30.1 C
Jakarta

Menyoal Kebenaran HTI “Menunggangi” Demonstrasi Mahasiswa

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenyoal Kebenaran HTI “Menunggangi” Demonstrasi Mahasiswa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kericuhan demonstrasi mahasiswa terkait RUU yang bermasalah pada satu titik, menemukan kejanggalan yang sangat politis. Beberapa video yang beredar di media sosial menunjukkan adanya kecerdikan gerakan ideologi khilafah. Untuk apa? Jelas untuk menunggangi, menyusupi, dan meletakkan kepentingan perlawanan politik mereka untuk bersuara secara sistematis dan terstruktur. Mari sejenak lihat kejanggalan, problem, dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi hari ini dan esok.

Sebagai agent of social change, mahasiswa tidak bisa diseret ke tengah pusaran isu-isu intoleransi, radikalisme, dan anarkisme. Pelabelan itu secara otomatis menggambarkan gerakan mahasiswa sebagai gerakan anarkisme, yang pada gilirannya akan melemahkan toleransi dan kebebasan sipil.

Menurut analisis Drone Emprit and Kernels Indonesia, Ismail Fahmi menyatakan bahwa berita yang menjurus pada pelemahan gerakan-gerakan ideologi mahasiswa adalah perlawanan politik HTI. Dengan tujuan untuk mengambil alih perhatian masyarakat, dan sorotan dari berbagai media  (Tempo: 25/09). Gerakan ideologi ini wajah polarisasinya khilafah untuk memasuki ruang kegaduhan demokrasi saat ini yang menurut Najwa sebagai ujian reformasi.

Gelombang besar demonstrasi mahasiswa sudah bisa dipastikan sebagai tempat paling empuk untuk menuntaskan hasrat dendam politik organ eks-HTI. Ia mulai bergerak masuk untuk menemukan momentum besar ini dengan teriakan “turunkan Jokowi”. Persepsi itu memang hasil analitik yang berdasar. Ketika banyak pengamat mengatakan bahwa, demo-demo tersebut digerakkan, dikoordinasi, dan diotaki oleh sekumpulan elite tertentu. Tidak usahlah terlalu jauh berimajinasi, cukup sejenak baca bahwa, ideologi khilafah tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Ia menemukan eksistensinya sejak aksi 212, aksi 411 dan Ijtimak ulama. Apa yang diinginkan dengan agenda tersebut—ketidak berpihakan terhadap pemerintah—setelah dibubarkannya HTI dan dilarangnya penyebaran ideologi khilafah.

Lihat sekarang. Saat negara mulai berkecamuk oleh ulah DPR terkait beberapa RUU KUHP yang dinilai mendiskreditkan rakyat kecil, dan revisi UU KPK. Pada momentum ini, pendukung khilafah meneriakkan kembali bahwa khilafah adalah solusi atas semua itu. Namun perlu ditegaskan disini, khilafah tidak akan pernah berhasil memancing substansi aspirasi masyarakat yang disuarakan para mahasiswa. Seperti yang dikutip Presma UGM, gerakan mahasiswa murni gerakaran moral, gerakan yang ditunggangi aspirasi masyarakat itu sendiri. Secara tidak langsung, mahasiswa menegaskan secara blak-blakan posisi HTI khilafah, FPI Radikal dan mafia Cendana yang ingin membuat kerusuhan di negeri yang damai ini.

BACA JUGA  Matikan Islam Radikal, Hidupkan Islam Moderat

Geliat Kelompok Pendukung Khilafah

Desas desus kata “ditunggangi” tampak sebagai trending topik. Namun dengan jelas Ismail Fahmi menarasikan posisi itu sebagai cluster baru untuk mengkaburkan gerakan demonstrasi mahasiswa yang murni tadi. Sebab disinilah pentingnya tulisan ini dikaji secara mendalam, di mana Pro khilafah dan Anti khilafah bersarang mempolarisasi masyarakat secara masif.

Ruang kegaduhan ini yang bisa menaikkan volume isu khilafah sangat tinggi. Itu permainannya, dan ini yang ingin dipaparkan ke publik, agar para intelektual organik terlihat lebih cerdas dan ilmiah. Penegasan itu juga menjungkirbalikkan sebuah fakta tentang tagar gerakan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa di pelbagai daerah juga di ibu kota bahwa, semuanya benar-benar murni gerakan moral; tidak dipapar oleh gerakan radikalisme khilafah.

Kajian ini perlu terus dilanjutkan sampai ke akar-akarnya, sebelum semuanya mencapai kesimpulan yang konkrit. Sebab gerakan kembali ke “khilafah” tetap menjadi topik kajian analisis yang perlu dilakukan oleh para akademisi dan aktivis-aktivis pergerakan untuk menjaga NKRI dari ideologi khilafah. Dimana para aktivis harus memposisikan secara proporsional issu yang berkembang agar tidak menjadi bom waktu.

Kemungkinan Itu

Komitmen yang tertanam bagi kelompok yang mengidolakan khilafah mencari cara dengan bagaimanapun itu, mereka mengidolakan masa lalu; dalam bahasa Gus Nairsyah Hosen mengulang kembali cerita-cerita masa-masa kejayaan Islam utuk menularkan semangat khilafah di muka bumi. Kalimat “penegakan khilafah” adalah solusi bagi segala persoalan umat di Indonesia yang masih digaungkan oleh kelompok-kelompok mereka. Semua masalah pendera khilafah dikibarkan.

Pemutlakan terhadap khilafah semacam itu pada gilirannya membuat mereka tidak mampu membedakan mana yang merupakan instrumen khilafah dan mana tujuan pemerintahan yang adil. (Komaruddin Hidayat, 2014: 40). Masyarakat terlalu pintar untuk membedakan antara gerakan kelompok yang berkepentingan untuk membumikan wacana khilafah.

Meminjam apa yang dikatakan oleh Barthes; kelompok ini membentuk sebuah tipe wicara dengan meminjam konsep-konsep ideal masa lalu untuk mencapai kepentingan kelompok mereka di masa kini. Sedang masyarakat sudah paham, pemerintah sudah hafal gerak gerik itu. Pembacaan ini semoga bisa memberikan sumbangsih yang sedikit banyak membuca cakrawala berpikir masyarakat tentang isu “ditunggangi”. Hal ini dimaksudkan agar tidak sampai berhasil memancing emosi ketidaktahuan masyarakat, terutama bagi minoritas dan lainnya.

 

Jamalul Muttaqin
Jamalul Muttaqin
Penulis Lepas

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru