dan sembunyi-sembunyi.

Metode kedua adalah tafa’ul, metode ini sebagai tindak lanjut dari keberhasilan tathqif. Aktifitasnya sudah dalam ranah masyarakat, bukan individu, jadi terbuka atau sudah terus terang. Dalam tafa’ul ada beberapa nomenklatur penting, antara lain:

Siraul fikri, alias perang pemikiran. Di sini titik tekannya counter dan perang wacana, seperti penolakan HT terhadap nasionalisme dengan berbagai alasan merendahkan (tentu pendapat HT bagi kita adalah penodaan dan penistaan terhadap nasionalisme).Contoh lain adalah kritik keras HTI terhadap demokrasi. Terbaru adalah bagaimana HT berkeinginan untuk melekatkan bahwa khilafah adalah bagian inti dari syariah yang tidak bisa dilepas. Selanjutnya berupaya menyerang orang yang mendudukkan khilafah dalam porsi historis yang wajar. HT menyerang yang anti khilafah dengan diksi kata yang lagi populer berkat demo berjilid kemarin. Pihak tersebut dianggap mengkriminalisasi khilafah. Akhirnya, siapa yang mengkritik HT berikut konsep khilafahnya, akan dianggap benci syariah. Itulah contoh siraul fikri.

Menghakimi Teroris

Dalam tafa’ul juga ada kifah siyasi yang intinya adalah perang politik. Jadi dalam tahap ini tidak hanya perang pemikiran, tapi juga fokus menyerang sistem politik penguasa yang non khilafah (baik Barat maupun penguasa muslim) plus menunjukkan bobroknya. Serangan ini lebih mematikan karena dibungkus dengan dalil-dalil agama. Kifah siyasi akan lebih efektif dilakukan tidak hanya selebaran, tapi juga demo massal.

BACA JUGA  Mendidik Anak, Membangun Bangsa: Belajar dari Ibunda Imam Syafi’i

Dalam tafa’ul juga ada tolabun nusroh, yang intinya ketika teriakan HT kepada masyarakat sekian lama tidak memunculkan kekuatan untuk menumbangkan penguasa dan mendirikan khilafah, maka perlu upaya tambahan berupa tolabun nusrah, yakni mencari dan mendekati ahlul quwwah baik militer, politikus dan sejenisnya yang dipandang bisa membantu HT untuk menumbangkan penguasa dan mendirikan khilafah.

Metode ketiga adalah tasallum wa tatbiq, yakni HT menerima kekuasaan yang telah ummat rebut dari penguasa sebelumnya dan HT siap menerapkan ide khilafah sesuai dengan kitab mutabannat yang mereka tulis. Baik dalam kaitan dengan konsep khilafah ala HTI, UUD yang telah disusun dan lain-lain. Hanya sampai sekarang belum ada khilafah ala Hizbut Tahrir, justru khilafah ISIS yang mendahului.

Lalu bagaimana relasinya dengan kemunculan benih kekerasan? Dalam analisis saya, ada tiga komponen pokok dalam penyebaran ide khilafah HT, yakni ummat Islam, Hizbut Tahrir, dan inputnya adalah para pemuja khilafah, dan/atau para pelaku kekerasan.

Untuk input yang berupa para pengagum khilafah adalah jelas tertulis dan disengaja oleh HT seperti penjelasan di atas kala HT mendekati ummat. Adapun hasil yang berupa pelaku kekerasan seperti Bahrun Naim yang akhirnya ke Suriah, maupun aktifis HT yang ikut perang di Suriah, tentu tidak tertulis dalam kitab strategi penyebaran khilafah HT.

Namun bisa jadi kekerasan yang timbul itu memang sudah di sengaja (walau tidak tertulis dalam kitabnya). Hal ini bisa dilihat posisi HT yang di tengah (dengan teriakan lantang yang membakar semangat seperti yang dilakukan dalam siraul fikri dan kifah siyasi) antara ummat dengan pemuja khilafah. Posisi ditengah ini saya sebut sebagai wasilah, jembatan, atau buldoser menuju ke jalan kekerasan. Kalau istilahnya Zyno Baran adalah HT sebagai Conveyor Belt.

Dengan demikian, para aktifis HT dengan tampilan yang slow, tidak garang dan terkesan intelektual tapi berteriak lantang tentang sistem yang kontra dengan Islam, akan sangat mungkin membakar para pecinta kekerasan baik dari HT sendiri maupun dari non HT. Ingat, kritik terhadap penguasa non-khilafah, yang terus menerus didengungkan sembari dibumbui dengan dalil-dalil akan potensial untuk “membakar”. Andaikan semangat yang membakar dan menyala-nyala itu untuk membangun NKRI… tentu sangat baik sekali.

*Penulis adalah dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru