25.6 C
Jakarta

Menyikapi Peperangan, Belajar dari Malala Yousafzai

Artikel Trending

KhazanahOpiniMenyikapi Peperangan, Belajar dari Malala Yousafzai
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Peperangan yang belakangan terjadi seolah membuka tabir akan pentingnya rasa keamanan dan perdamaian. Terlihat, negara-negara yang terlibat dalam peperangan menuai kerusakan dan kerugian yang tidak sedikit. Misalnya perang antara Rusia dan Ukraina yang dilaporkan oleh Badan Bantuan PBB, Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) melukai 240 ribu warga sipil dan 64 orang diantaranya dilaporkan tewas.

Kejadian tersebut seolah membuka mata kita akan bahaya besar dari perang. Dan perjuangan Malala Yousafzai yang dahulu gencar menyuarakan kasus kemanusiaan, patut direkontruksi ulang dan kembali diperdengarkan saat terjadi peperangan.

“This is what my soul is telling me: be peaceful and love everyone” -Malala Yousafzai

Malala Yousafzai merupakan perempuan kelahiran 1997 yang memperjuangkan arti pendidikan dan perdamaian. Pada tahun 2008, dirinya berani bersuara lantang melawan penindasan yang dilakukan oleh Taliban. Melalui televisi dan radio, Malala Yousafzai menyiarkan tentang keburukan Taliban yang membatasi akses pendidikan.

Namun kelantangan Malala Yousafzai rupanya merisaukan tentara Taliban. Sehingga di tahun 2012, Malala Yousafzai diteror dan ditembak oleh Taliban. Tembakan tersebut tepat mengenai daerah sekitaran kepala dan leher. Meskipun begitu, Malala Yousafzai tetap mencatatkan diri sebagai wanita pemberani yang menentang adanya pembatasan pendidikan.

Pada akhirnya keberanian serta sikap kritis yang dimiliki oleh Malala Yousafzai membuatnya diundang oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk berpidato di hadapan majelis PBB. Pidato tersebut bertepatan dengan ulang tahun Malala Yousafzai ke-16. Dalam pidatonya, Malala Yousafzai menyinggung soal pemenuhan hak-hak perempuan, terorisme yang harus dilawan, serta pendidikan yang harus diakses semua orang.

 Suara Malala Yousafzai

Malala Yousafzai mengajari kepada semua orang tentang pentingnya 3 isu pokok. Disampaikan oleh Malala Yousafzai, bahwa isu-isu tersebut bersifat universal dan negara juga wajib hadir didalamnya.

Pertama, nilai kesetaraan. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan layanan. Laki-laki dan perempuan harus mendapatkan hak yang sama dalam jaminan hidup yang layak, hak untuk belajar, memperoleh keamanan negara, kedamaian, serta kesejahteraan. Nilai kesetaraan dihidupkan untuk menghindari kecemburuan antara satu pihak dengan pihak lainnya.

Selain itu, kesetaraan juga berlaku pada seluruh lapisan masyarakat. Baik masyarakat yang kaya, miskin, ataupun yang menjadi pejabat, semuanya harus mendapatkan hak yang sama dari negara. Hal ini dilakukan untuk mencegah kesenjangan budaya, ekonomi, budaya, dan politik yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Isu kesetaraan sangat keras disuarakan oleh Malala. Dirinya menegaskan bahwa kesetaraan tidak hanya untuk dirinya, namun juga untuk anak-anak dan masyarakat yang lain.

Kedua, perlawanan terhadap tindak kekerasan. Perjuangan Malala Yousafzai adalah melawan kelompok Taliban yang membawa persenjataan lengkap untuk merampas hak rakyat. Kekerasan yang dilakukan oleh kelompok Taliban, selain meresahkan masyarakat juga mengganggu keamanan nasional. Dan yang paling dikhawatirkan dari tindak kekerasan adalah jika mengakibatkan pembunuhan, kerusakan struktur bangunan, kemerosotan ekonomi, dan hal lain yang berdampak luas.

BACA JUGA  Mendidik Anak, Membangun Bangsa: Belajar dari Ibunda Imam Syafi’i

Kekerasan yang diakibatkan oleh Kelompok Taliban lebih mengarah pada tindakan terorisme. Dimana kelompok tersebut merasa berkuasa dan berhak mengatur segala hal, termasuk dalam keyakinan. Sebenarnya tindakan terorisme ini bisa dicegah dengan mengenalkan kelompok pengusung dengan nilai-nilai keberagaman dan kemanusiaan. Dua prinsip utama yang menjadikan seseorang tidak tega menyakiti sesama.

Maka dalam perjuangan Malala Yousafzai, dirinya mengutuk keras aksi-aksi terorisme yang dilakukan oleh Kelompok Taliban. Dirinya melawan Kelompok Taliban dengan cara menyiarkan keburukan-keburukan mereka melalui radio dan televisi. Dengan media tersebut, keburukan dari Kelompok Taliban berhasil diakses oleh dunia internasional, dan menjadi perhatian semua orang.

Ketiga, perlawanan kebodohan. Pengetahuan yang serba terbatas menyebabkan seseorang berpikir sempit. Pada akhirnya timbul berbagai bentuk kejahatan, seperti diskriminasi, kekerasan, penghapusan hak, dan perampasan. Maka dari itu, Malala Yousafzai menyuarakan secara keras akan pentingnya minat baca serta pencerdasan semua orang.

Sikap Terhadap Peperangan

Peperangan menjadi suatu hal kompleks yang dapat menyebabkan kerusakan di semua lini. Baik permasalahan pendidikan, kemerosotan ilmu, ataupun tindakan kekerasan, kesemuanya ada dalam sebuah peperangan. Pada titik akhir, peperangan dapat menyebabkan kerusakan yang tidak bisa dipulihkan dalam waktu cepat.

Seperti halnya, kerusakan yang ditimbulkan oleh bom-bom yang sengaja diledakkan. Ataupun dampak dari perang senjata kimia yang mencemari lingkungan. Atau hal yang lebih spesifik menyasar psikologi manusia, biasanya dialami oleh seseorang yang kehilangan keluarganya. Efek kesedihan dan trauma tidak bisa dipulihkan secara cepat.

Oleh karena itu, apabila kita melihat gagasan Malala Yousafzai, jelaslah jika peperangan haruslah dikutuk sedemikian kerasnya. Karena dari sisi ekonomi, pembangunan, lembaga, serta dampak psikologinya sangatlah besar. Dan tindakan pengeboman ataupun tindakan kekerasan lain yang dilakukan oleh negara berkonflik haruslah segera dihentikan. Disinilah pentingnya untuk melakukan reaktualisasi nilai perjuangan Malala untuk menciptakan dunia yang damai dan sejahtera.

Selain itu, perlu ditegaskan bahwa perang apa pun murni berlatar belakang politik. Misalnya, perang Rusia dengan Ukraina, sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah agama. Maka jika ada propaganda yang mengatasnamakan perang sebagai berkaitan dengan agama, itu palsu. Karena itu pemerintah perlu menjalankan politik bebas aktif untuk menciptakan perdamaian dunia sesuai amanat UUD 1945, dengan melibatkan Kemlu, BIN, dan Kemenhan. Wajib!

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru