26.7 C
Jakarta

Menyudahi Polemik Khilafatul Muslimin, Harus Percaya Atau Ragu pada Ikrar Mereka?

Artikel Trending

Milenial IslamMenyudahi Polemik Khilafatul Muslimin, Harus Percaya Atau Ragu pada Ikrar Mereka?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sudah sebulan penuh polemik Khilafatul Muslimin menghiasi ruang publik kita. Sejak awal Juni, persis di momentum Hari Pancasila, mereka viral, dan terkini mereka sudah banyak yang ikrar kepada NKRI. Namun demikian, sejauh ini, banyak pihak yang skeptis dengan ikrar tersebut. Dalam pemberitaan Sindo News bahkan dikatakan bahwa mereka berikrar karena takut ditangkap, bukan karena sada diri. Jadi secara public interest, haruskah Khilafatul Muslimin dipercaya atau justru dicampakkan begitu saja?

Tersiar, para pengurus dan anggota Khilafatul Muslimin Karawang menyatakan setia kepada NKRI. Seorang pengurus Kelompok Khilafatul Muslimin di Kota Makassar, Bakri Luke, juga menyatakan kembali ke NKRI. Selain itu, belasan anggota Khilafatul Muslimin di Lampung Selatan melakukan ikrar setia kepada NKRI. Pelaksanaan ikrar dilanjutkan dengan penyerahan atribut Khilafatul Muslimin. Di Sukabumi, ikrar NKRI dilakukan Khilafatul Muslimin dengan bentuk Deklarasi Kebangsaan.

Penting dicatat, ini semua adalah kabar baik. Sebulan terakhir, tidak sedikit petinggi Khilafatul Muslimin ditangkap aparat. Dalam rentang itu pula, para stakeholder bergerak masif untuk menelusuri Khilafatul Muslimin dari segala sisi; ancaman ideologi, jaringan organisasi, dan sumber filantropi. Pesantren-pesantren yang terafiliasi Khilafatul Muslimin di sejumlah daerah juga sudah terlacak. Tidak heran, orang-orang menganggap Khilafatul Muslimin terdesak.

Tetapi, apakah semua ikrar tersebut harus disangsikan? Jika jawabannya iya, maka konsekuensinya adalah kita harus mencampakkan kerja masif para stakeholder tadi, seperti BNPT dan Densus 88, ke dalam tong sampah—tidak berguna. Karena menyangsikan ikrar Khilafatul Muslimin sama halnya dengan tidak mempercayai efektivitas para stakeholder dalam segala upaya mereka menyadarkan Khilafatul Muslimin. Pendekatan lunak (soft approach), dengan demikian, juga harus dicampakkan.

Tentu saja hal itu tidak mungkin dilakukan. Selanjutnya, jika jawabannya adalah tidak, maka konsekuensinya adalah kita harus menelan ludah sendiri kalau suatu hari nanti Khilafatul Muslimin berulah kembali. Sebab, tidak menyangsikan ikrar para Khilafatul Muslimin sama halnya dengan menyepelekan militansi mereka terhadap ideologi khilafah. Menganggap mereka semudah itu berganti haluan dan membuang nafsu khilafah? Ini juga susah diterima. Jadi bagaimana jalan terbaiknya?

Khilafatul Muslimin Ikrar NKRI

Satu hal yang pasti ialah bahwa polemik Khilafatul Muslimin tidak akan kekal. Maksudnya, sampai kapan media-media harus memberitakan Khilafatul Muslimin? Saya sendiri yakin, tidak sedikit dari para anggotanya yang ketar-ketir, takut ditangkap, dan merasa teralienasi secara sosial. Namun saya juga yakin, ikrar-ikrar tersebut tidak selalu berangkat dari perasaan terdesak, melainkan dari kesadaran mereka. Seperti bai’at khilafah, ikrar NKRI bukan sesuatu yang main-main.

Karena itu, untuk menjawab pertanyaan apakah ikrar NKRI oleh Khilafatul Muslimin di sejumlah daerah mesti dipercaya atau diragukan, kita harus menggunakan dua barometer. Pertama, keberhasilan soft approach pemerintah. Pendekatan lunak dengan teknik head, heart, dan hand bisa diukur efektivitasnya. Apakah ia berhasil atau gagal, stakeholder terkait bisa mengetahuinya. Dalam konteks ini, berpindah haluan dari khilafah ke NKRI adalah sangat memungkinkan.

BACA JUGA  Memaknai Natal Sebagai Momentum Kasih Sesama

Kedua, kekuatan internal Khilafatul Muslimin. Kelompok khilafah HTI, yang sudah ilegal, sampai sekarang menjadi penentang paten di NKRI. Tidak ada ikrar, tidak ada kesadaran untuk menerima Pancasila, dan justru mereka tetap masif menebarkan propaganda khilafah. Hal itu karena HTI punya jaringan internasional, dan posisinya sebagai kelompok transnasional sangat kuat. Lalu bagaimana dengan Khilafatul Muslimin? Apakah kekuatan internalnya semilitan HTI?

Jawaban dari pertanyaan tersebut mengarah pada ‘tidak’. Beberapa analis memiliki pandangan yang sama, bahwa Khilafatul Muslimin sejatinya adalah kelompok yang lemah. Mereka tidak punya sumber daya yang cukup untuk menjadi seperti HTI. Terlebih setelah Sang Khalifah, Abdul Qadir Baraja ditangkap, sepertinya Khilafatul Muslimin menuju keruntuhan total—sebagai organisasi. Jika kekuatan internalnya selemah itu, mengkhawatirkan mereka sama sekali tidak ada alasannya.

Dengan dua barometer tersebut, ikrar setia NKRI dan deklarasi kebangsaan oleh para anggota Khilafatul Muslimin menjadi jelas. Ada jalan tengah yang bisa ditempuh, yaitu tidak menyangsikan ikrar mereka namun pada saat yang bersamaan mereka harus terpantau. Terpantau dimaksud bukanlah membuntuti para aktivis Khilafatul Muslimin, melainkan tetap melakukan soft approach tadi hingga pasca-ikrar NKRI. Jalan tengah ini tidak lain bertujuan untuk memurnikan kontra-narasi khilafah.

Kontra-Narasi Khilafah

Maksud memurnikan ialah mencoba fokus terhadap elemen terpenting kontra-narasi khilafah, yakni melawan propaganda secara proporsional, dan pada saat yang sama mengapresiasi pencapaian yang ada. Misalnya, soft approach berhasil menghijrahkan seseorang, atau sejumlah orang, dari aktivis khilafah menjadi penjaga NKRI. Itu adalah bukti keberhasilan para stakeholder. Selanjutnya, apakah narasi khilafah telah benar-benar reda?

Ini jangan sampai luput dari sorotan. Selama sebulan terakhir, ketika Khilafatul Muslimin jadi bidikan utama, para aktivis HTI malah luput dari perhatian. Bahkan, sang ideolog, Felix Siauw, baru-baru ini tampil di TVOne untuk membahas isu Holywings. Di kanal Khilafah Channel Reborn, para HTI-ers bahkan ikut memelintir polemik Khilafatul Muslimin sebagai islamofobia rezim. Ini sangat disayangkan: Khilafatul Muslimin ditelanjangi habis-habisan, sementara HTI dibiarkan.

Karena itu, kontra-narasi khilafah mesti tepat sasaran. Khilafatul Muslimin, setelah sebulan menjadi sorotan, harus kita sudahi ketika mereka telah mengumumkan ikrar setia pada NKRI. Tugas selanjutnya ialah melakukan monitoring rutin, untuk melihat perkembangan mereka ke depan sekaligus mengantisipasi kemungkinan buruk yang tak diinginkan. Fokus pada kelompok khilafah secara umum adalah agenda berikutnya.

Jangan sampai silau mata bahwa kontra-narasi khilafah tidak hanya menargetkan Khilafatul Muslimin dan mengabaikan HTI cs. Khilafatul Muslimin harus dipercaya melalui ikrarnya, tetapi mereka mesti dalam pengawasan. Sementara itu, HTI yang belum berikrar dan justru menebarkan propaganda khilafah secara masif harus segera mendapat tindakan. Agendanya satu; kontra-narasi khilafah. Kalau HTI yang sangat lincah bergerak, mengapa harus Khilafatul Muslimin yang disorot tanpa henti? Bahaya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru