26.1 C
Jakarta

Menyelamatkan Masa Depan Remaja yang Dibayangi Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenyelamatkan Masa Depan Remaja yang Dibayangi Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dalam gempuran era globalisasi ini hasutan paham radikalisme semakin masif dan sangat sulit dibendung. Didukung dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih proses indoktrinasi dan penjaringan kelompok radikal jadi semakin beragam dan sulit ditahan. Dewasa ini kalangan orang dewasa tidak menjadi prioritas indoktrinasi, akan tetapi kelompok radikal lebih memfokuskan untuk menjaring kelompok remaja sebanyak-banyaknya.

Indoktrinasi ajaran radikal terhadap kelompok remaja bukanlah hal yang sepele dan bisa dianggap remeh, remaja atau kaum muda mempunyai potensi yang besar untuk menentukan keberlangsungan kehidupan suatu bangsa di masa depan.

Di tangan remaja suatu bangsa dapat berkembang maju tanpa batas, namun di sisi lain kelompok muda tidak dipungkiri bisa menghancurkan tatanan bangsa yang sudah dibentuk oleh pendahulunya.

Indoktrinasi serta pencucian otak para remaja sendiri dapat kita simpulkan sebagai rencana jangka panjang para kelompok aliran garis keras untuk menguasai suatu negara secara perlahan. Tidak dapat dipungkiri remaja yang tumbuh saat ini adalah cikal bakal penerus pembangunan bangsa di masa depan, bayangkan jika saat ini pertumbuhan remajanya sudah dikuasi oleh aliran radikal, maka masa depan yang akan menanti adalah pertikaian dan perpecahan.

Sebagai bukti nyatanya di Indonesia sendiri pernah terjadi suatu kasus yang terjadi di Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat, puluhan remaja berhasil di cuci otaknya oleh kelompok radikal dan menganggap bahwa pemerintahan Indonesia saat ini sudah tidak sejalan dengan ajaran Islam.

Para remaja ini mengistilahkan pemerintah dengan sebutan tagut atau pemerintah yang mengajak kepada kemusyrikan. Mirisnya lagi puluhan remaja ini bahkan sudah memiliki rencana untuk mendirikan kembali Negara Islam Indonesia (NII).

Padahal sejatinya para remaja ini adalah aset bangsa yang berharga sebagai penerus perjuangan para pendahulunya dalam memajukan negara Indonesia, tapi jika kita terus menyepelekan usaha kelompok radikal untuk menjaring remaja sebanyak-banyaknya maka siap-siap kemajuan Indonesia akan sulit tercapai.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meredam masifnya penyebaran aliran di kalangan remaja, akan tetapi hasilnya sering kali memuaskan ataupun berujung pada kegagalan. Kelompok teroris seperti ISIS dan lainnya lebih ahli dalam mendoktrin para remaja, pertanyaannya kenapa kelompok radikal lebih menguasai tentang remaja? Strategi apa yang mereka jalankan.

Kelompok Remaja Potensional

Ada beberapa alasan kenapa kelompok ISIS ataupun kelompok teroris lainnya lebih tertarik untuk mendoktrin otak kaum remaja ketimbang orang dewasa. Seperti diketahui masa remaja merupakan masa transisi menuju kedewasaan, kondisi psikologi remaja masih sangat labil dan mudah dipengaruhi karena belum mengetahui berbagai kebenaran, hal ini yang membuat para remaja mudah sekali untuk dicekoki paham radikal.

Kelompok remaja dinilai lebih potensional dan mudah untuk direkrut ketimbang mereka menjaring orang-orang dewasa. Emosi remaja masih belum stabil, para remaja belum bisa memutuskan manakah yang benar dan manakah yang salah untuk dilakukan.

Dijelaskan psikolog anak, Vera Itabiliana Hadiwidjojo bahwa ada bagian otak manusia yang disebut prefrontal cortex sebagai pusat kepribadian manusia. Bagian ini berperan untuk menentukan segala tindakan manusia khususnya pola pikir jangka panjang, akan tetapi pada diri remaja bagian ini belum terbentuk secara sempurna sehingga perilaku dan keputusan remaja lebih banyak dipengaruhi oleh emosi.

BACA JUGA  Mitos: Menyangkal Labelisasi Agama sebagai Sumber Konflik dan Kekerasan

Mulai dari sini permainan psikologi kelompok radikal untuk mencuci otak remaja di mulai, Seorang antropolog yang bernama Scott Atran pernah melakukan penelitian tentang latar belakang psikologis terorisme mendapati bahwa ISIS memiliki daya tarik yang serupa dengan sentimen yang melekat di benak jutaan warga Jerman dalam Perang Dunia II. Khususnya bagi kaum muda, terorisme memberikan petualangan yang tidak bisa terobati oleh pasifisme.

ISIS berusaha menanamkan fakta yang salah dalam pikiran para remaja, jika dalam kenyataannya memenggal kepala orang lain sudah sangat jelas merupakan tindakan kejahatan, tetapi ISIS menawarkan pemahaman tindakan ekstrim mereka menarik dan merupakan bagian dari petualangan seru yang harus dilakukan oleh para remaja.

Tidak berhenti disitu saja, untuk memperkuat cengkraman mereka, ISIS tak segan menggunakan dalil-dalil Al-Quran tentang kewajiban berjihad memerangi yang bathil sebagai langkah pembenaran tindakan salah mereka.

Sungguh sangat sistematis sekali bukan metode yang digunakan oleh ISIS dalam menjaring remaja, jika mereka bisa menjerat banyak kelompok remaja maka dipastikan kelompok ISIS akan mendapatkan pasukan yang sangat loyal dan setia.

Pasukan dari anak remaja lebih sulit disadarkan karena mereka belum benar-benar mengetahui mana hal yang benar dan salah tetapi sudah terlanjur mendapatkan doktrin yang salah. Ajaran ekstrim akan mereka anggap sebagai sebuah kebenaran yang harus diperjuangkan dan dipertahankan mati-matian.

Lalu bagaimana cara mereka dalam menjaring kaum remaja? Metode yang paling sukses adalah memanfaatkan komunikasi di dunia maya. Di era digital, metode yang dikembangkan kelompok ISIS dalam melakukan indoktrinasi radikalisme tidak lagi melalui pertemuan face to face di dunia offline, melainkan telah banyak memanfaatkan teknologi informasi dan internet.

Khususnya di Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak, kelompok garis keras tidak akan melewatkan kesempatan ini begitu saja. Jika dilihat dari data yang didapat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pada tahun 2022 jumlah remaja di Indonesia diperkirakan terdapat 65,82 juta. Angka tersebut jika dikurasikan maka  setara dengan 24% dari total masyarakat Indonesia.

Jika dibiarkan saja fenomena ini bisa menghancurkan bangsa Indonesia, kaum muda yang seharusnya mendapatkan pendidikan dengan benar supaya ketika tiba waktunya mereka dapat benar-benar membangun serta memajukan Indonesia bukan malah menjerumuskan dalam jurang kehancuran.

Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya lingkungan keluarga kedua orang tua adalah pemain peran ini.. Komunikasi dalam keluarga harus dibangun secara baik dan efektif agar setiap tindakan yang dilakukan remaja dapat di awasi serta diarahkan sesuai dengan jalur yang benar.

Selanjutnya adalah lingkungan pendidikan serta lingkungan pertemanan juga sangat berpengaruh, peran orang tua masih sangat besar dalam fase ini. Jangan sampai orang tua memilih lembaga pendidikan yang salah untuk anaknya, amati dan pelajari lebih dahulu apakah lembaga pendidikan yang dipilih bertentangan dengan ideologi bangsa atau tidak.

Jangan sampai orang tua justru menjerumuskan anaknya dalam dunia pendidikan yang salah, konsekuesinya akan sangat fatal terhadap pembentukan karakter remaja. Sekali lagi masalah indoktrinasi kelompok remaja harus lebih diperhatikan agar tidak melahirkan berbagai kelompok radikal di negeri ini.

Muhamad Andi Setiawan
Muhamad Andi Setiawan
Sarjana Sejarah Islam UIN Salatiga. Saat ini aktif dalam mengembangkan media dan jurnalistik di Pesantren PPTI Al-Falah Salatiga.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru