26.9 C
Jakarta

Menyikapi Amar Makruf Nahi Mungkar

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMenyikapi Amar Makruf Nahi Mungkar
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Seringkali amar makruf nahi mungkar dibuat dalih untuk menguatkan argumen aksi kekerasan atas nama agama. Mulai ayat-ayat Al-Qur’an sampai hadis dikonfirmasi untuk mendukung aksi picik ini, sehingga radikalisme dinilai oleh masyarakat dengan paham yang mulia.

Biasanya ayat yang digembar-gemborkan adalah surah Ali Imran ayat 104, yang berbunyi: Hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru pada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. 

Sementara, hadis Nabi saw. yang dinukil pula berupa: Siapa saja di antara kalian yang mendapatkan kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya (kekuatan). Bila tidak bisa, ia harus mengubahnya dengan lisannya. Bila tidak bisa juga, ia harus mengubahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim).

Melalui ayat tersebut, kelompok radikal berkeyakinan bahwa perbuatan kekerasan untuk menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah bentuk dari perintah Allah yang tidak dapat ditawar. Selain itu, tindakan kekerasan ini, berdasarkan hadis Nabi, adalah perintah untuk mengubah kemungkaran dengan tangan alias fisik, karena cara ini termasuk langkah paling mulia dibandingkan dakwah dengan lisan, apalagi dengan hati.

Demikianlah cara kelompok radikal membaca dan memahami suatu teks Al-Qur’an dan hadis. Padahal, tidak cukup sampai di sana untuk memahami teks ini. Tentu, dibutuhkan seperangkat ilmu pengetahuan yang memadai. Bagi seorang mufasir (orang yang memahami Al-Qur’an) hendaknya mengetahui ilmu-ilmu Al-Qur’an (ulumul Qur’an) atau hermeneutika, sementara untuk memahami hadis, dibutuhkan ilmu hadis (ulumul hadis), lebih-lebih takhrij hadis, sebuah cara untuk meneliti status hadis.

Pada hakikatnya, kelompok radikal memahami teks secara tekstual, sehingga kehilangan konteksnya. Hal ini merupakan cara yang sempit dalam berinteraksi dengan teks. Setidaknya, bagi pembaca yang berupaya memahami teks hendaknya selalu melihat konteksnya, sehingga teks yang mati akan menjadi hidup dan membumi.

Membahas soal amar makruf nahi mungkar melalui teks-teks Al-Qur’an dan hadis secara mendasar bisa menukil pandangan mufasir al-Qurthubi saat mengomentari surah al-Ma’idah ayat 105: “Seorang pelaku hisbah (prinsip-prinsip agama) hendaknya berdiam jika dirasa tindakannya memberantas kemungkaran akan mendatangkan bahaya baginya, keluarganya, atau umat Islam secara umum.”

BACA JUGA  Mengatasi Kemiskinan dengan Memiskinkan Koruptor atau Menaikkan Gaji Pejabat?

Pada tempat lain, Ibnu Taimiyah menambahkan: “Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban terberat. Sesuatu yang diwajibkan atau dianjurkan harus mendatangkan kemaslahatan, bukan kemudaratan, karena para rasul diutus untuk membawa kemaslahatan dan Allah tidak menyukai kerusakan. Oleh sebab itu, amar makruf nahi mungkar tidak boleh melahirkan kemungkaran baru. Sesuatu yang banyak mengandung kemudaratan tidak akan diperintahkan oleh Allah.”

Pandangan dua ulama tersebut memberikan peta dalam mengaplikasikan amar makruf nahi mungkar secara benar dan arif. Bahwasanya amar makruf nahi mungkar hendaknya dilakukan dengan cara yang mulia, yaitu tidak menghadirkan kemungkaran yang baru dan harus menebar kemaslahatan. Secara spesifik, Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa seseorang yang akan melakukan amar makruf nahi mungkar seharusnya memenuhi syarat-syarat, yaitu: memiliki ilmu pengetahuan, bersikap lemah lembut, berjiwa sabar, dan menempuh cara-cara yang baik.

Setelah melihat beberapa syarat yang ditawarkan Ibnu Taimiyah, mari flashback sejenak dan bertanya: Apakah tindakan radikal merupakan sikap yang lemah lembut? Sudahkah kelompok radikal memiliki bekal pengetahuan dalam berdakwah? Begitu pula, benarkah cara yang dilakukan kelompok radikal menempuh cara-cara yang baik?

Presiden Jokowi mengungkap dalam Tribun News bahwa umat Islam menjadi korban terbanyak dari konflik radikalisme-terorisme. Bahkan, jutaan saudara-saudara kita harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jutaan anak muda kehilangan harapan masa depannya.

Pernyataan sang presiden merupakan suatu kekecewaan melihat kekerasan atas nama agama merajalela di penjuru dunia, bahkan di Indonesia sendiri. Kendati begitu, pemerintah Indonesia terus berupaya mencegah tindakan kekerasan sampai ke akar-akarnya, salah satunya, dibubarkannya organisasi radikal Hisbut Tahrir Indonesia (HTI). Di samping itu, Presiden Jokowi menawarkan solusi untuk mengentaskan radikalisme, yaitu: meningkatkan ukhwah islamiyah antar sesama Islam, membangun kerja sama yang solid, dan berupaya menjadi part of solution bukan part of problem.

Nah, tugas kita sekarang dalam membumikan amar makruf nahi mungkar hendaknya tidak mengabaikan syarat-syaratnya, sehingga membuahkan hasil yang baik. Bukankah begitu cara kita beramar makruf dan bernahi mungkar?[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru