32.1 C
Jakarta

Menumbuhkan Sikap Toleran, Mengukuhkan Persatuan Nasional

Artikel Trending

KhazanahOpiniMenumbuhkan Sikap Toleran, Mengukuhkan Persatuan Nasional
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sebagai negara besar dengan kekayaan alam dan keragaman budaya, Indonesia sangat mampu bersaing dengan negara mana pun di dunia ini. Latar belakang masyarakatnya yang multikultural menjadikan negara ini semakin unik dan terasa spesial. Perbedaan suku, ras, agama, dan adat-istiadat tersebut menjadi modal utama dalam mewujudkan cita-cita besar bangsa ini. Apalagi, sekarang kita semua sedang bersiap-siap untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.

Maka, sudah menjadi keharusan bagi setiap komponen bangsa untuk memupuk persatuan dan kesatuan nasional, merasa satu dalam perbedaan. Menjadikan keragaman sebagai anugerah terindah dari Tuhan untuk mempererat kerukunan dan solidaritas sosial. Bhinneka Tunggal Ika, begitulah semboyan dari Empu Tantular dalam kitab Sutasoma, yang artinya walaupun berbeda-beda tetap satu jua.

Ditinjau dari sejarah perjalanan bangsa ini, mulai dari Orde Lama hingga pasca-Reformasi saat ini, kerap terjadi gesekan-gesekan di tengah masyarakat yang bermula dari adanya ketidaksudian untuk hidup dalam bingkai NKRI dan menolak Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa. Oknum-oknum semacam itu biasanya sudah tercemari virus radikalisme yang sangat berbahaya dan mengancam keutuhan bangsa. Sebab, mereka merasa diri, kelompok, dan ajarannya paling benar dan enggan menerima perbedaan. Jangankan memiliki sikap toleran, terhadap yang berbeda pandangan saja mereka sudah memakai tembok pembatas.

Seolah tidak bisa hidup berdampingan secara harmonis. Kebenaran hanya dari diri mereka sendiri. Tak jarang menafsirkan ayat-ayat suci hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Padahal, sudah jadi kesepakatan para pendiri bangsa bahwa Indonesia bukan negara yang berlandaskan paham agama tertentu, bukan pula negara sekuler. Indonesia juga bukan milik pribadi dan golongan tertentu. Indonesia adalah negara kebangsaan yang berdasarkan Pancasila. Sebab itu, negara ini memberikan kesempatan yang sama bagi setiap pemeluk agama untuk menjalankan ajarannya masing-masing.

Kembali lagi, terkait keanekaragaman kultur dan agama kita, harus disikapi dengan sebijak mungkin. Salah satunya dengan merasa bahwa setiap manusia sejatinya merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki hak yang sama untuk dihargai dan dihormati keberadaannya. Jangan merasa paling benar dan berhak menjadi ‘hakim’ bagi yang lainnya; merasa ‘kunci surga’ sudah ada di kantongnya; menganggap semua yang berbeda dengannya sebagai musuh utama, wajib diperangi, dan halal darahnya. Sungguh, pandangan ekstrem semacam itu bisa menghancurkan tali persatuan nasional. Rasa-rasanya kita semua, apa pun latar belakangnya, perlu terus belajar untuk menerima dan menghargai perbedaan serta keunikan setiap orang.

Sebab, perselisihan, kebencian, permusuhan, dendam, perpecahan, dan bahkan pertikaian berdarah bisa bermula dari ketidakmauan dan ketidakmampuan untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan. Belum lagi adanya oknum-oknum tertentu yang sengaja menjadi provokator, yang kerjanya mengadu domba dan menjadi ‘kompor’. Semua itu bisa menjadi petaka sosial yang bisa mengoyak-ngoyak ketertiban dan kedamaian yang selama ini selalu kita perjuangkan.

BACA JUGA  Gejolak Demokrasi dan Kecemasan Propaganda Radikalisme

Sebab itulah, toleransi antarumat beragama, antarwarga yang berbeda ras dan sukunya, perlu digaungkan. Memahami kemajemukan seharusnya juga tidak sebatas dalam tataran wacana, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Senada dengan hal tersebut, Nurcholis Madjid, cendekiawan Muslim terkemuka, pernah menyatakan bahwa melaksanakan toleransi merupakan manifestasi dari ajaran agama yang benar.

Menurut analisisnya, salah satu ajaran agama yang sangat mendasar adalah tanggung jawab pribadi manusia kelak di hadapan Tuhan. Konsekuensi dari ajaran ini adalah setiap orang mempunyai hak untuk memilih jalan hidupnya dan tindakannya sendiri. Tidak boleh ada paksaan terhadap orang lain. Bahkan, agama pun tidak boleh dipaksakan kepadanya. Hak yang amat mendasar ini kemudian bercabang menjadi berbagai hak yang tidak boleh diingkari, di antaranya hak menyatakan pendapat dan pikiran. Dan adanya hak setiap orang untuk didengar menghasilkan adanya kewajiban orang lain untuk mendengar (Madjid, 1999: 107).

Berdasarkan pemikiran Cak Nur tersebut, maka sudah sepatutnya setiap warga memiliki sikap toleran terhadap beragam jenis perbedaan. Dalam hal ini, kita mesti belajar memandang sesama sebagai saudara sebangsa dan setanah air, merasa betul bahwa kita semua sama-sama ciptaan Tuhan.

Artinya, memandang segala jenis perbedaan di tengah masyarakat merupakan keniscayaan. Tidak menjadikan perbedaan sebagai penghalang untuk hidup berdampingan, bahu-membahu mewujudkan kehidupan yang rukun, tertib, dan harmonis. Sehingga, setiap dari kita dituntut untuk menghargai, menghormati, dan berupaya memahami satu sama lainnya.

Saya optimis bahwa semakin kuat toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka kemungkinan perpecahan dan terjadinya konflik sosial bisa ditangkal atau setidaknya diminimalisasi. Tentu, toleransi yang kuat juga bisa mengokohkan persatuan nasional. Dan hal itu sangat baik bagi kita sebagai bangsa yang multikultural ini untuk bergerak maju.

Sebab, dengan mengokohkan persatuan nasional, kita tidak mudah tercerai-berai, tidak gampang diadu domba dan diprovokasi. Sekali lagi, persatuan nasional akan semakin kokoh jika antarwarga masyarakat toleran. Hal tersebut bisa dimulai dari diri kita sendiri, saat ini, mulai dari hal terkecil. Salah satunya dengan belajar memahami dan menghormati orang yang berbeda agama atau budaya dengan kita.

Terakhir, selaku penulis, saya berharap agar kedamaian dan keharmonisan ini bisa terus kita jaga dan rawat selamanya. Sebab Indonesia adalah rumah kita bersama.

Muhammad Aufal Fresky
Muhammad Aufal Fresky
Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya. Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru