30.8 C
Jakarta
spot_img

Menyetop Pemecah-Belah Umat di Aksi 212

Artikel Trending

Milenial IslamMenyetop Pemecah-Belah Umat di Aksi 212
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – “Tidak peduli siapa pun dia saudara, tidak peduli apakah itu Jokowi ataupun Fufufafa dan semua kroni-kroninya yang terlibat seret ke pengadilan. Takbir! Takbir! Takbir!,” ujar Habib Rizieq saat menghadiri reuni akbar Aksi 212 di Monas, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

Habib Rizieq mengungkapkan, dalam 10 tahun terakhir, demokrasi Indonesia sudah dirusak, hukum ditabrak, korupsi merajalela dan judi di mana-mana. Menurut Rizieq Indonesia darurat masalah.

Pencarian Panggung

Di samping itu, Rizieq menekankan kepada pengikutnya untuk jangan mengganggu pemerintahan Prabowo. Pemerintahan terbaru ini harus diberi kesempatan bekerja seluas-luasnya. Rizieq hanya meminta ke Prabowo untuk menahan Jokowi dan memberangus maksiat di bumi Indonesia.

Sayangnya, Rizieq tidak berpikir bahwa Jokowi adalah teman terbaiknya Prabowo saat ini. Bahkan Prabowo berada di tampuk kekuasaan berkat Jokowi. Karena itu mana mungkin Prabowo akan menahan Jokowi.

Ketua FPI ini memang sedang memainkan perannya untuk meninggikan namanya kembali, saat dia telah terbenam oleh kasus-kasus masa lalunya.

Hari ini Rizieq dan FPI mencari panggung. Dia harus berdemo berjilid-jilid dalam waktu relatif dekat. Dari mana dapat dananya? Tidak penting. Yang paling penting kini dia bisa eksis. Fotonya, suaranya, logo ormasnya, dan tuntutan tidak berbobotnya bisa dijadikan berita oleh media-media besar. Dia seakan sedang menuju ke masa jayanya.

Namun faktanya, demo-demo yang dia lakukan tak ubahnya hanya mengais perhatian publik. Dia mencari perhatian Prabowo, umat Islam dan media. Jika berhasil, maka dia akan menjadi sponsor dan buzzer politik di tahun-tahun mendatang, seperti di Pilkada DKI 2017.

Saya tak mengatakan bahwa demo dilarang. Apalagi sampai dikatakan demo itu adalah musuh demokrasi modern. Tidak. Demo atau aksi di jalanan penting dan tidak harus melalui forum resmi. Demo penting karena itu adalah aspirasi rakyat. Siapa yang akan mengatakan kalau demo-demo untuk Palestina itu musuh demokrasi modern?

Namun, demo yang dilakukan 212 tak ubahnya hanyalah pengentalan permusuhan. Dia membakar amarah umat Islam. Melalui orasi-orasi yang kental hujatan yang dibungkus dengan agama, seringkali menjadi masalah horizontal. Aksi-aksi seperti ini rawan menimbulkan kericuhan yang berdampak pada retaknya kondisi sosial.

BACA JUGA  Propaganda HTI dan Glorifikasi HTS Semakin Agresif di NKRI: Tenggelamkan!

Menyetop Pemecah-Belah Umat

Aksi 212 sudah banyak memakan korban, setidaknya korban perpecahan kerukunan di masyarakat. Ada banyak warga non-muslim ketakutan. Ada banyak permusuhan yang terjadi karena mengkristalnya sulutan api demo agama. Inilah masalah-masalah yang ditimbulkan oleh aksi yang hanya mengedepankan tokoh tanpa tahu tuntutan yang relevan dengan zaman.

Aksi berjubah agama tercatat telah menjadikan Islam menjadi tertuduh. Islam jadi kurang baik di mata umat lain. Islam teranggap agama keras. Islam dianggap agama demo. Dan nahasnya, perilaku itu masih dilestarikan hingga sekarang.

Saya merasa, aksi 212 ini akan membuka luka lama bagi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat di Jakarta. Saya tidak tahu siapa yang mendesain semua ini. Tapi yang jelas, aksi-aksi berjubah agama, hanyalah memperburuk citra umat Islam di Indonesia. Apa yang patut dikenang oleh aksi 212, selain keburukannya?

Jualan performa ormas dengan aksi jualan agama sungguh pekerjaan paling rendah. Para ulama sejak dulu kala memberikan warning bahwa hal itu tidak baik. Ormas jika mau baik, buktikan kepada masyarakat dengan cara membuat program yang baik, membantu masyarakat, dan berdiri bersama masyarakat yang tertindas. Bukan malah mengajak masyarakat untuk berdemo tanpa tujuan yang jelas.

Menurut saya, jika Rizieq dan FPI terus diberi panggung (baik dijadikan sebagai pengalihan isu atau yang lain), maka rakyatlah yang akan menanggung resikonya. Berkali-kali 212 ini sudah menjadikan bangsa ini jelek di mata publik luas. Bahkan aksi-aksi mereka telah memberi titik kebencian, permusuhan, dan perpecahan antarmasyarakat. Aksi reuni 212 justru lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Cara menyetop kebencian yang terus menjalar karena aksi agama 212, hanyalah dengan tidak memberikan panggung pada Rizieq dan FPI. Itu.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru